Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-517
Topik: Historical Order
Sabtu, 20 November 2021
Materi VoB Hari ke-517 Pagi | Orang-orang dengan Psikosis
Oleh: Heru Wibowo
#SaturdayHistoricalOrderWeek74Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Enam menit sudah berlalu. Tapi Ustaz masih belum mulai masuk ke pembahasan surah Al-Qalam.
Karena masih ada cerita yang ingin Ustaz bagi dari perjumpaan Beliau dan makan malam Beliau dengan rabi Yahudi itu.
Sebuah kisah lanjutan yang membuat Ustaz tak habis berpikir: betapa rasis mereka itu.
Mungkin tidak semua dari mereka itu rasis. Tapi setidaknya mereka yang ada di restoran itu. Di Dallas, Texas itu. Mereka itu yang rasis.
Bayangkan saja. Ustaz dan sang Rabi itu duduk di hadapan sebuah meja yang kecil. Hanya mereka berdua. Setiap teman sang Rabi yang datang hanya menyapa sang Rabi. Hanya sang Rabi.
Teman-teman Rabi itu seakan-akan tidak menganggap bahwa Ustaz ada di situ. Tidak ada satu pun dari mereka yang melemparkan pandangan ke arah Ustaz. Tidak satu pun.
Ada seseorang yang datang. Dia duduk di depan Ustaz. Di kursi yang persis berhadapan dengan Ustaz. Dia bicara dengan sang Rabi, dan tidak bicara sepatah kata pun kepada Ustaz. Melihat, bahkan melirik pun, tidak.
Dan dia bukan satu-satunya. Setelah dia berlalu, datang lagi yang lain. Setidaknya ada lima lagi. Jadi setidaknya ada enam orang yang datang dan pergi. Dan mereka semua, tidak satu pun yang melayangkan pandangannya ke arah Ustaz.
Tapi Ustaz maklum, Ustaz sadar bahwa diri Beliau itu gentile. Artinya, Beliau bukan Yahudi. Tempat itu bukan space Beliau. Jadi Beliau sadar bahwa Beliau “tidak dianggap” di situ.
Dan sang Rabi juga menegaskan hal itu. “Orang-orang Yahudi memang punya rasa kebencian yang amat sangat kepada kaum muslim.”
Mungkin ada juga orang-orang Islam yang membenci Yahudi. Tapi rasanya tidak gitu-gitu amat. Hanya orang-orang dengan psikosis yang sanggup berbuat seperti enam orang Yahudi tadi.
Maka Ustaz justru memberi apresiasi kepada sang Rabi, yang “berani” berjumpa dengan Ustaz di public setting, dalam keadaan diketahui oleh teman-teman Yahudinya yang “tidak beradab” itu.
Oh ya, sang Rabi juga pernah bercerita bahwa dia pernah kehilangan pemasukan dari donor utama hanya gara-gara dia ikut sebuah program yang diadakan oleh penyelenggara muslim.
Bisa dibayangkan tingkat kebencian mereka terhadap muslim. Sudah sampai di level seperti itu.
Sebuah risiko yang harus ditanggung Ustaz dari sebuah diskusi yang tak biasa.
Insyaallah bersambung.
💎💎💎💎💎
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Concise Commentary / 68. Al-Qalam/ 01. Al-Qalam (Ayah 1-2) – A Concise Commentary (06:00 – 08:01)
Materi VoB Hari ke-517 Siang | Khairul Kalami Ma Qalla Wadalla
Oleh: Heru Wibowo
#SaturdayHistoricalOrderWeek74Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Tapi mengapa Ustaz sangat ingin bertemu dengan sang Rabi? Sampai harus mendapat perlakuan yang tidak “manusiawi” dari teman-temannya itu?
Karena Nabi Musa.
Karena Musa ‘alaihis salam adalah a big deal di Al-Qur’an. Karena Nabi Musa adalah seorang nabi yang sangat penting dan banyak disebut di Al-Qur’an.
Nama Beliau disebut 116 kali di Al-Qur’an. Jumlah yang banyak. Jauh lebih banyak dibandingkan nabi-nabi yang lain, bahkan dibandingkan nama Rasulullah sendiri.
