[MFA 2022] Baik Saja Tidak Cukup, Tapi Perlu Spesifik! – Timur


Desember 2020

Memasuki tahun kedua, saya mulai menggeluti satu dunia baru terkait “Misi Hidup”. Bermula dari mengikuti perkuliahan bertajuk “Fitrah Based Life” yang dibawakan langsung oleh gurunda almarhum Ustaz Harry Santosa Allahuyarham.

Hati saya mulai terusik akan sesuatu. Saat itu, ada sedikit pembahasan tentang Q.S Al-Fatihah ayat 6. Dimana Ustaz Harry menjelaskan bahwa ayat ini ada relevansinya dengan “Misi Hidup”, eksistensi, arti dihadirkannya kita di muka bumi.

“Jalan yang lurus.”

Rupanya lebih dari sekedar menjadi “shalih/ah”. Lebih dari sekedar  mempelajari, mengkaji, bahkan menjadi penghafal Al-Qur’an. Lebih dari sekedar melakukan beragam amal kebajikan. Ya, baik saja tidak cukup tapi perlu spesifik! There are something beyond of that! Something bigger! The important and the specific one.

Jika alam raya semesta ini adalah sebuah perusahaan dan Allah adalah Big Boss nya. Maka “Misi Hidup” ibarat jobdesk yang diamanahkan kepada kita. Jika kita adalah seorang akuntan, sudah jelas tugas kita berkaitan dengan perhitungan dana. Meskipun kita melakukan beragam hal baik di kantor seperti membersihkan ruangan, membuatkan kopi untuk atasan dan rekan kerja lain, atau pun memasarkan produk. Jika tugas yang utama tidak kita kerjakan. Maka sama saja kita telah gagal sebagai pekerja di perusahaan tersebut.

Begitu pula jika kita tidak mengerjakan apa yang menjadi jobdesk utama kita di dunia (atau bahkan menemukannya saja pun belum). Tujuan penciptaan kita di muka bumi ini boleh jadi dikatakan belum tuntas!

Kegamangan ini membuat saya tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang apa sebenarnya pesan yang tersemat dalam Q.S Al-Fatihah ayat 6 ini. Salah satunya lewat penjelasan berupa video dari Ustaz Nouman Ali Khan. Dalam videonya tersebut Ustaz Nouman Ali Khan menjelaskan bahwa untuk mendapat petunjuk tentang “jalan lurus” yang perlu kita tempuh, pertama-tama kita perlu mendeklarasikan diri sebagai seorang hamba.

Dan tindakan pertama dari seorang hamba adalah mencari tahu apa yang tuannya inginkan.

Allah itu ingin kita menjadi apa?

Mengerjakan tugas apa?

Apakah menjadi seorang presiden? Apakah guru TK? Apakah menjaga kelestarian flora? Apakah menyembuhkan penyakit dalam? Atau apa? Yang jelas,  tugas tersebut pastilah unik dan spesifik. Sebab kita hanya tercipta satu.

Sekarang mari kita kembali pada analogi tentang perusahaan tersebut. Kalau kamu pernah bertemu seorang atasan yang sangat baik, perhatian, dan peduli. Bayangkan Allah lebih baik, perhatian, peduli dari atasan terbaik mana pun yang pernah kamu temui. Ketika Allah memberikan suatu tugas, pasti disertai dengan bimbingan-Nya, dengan brief yang sangat jelas, dengan segala fasilitas dari perusahaan baik itu berupa harta, keilmuan, bakat, relasi atau yang lainnya.

Hal menarik lainnya adalah, dalam video tersebut Ustaz Nouman Ali Khan juga menjabarkan makna dari “sirat” bukan sekedar jalan yang lurus namun juga lebar. Seakan jalan lurus tersebut dibuat untuk dilalui oleh orang banyak. Saya teringat salah satu materi perkuliahan tentang “misi kolektif” atau misi bersama. Bahwa untuk menuntaskan misi personal manusia perlu bersama-sama saling bahu-membahu dan saling belajar satu sama lain.

Masih ada hal mempesona lainnya yang saya dapat dari video Ustaz Nouman Ali Khan yaitu terkait makna “mustaqim”.

Mustaqim” juga memiliki makna “lurus”.

Lalu kenapa perlu diulang? Kenapa perlu ada dua kata serupa yang artinya sama-sama “lurus”?

Oke, mari kita lihat perbedaannya..

Mustaqiim” berasal dari kata “qamaa” yang berarti lurus ke atas.

Jadi, ketika kita shalat, kita berdoa meminta “tunjukkanlah kami jalan yang lurus”, jalan tersebut menuju ke atas yang berarti untuk mencapainya, kita perlu meninggalkan sifat atau perilaku yang merendahkan vibrasi kita (low vibes) seperti marah, iri hati, dengki, bermental korban dan sejenisnya.

Kita perlu merundukkan ego.

Kita perlu menyucikan diri (tazkiyatun nafs) agar diri mendapat bimbingan dan petunjuk akan lurus yang Allah pilihkan untuk kita.

Oh ya, jika suatu hari nanti kamu sudah menemukan jalanmu sendiri, mohon diingat bahwa hidup ini layaknya perjalanan. Bayangkan kita sedang ada di sebuah jalan, kita mungkin mendapati ada cabang jalan yang berbeda, ada mobil yang melaju dengan sangat cepat, ada mobil yang melambat. Thats okay, selama kita masih on track berada di “jalan yang lurus”.

Selagi akhirnya kita mampu mencapai garis finish atau tujuan akhir.

Ingatlah bahwa saat ini kita sedang ada di perjalanan. Maka alangkah tidak bijaknya jika kita membandingkan diri dengan yang lain. Dalam “Misi Jiwa” semua orang memiliki porsi yang sama pentingnya. Tak peduli seberapa cepat ataupun lambat. Tak peduli jenis kendaraan apa yang dipilih. Tak peduli peran apa yang dijalankan. Selagi semua dari dan menuju pada-Nya, selagi dalam bimbingan-Nya dan tidak keluar jalur. Selagi kita tidak mengabaikan apa yang menjadi tugas utama kita dan malah mengerjakan jobdesk-nya orang lain. That’s totally okay!

Sekarang izinkan saya bertanya, sudahkan kamu temukan apa misi spesifikmu di muka bumi? Atau kamu baru “sekedar menjadi baik”? 

Penulis: Timur

One thought on “[MFA 2022] Baik Saja Tidak Cukup, Tapi Perlu Spesifik! – Timur

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s