[MFA2023] Hati yang Diberi Petunjuk- Widji Wuri


Pernahkah kita mempertanyakan keadilan Allah ketika mengalami keterpurukan hebat, atas musibah yang menimpa? 

Saya pernah, dalam beberapa episode kehidupan yang dilalui. 

Pertama sekali saya protes atas ketetapan-Nya adalah ketika sedang sekarat, antara sadar dan tidak pasca kecelakaan dihantam motor yang meninggalkan lima jahitan di kepala, beberapa luka serta menghilangkan sebagian memori masa kecil. 

“Ya Allah, Engkau sungguh tak sayang aku. Mengapa ini menimpaku? Ini sakit sekali ya Rabbi!” ujar saya yang berusia 14 tahun kala itu. 

Protes kedua, ketika berumur 16 tahun saat merasakan ketidaknyamanan, kesendirian serta kesulitan finansial sebagai efek seorang produk pernikahan yang tak ideal. 

Lagi-lagi saya bertanya, “Mengapa begini Ya Rahman, bukankah akan membahagiakan memiliki ibu dan ayah yang lengkap? Ujian ini sungguh berat, kenapa harus aku?” 

Ya, masa remaja yang penuh pergulatan emosi dan penemuan jati diri itu menumbuhkan insecure serta sikap sinis terhadap dunia. 

Namun perjalanan hidup saya sungguh telah diatur-Nya sedemikian rupa, sehingga mengalami aneka peristiwa untuk dipertemukan dengan orang-orang pilihan-Nya dalam rangka mendidik diri ini. 

Suatu hari, semua protes yang pernah saya ungkapkan kepada Allah, pada akhirnya saya tarik kembali. Saya menerima dengan lapang dada setiap takdir-Nya. 

Entah kesadaran dari mana, usai perenungan panjang di banyak malam, saya ikhlaskan semua. Berdamai dan menerima setiap kesukaran yang dialami, setiap ketidaknyamanan yang menghampiri. 

Sejak saat itu, saya bisa melangkah dengan leluasa, lebih menghargai hidup, berkarya dan berusaha melakukan serta memberikan yang terbaik semampu saya. 

Ketika menyelami kajian Ustadz Nouman, saya kembali bertaubat atas penolakan-penolakan semasa muda sebab mendapati bahwa musibah itu berasal dari kata ashaba yang artinya to target, right on target. 

QS At-Taghābun:11 – Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. 

Jadi musibah itu memang dikirim Allah specifically on target, untuk kita, bukan karena kebetulan. Murni terjadi atas izin-Nya.

Dan barang siapa yang mengalami musibah namun tetap memelihara imannya kepada Allah, menerima ketetapan Allah meski itu tidak menyenangkan baginya, maka Allah akan memberikan petunjuk pada hatinya. Yahdi qalbahu. 

Ya, semua urusan akan terasa ringan jika Allah membimbing hati kita, Allah membimbing emosi kita, setiap tindakan kita. Itu adalah hadiah yang luar biasa. Ia akan tetap tenang apa pun yang terjadi, sebab yakin bahwa Allah bersamanya. Ketetapan Allah adalah yang terbaik bagi dirinya. 

Saya tak tahu apakah Allah membimbing hati saya. Namun setelah saya menerima dengan sadar bahwa sebagai hamba tak pantas saya menentang takdir Allah. 

Sejatinya kita tak pernah memiliki apa pun, jantung, otak, mata, telinga, seluruh organ bahkan diri kita adalah kepunyaan Allah. 

Atas kesadaran itu, segala kesulitan yang datang kemudian, insyaAllah lebih mudah saya terima. Tak ada protes, atau tanya kenapa. 

Saya bisa legowo ketika motor kesayangan hadiah dari kantor lesap

Bisa santuy saat laptop semata wayang dijual oleh saudara. 

Mengikhlaskan uang serta kepingan emas yang tak sanggup dikembalikan oleh kerabat. Ringan hati saat investasi puluhan juta pailit dan lain sebagainya. 

Bahkan dalam video, ustaz mengisahkan sepasang suami istri yang telah lama menanti kehadiran buah hati, ketika akhirnya Allah berikan di usia senja mereka, pada ulang tahun yang ke 18 usai kelulusan SMA, si anak semata wayang tersebut mengalami kecelakaan motor lantas meninggal dunia. 

Betapa terguncang jiwa sang ibu, atas kehilangan tersebut. Anak itu adalah hidup mereka, kebahagiaannya, sungguh sang ibu mengalami depresi berat. Namun apa ucap sang ayah setelah beberapa minggu kemudian? 

“Alhamdulillah Allah telah meminjami kita kebahagiaan atas 18 tahun terakhir dengan kehadiran putra kita, tak seharusnya kita menghabiskan hidup dengan kesedihan. Bersyukurlah, sesungguhnya anak kita milik Allah, dan Dia berhak mengambil apa saja yang memang kepunyaan-Nya.” 

MaasyaaAllah, inilah yahdi qalbahu. Dengan keimanan serta keyakinan penuh kepada Allah, ia mampu melepas apa pun dan menerima segala ketentuan Ar-Rahman. 

Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada hati saya dan kita semua, sehingga iman di dalamnya membawa ketenangan atas setiap fase kehidupan yang dijalani hingga kelak waktunya kembali pada ilahi. Aamiin. 

Oleh: Widji Wuri 

Link video: https://youtu.be/xJRf_4tojx4

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s