[MFA2023] Harapan Kesetaraan dan QS. An-Nisa ayat 32 – Qamaria Rumaru


Bismillah, segala pujian terindah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menurunkan Al-Qur’an ke bumi. Shalawat dan salam semoga selalu mengalir deras kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. 

Dengan rendah hati saya ingin mengawali tulisan ini dengan melontarkan dua pertanyaan: Pertama, pernahkah kita berharap, atau bahkan menuntut kesetaraan hak dengan lawan jenis? Kedua, sudah sejauh mana ide kesetaraan ini mempengaruhi pola pikir bahkan kehidupan kita? Lalu, izinkan saya melanjutkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan satu pernyataan sederhana, bahwa ide kesetaraan ini berpeluang menghancurkan satu hal yang paling kita butuhkan, hidup dan mati. Akidah kita. 

Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui Segala sesuatu. [QS. An-Nisa(4): 32]. 

Jika benar kita pernah menuntut kesetaraan dengan lawan jenis, atau mungkin tengah memperjuangkannya. Jika benar pola pikir kita tengah terpengaruhi oleh ide-ide kesetaraan yang tengah marak di masyarakat. Maka ayat ini, bagi saya pribadi, adalah jawaban alternatif potensial atas kondisi-kondisi tersebut. Ayat ini seolah menjadi pengingat mutlak bagi saya bahwa apapun kebaikan yang dapat saya usahakan sebagai seorang hamba di hadapan Allah, tidak mengurangi value saya sebagai seorang wanita.

Alhamdulillah, saya bertambah yakin setelah mendengar pemaparan ustad Nouman terhadap pertanyaan seorang anak kecil di sebuah forum; “Mengapa semua nabi laki-laki?” Ustad Nouman memilih QS. An-Nisa ayat 32 untuk menjawab pertanyaan tersebut. Beliau berkomentar terkait ayat ini, “Anda tidak menjadi lebih baik atau lebih buruk jika harus melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki atau pun perempuan.

Anda berada dalam posisi yang lebih baik jika Anda melakukan sesuatu yang Allah ingin Anda lakukan. Saya merasa kurang berharga jika tidak melakukan sesuatu yang sama dengan yang dilakukan oleh lawan jenis.” Kita terus membandingkan nilai diri kita dengan orang lain berdasarkan sesuatu yang dimiliki oleh orang itu. Padahal kita tahu bahwa dalang di balik kebiasaan membanding-bandingkan nilai diri kita dengan orang lain adalah berasal dari iblis.

Tentang kesetaraan ini, saya pribadi membaginya ke dalam dua fase. Fase pertama adalah fase di mana wanita ingin mendapatkan apa yang dimiliki oleh kaum laki-laki, seperti kebebasan bekerja, berkarir, kesetaraan dalam bagian pekerjaan rumah dalam lingkup domestik, dan kesetaraan-kesetaraan lainnya. Fase kedua _yang mungkin sedang marak kita lihat di dunia Barat sekarang_ fase di mana banyak laki-laki ingin mendapatkan apa yang Allah takdirkan untuk perempuan. 

Kedua fase ini jelas bukan berasal dari ajaran Islam. Kita, muslim, sudah mendapat kebebasan, kebahagiaan, dan kehormatan kita jauh hari sebelum gelombang-gelombang pergerakan ini muncul. Kalau ada masalah, datangnya ke agama, bukan mengambil ajaran di luar agama. Tidakkah kita tahu betapa lengkapnya ajaran agama kita ini?

Kini di Barat perlahan muncul suara sumbang; para wanita dilarang menyebut diri mereka, “Mothers” tetapi “Birthing Person”, dilarang menyebut “Breastfeeding” tetapi “Chestfeeding”. Kenapa? Karena itu akan menyakiti hati para transgender, khususnya transwomen. Kenapa? Karena kita semua harusnya diperlakukan setara di mata sesama, para wanita harus mau berbagi toilet dengan para transwomen, para wanita harus mau bertanding di cabang olahraga yang sama dengan para ‘perempuan-perempuan’ ini. 

Dan masih banyak lagi contoh kasus yang membuat kita pada akhirnya sampai pada satu kesimpulan bahwa memang benar, ide kesetaraan ini berimplikasi pada terkikisnya akidah kita. Well, mungkin ada yang akan mengatakan ini berlebihan, di Indonesia tidak ada aturan seperti itu. Lebih tepatnya belum ada. Karena tidak ada yang menjamin paham-paham itu tidak menyebar ke seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Bertambahnya jumlah kaum penyuka sesama jenis adalah salah satu bukti konkritnya. 

Kembali ke judul tulisan ini, poin yang ini saya jelaskan di sini adalah, mari bersyukur atas apapun peran yang telah Allah berikan, yang telah Allah takdirkan kepada kita sebagai seorang perempuan maupun seorang laki-laki. Subhanallah. Ayat ini, in shaa Allah akan selalu menjadi pengingat bagi saya dan saya harap juga bagi teman-teman sekalian dalam usaha-usaha kebaikan sesuai mampu kita. 

Dan semoga ayat ini juga menjadi pegangan kita di hari di mana kita akan hidup di tengah-tengah praktik ide-ide kesetaraan ini. Jaga anak-anak kita, jaga keluarga kita. Wallahu ‘alam bishawwab. 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s