Apalagi di kitab mereka sendiri. Ada lima kitab kaum Yahudi, empat di antaranya adalah tentang sirah Nabi Musa ‘alaihis salam.
So, Ustaz juga ingin tahu apa yang sang Rabi pikirkan ketika dia mendengarkan cerita tentang Nabi Musa di Al-Qur’an.
Pasti menarik untuk diketahui bagaimana cerita tentang Musa di Taurat dan di Al-Qur’an: mana yang sama, mana yang berbeda.
Ustaz memberikan sebuah contoh kecil. Contoh yang muncul dari percakapan Beliau dengan Sang Rabi.
Supaya bisa memahami contoh ini dengan baik, kita simak dulu ayat ke-10 dari surah ke-20, surah Thaha.
إِذْ رَءَا نَارًا فَقَالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوْٓا إِنِّيْٓ ءَانَسْتُ نَارًا لَّعَلِّيْٓ ءَاتِيْكُمْ مِّنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى ١٠
(Ingatlah) ketika dia (Musa) melihat api, lalu berkata kepada keluarganya, “Tinggallah (di sini)! Sesungguhnya aku melihat api. Mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit nyala api kepadamu atau mendapat petunjuk di tempat api itu.” (QS Thaha, 20:10)
Saat Ustaz membahas peristiwa Nabi Musa “melihat api” itu, sang Rabi menjelaskan bahwa saat itu Nabi Musa sedang sendirian.
Padahal Al-Qur’an secara jelas menyatakan bahwa Nabi Musa berkata (فَقَالَ) kepada keluarganya (لِأَهْلِهِ), “Tetaplah di sini (امْكُثُوْٓا)!”
Berarti Nabi Musa ‘alaihis salam tidak sedang sendirian. Nabi Musa ‘alaihis salam sedang bersama dengan keluarganya kala itu.
Jadi, dari diskusi itu, setidaknya Ustaz tahu perspektif mereka tentang peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan Nabi Musa ‘alaihis salam.
Dari Al-Qur’an sendiri, kita juga mendapat pencerahan tentang apa yang sebenarnya terjadi, atas suatu peristiwa.
Dan lebih hebatnya lagi, Al-Qur’an kadang sangat menghemat kata meskipun yang disampaikan rasanya seperti kesluruhan kisah sejarah Yahudi (entire chapters of Jewish history).
Ya, seluruh kisah tentang sejarah Yahudi seakan-akan dilukiskan cukup oleh kalimat yang ada di Al-Baqarah 251.
فَهَزَمُوْهُمْ بِإِذْنِ اللّٰهِ ۗوَقَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوْتَ وَءَاتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهٗ مِمَّا يَشَاۤءُ ۗ
Mereka (tentara Talut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan Daud membunuh Jalut. Kemudian, Allah menganugerahinya (Daud) kerajaan dan hikmah (kenabian); Dia (juga) mengajarinya apa yang Dia kehendaki.
(QS Al-Baqarah, 2:251)
Ada sebuah pepatah Arab yang menyatakan,
خَيْرُ الْكَلَامِ مَا قَلَّ وَدَلَّ
Perkataan yang terbaik adalah yang singkat tapi penuh makna. Ayat 251 surah Al-Baqarah melukiskannya secara luar biasa.
Insyaallah bersambung.
💎💎💎💎💎
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Concise Commentary / 68. Al-Qalam/ 01. Al-Qalam (Ayah 1-2) – A Concise Commentary (08:01 – 10:03)
Materi VoB Hari ke-517 Sore | Sudah Lama Terbukti dan Masih Akan Terus Terbukti
Oleh: Heru Wibowo
#SaturdayHistoricalOrderWeek74Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Alhamdulillah. Sekarang kita mulai masuk ke pembahasan dari surah Al-Qalam itu sendiri.
نۤ ۚوَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَۙ ١
Nūn. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan (QS Al-Qalam, 68:1)
Surah Al-Qalam ini adalah surah terakhir yang punya huruuf muqaththa’aat (حُرُوف مُقَطَّعَات).
Selain nuun (نۤ), huruuf muqaththa’aat yang lain yang terdiri dari hanya satu huruf adalah shaad (صۤ) di surah 38 dan qaaf (قۤ) di surah 50.
Allah bersumpah demi pena. Dan demi apa yang dituliskan oleh pena itu, secara terus-menerus.
