Pertemuan antara Nabi Musa dengan Khidr sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, memiliki makna yang cukup filosofis, keduanya ditakdirkan Allah SWT bertemu di suatu tempat di mana dua lautan yang memiliki karakteristik berbeda. Dua lautan yang disebutkan oleh Al-Qur’an adalah bentuki simbolis antara dua aliran ilmu yang berbeda antara Nabi Musa dengan Khidr. Ilmu Allah SWT dijelaskan sebagai perkataan Allah SWT yang apabila dituliskan dengan tinta sebanyak lautan, tak akan ada habisnya.
Sebagaimana dalam surat Al-Kahfi: 109, Allah SWT berfirman: “Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku.”
Luasnya ilmu Allah, antara lain tergambar pada ilmu yang diberikan pada Khidr serta Ilmu yang diberikan pada Nabi Musa. Allah SWT memberikan ilmu yang khusus (ilmu laduni) kepada Khidr : “min ladunna ilma”, sebagaimana disebut dalam Al-Kahfi: 65, dan ilmunya sangat berbeda dengan ilmu yang diturunkan Allah SWT melalui wahyu kepada Nabi Musa.

Ilmu yang diturunkan melalui wahyu sebagai ilmu syariat, mengajarkan halal dan haram, mengajarkan hal-hal yang baik kepada umat, seperti menghormati orang tua, tidak boleh membunuh, membantu orang lain, selalu bersyukur, berlaku adil , berlaku jujur, tidak berlaku jahat pada orang lain, dan sebagainya, yang ajaran ini kemudian secara konsisten diturunkan dari satu wahyu ke wahyu berikutnya, dari satu nabi ke nabi selanjutnya. Dari wahyu yang merupakan firman Allah SWT inilah, manusia belajar apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
Di sisi lain, ada yang disebut sebagai ilmu hakikat. Ilmu yang berasal dari kejadian realitas alam dunia, dimana kita meyakini bahwa segala sesuatu terjadi hakikatnya adalah karena Allah SWT berkehendak itu terjadi. Sesuai dengan firman Allah SWT: Kun Fayakun. Jika Allah SWT berkehendak sesuatu terjadi, maka apapun hakikatnya, pasti akan terjadi. Yang kemudian kita sebut apapun yang telah terjadi sebagai sebuah hakikat kenyataan. Kenyataan yang mau tak mau, suka tidak suka, terjadi atas izin Allah SWT.
Sebagai contoh sebuah hakikat kenyataan untuk direnungkan, ada seorang anak yang masih polos dan tak berdosa yang kemudian ditakdirkan sakit lalu meninggal. Di sisi lain, ada seorang penjahat atau koruptor yang tidak tertangkap lalu terlihat hidup menyenangkan. Semua terjadi karena : kun faya kun. Jika Allah SWT sudah berkehendak dan mengatakan sesuatu akan terjadi, ya itulah yang terjadi. Karena tak ada sesuatu pun yang dapat terjadi, tanpa seijin Allah SWT. Sehingga jika dilihat sekilas, seolah terdapat kontradiksi antara realitas yang nyata terjadi atas ijin Allah SWT berbanding terbalik dengan kebenaran ideal yang Allah SWT turunkan melalui firman dalam wahyuNya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: mengapa jika Allah SWT mengatakan dalam ilmu syariahNya bahwa orang harus adil, harus berbuat baik, yang tak berdosa akan mendapat hidup mulia, namun justru mengapa di sisi lain, Allah SWT juga yang menciptakan keadaan sebaliknya dalam dunia nyata? Mengapa begitu banyak masalah dan kekacauan di dunia? Mengapa terjadi perampasan hak dimana-mana? Jika memang Tuhan itu ada, atau jika Tuhan itu Maha Baik, mengapa Dia membiarkan ketidakadilan di muka bumi, kejahatan merajalela, kemungkaran di mana-mana, mengapa begini? mengapa begitu? Sementara itu, semua wahyu Allah SWT yang turun pada utusanNya, didesain untuk tidak menjawab pertanyaan ‘Mengapa..’

Jadi sesuatu yang ‘benar’ dan sesuatu yang seolah terkesan ‘salah’ yang diberikan kepada kita oleh Allah SWT adalah untuk kita terima dan kita jalani. Allah SWT menciptakan kenyataan yang adakalanya bertentangan dengan ilmu syariah melalui wahyuNya. Dalam hakikat dunia nyata yang terjadi justru akan selalu ada saja kontradiksi dengan yang kita harapkan. Akan selalu ada ketidaksesuaian dengan ilmu yang diturunkan Allah SWT melalui wahyuNya.
Apa yang kita lihat di dunia mungkin terlihat kejam. Tapi kita tak akan mampu memahami apa yang dilihat oleh Allah SWT atas suatu kejadian. Kita tidak bisa langsung melihat hasil dari suatu kejadian sebagaimana Allah SWT melihatnya. Allah SWT itu Al-Bashir, yang maha mampu melihat kejadian di dunia secara lebih luas dan menyeluruh. Akan selalu ada banyak konsekuensi, seperti efek domino atas semua hal. Tapi juga akan selalu ada rencana yang lebih besar dari Allah SWT. Allah SWT sees a larger picture that human being don’t have the access to it. Seperti kata Khidr kepada Nabi Musa (dituturkan oleh Nabi Muhammad dalam salah satu hadist shahih): Ilmuku dan ilmumu dibandingkan dengan ilmu Allah SWT, laksana setetes air di lautan samudra yang dipatuk oleh seekor burung.
Demikianlah, bahwa suatu bencana terkadang membawa rahmatNya. Namun bisa juga terjadi, ada banyak hal yang secara kasat mata terlihat baik ternyata justru di balik itu terdapat keburukan. Sebagaimana semula Nabi Musa menentang dan mempersoalkan tindakan Khidir, namun kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakan yang diperintahkan oleh Allah SWT. Bahwa terdapat rahmat Allah SWT yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Pelajaran yang bisa kita simpulkan adalah, bahwa ada ilmu syariat Allah SWT melalui wahyu, dan ada ilmu hakikat Allah SWT yang berbentuk kejadian nyata sebagai takdir yang kadang tidak dapat kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa. Kedua ilmu ini berasal dari Allah SWT, namun laksana dua lautan yang berbeda. Meski sepertinya menunjukkan kontradiksi, tapi sesungguhnya keduanya mengandung ilmu yang menjadi pelajaran bagi umat manusia.
Apa yang dilakukan oleh Khidr, adalah perwakilan adanya hakikat takdir yang diciptakan Allah di dunia. Dan apa yang menjadi keberatan Nabi Musa atas semua tindakannya, adalah hal benar yang mewakili ilmu yang diterimanya dari Allah SWT melalui wahyuNya. Dari ilmu yang berasal dari ‘dua lautan’ yang berbeda inilah, semoga kita mampu belajar untuk tidak lagi mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh umat manusia. Tak lagi mempertanyakannya kepada Allah SWT apalagi sampai meragukan keadilanNya, karena sesungguhnya di balik semua hakikat kejadian di dunia, akan selalu ada rahmat Allah SWT yang tersembunyi. Dan bagi mereka yang ikhlas atas takdirNya, niscaya Allah akan memberikan petunjuk untuk memahami hakikat semua hikmah dan rahmat dari setiap takdirNya .
Wallahu’alam bishawab..
Sumber:
Video Ust NAK berjudul: The Journey Of Musa AS – A Recap
[…] المصدر: [MFA2022] Ilmu dari Dua Lautan Berbeda – Noor Ida – Nouman Ali Khan Indonesia […]
LikeLike