Orang Arab sejak sebelum Islam sudah terbiasa menggunakan sumpah atau qasam (قَسَم) untuk meyakinkan lawan bicara atau mukhatab (مُخَاطَب).
Kadang-kadang kita juga menyaksikan atau mendengar orang yang sedang bersumpah, misalnya: “Demi Allah! Aku tidak mencuri!”
Ini adalah contoh sumpah yang sederhana, dengan struktur yang sederhana, yang terdiri dari dua bagian.
1️⃣
Bagian pertama adalah kata-kata “Demi Allah!” Ini disebut sebagai penguat sumpah atau al-muqsam bih (المُقْسَم بِه).
2️⃣
Bagian kedua adalah kata-kata “Aku tidak mencuri!” Ini adalah tujuan dari sumpah itu sendiri, disebut sebagai al-muqsam ‘alaih (المقسم عليه) atau jawabul qasam (جواب القسم).
Dalam contoh “Demi Allah!” Maka yang digunakan sebagai penguat sumpah adalah nama Allah.
Di Al-Qur’an, yang digunakan sebagai penguat sumpah bisa dua: bisa (1) diri-Nya atau (2) ciptaan-Nya sesuai kehendak-Nya.
Di ayat pertama surah Al-Qalam ini, yang digunakan sebagai penguat sumpah adalah ciptaan-Nya.
Atau, tepatnya, dua ciptaan-Nya. Karena memang ada dua yang disebut di ayat ini. Yang pertama adalah pena atau al-qalam (الْقَلَمِ). Yang kedua adalah apa yang mereka tuliskan atau ma yasthurun (مَا يَسْطُرُوْنَ).
Pertanyaaannya adalah, siapakah “mereka” itu?
Ada yang berpendapat, mereka adalah malaikat yang menulis amal baik dan amal buruk kita.
Ada yang berpendapat, mereka adalah malaikat yang menulis Al-Qur’an dari lauh mahfuzh (لَوْحٍ مَّحْفُوظ) untuk dibawa ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ada yang berpendapat, mereka adalah para ahli kitab yang menulis naskah suci dari kitab-kitab terdahulu seperti Taurat dan Injil.
Lalu bagaimana dengan tujuan dari sumpah itu sendiri atau jawabul qasam (جواب القسم) dari sumpahnya? Ada di ayat kedua.
مَآ أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُوْنٍ ٢
Berkat karunia Tuhanmu engkau (Nabi Muhammad) bukanlah orang gila.
(QS Al-Qalam, 68:2)
Apa artinya?
Artinya, yang ditulis oleh para penulis naskah-naskah suci kitab terdahulu, demi pena mereka, dan demi apa yang mereka tuliskan, itu semua sudah cukup untuk membuktikan bahwa Rasulullah bukanlah orang gila.
Itu adalah salah satu perspektif.
Perspektif yang lain adalah demi pena dan apa yang masih “akan” mereka tuliskan.
Perspektif ini muncul didasari pemahaman bahwa kata yasthurun (يَسْطُرُوْنَ) adalah fi’il mudhari’ (فعل مضارع).
Artinya, akan selalu ada buku atau kitab yang ditulis yang membuktikan bahwa Rasulullah bukanlah orang gila.
Kita yang hidup di zaman ini telah membuktikannya. Miliaran umat Islam melantunkan shalawat kepada Baginda Nabi yang mulia. Sebuah bukti yang begitu telak bahwa Rasulullah bukan orang gila.
Jika pena dan apa yang mereka tuliskan adalah tentang tulisan para ahli kitab yang jujur menulis kebenaran akan datangnya rasul akhir zaman, maka “Rasulullah bukan orang gila” sudah lama terbukti.
Jika pena dan apa yang mereka tuliskan adalah tentang buku atau kitab yang sedang dan akan terus ditulis oleh para ulama yang jujur di masa ini dan masa yang akan datang, maka “Rasulullah bukan orang gila” masih akan terus terbukti.
Subhaanallaah.
Insyaallah bersambung.
💎💎💎💎💎
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Concise Commentary / 68. Al-Qalam/ 01. Al-Qalam (Ayah 1-2) – A Concise Commentary (10:03 – 20:01) [End]
Penutup
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah