Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-460
Topik: Pearls from Al-Kahfi
Jum’at, 24 September 2021
Materi VoB Hari ke-460 Pagi | Nice Demeanor with Harsh Words
Oleh: Heru Wibowo
#FridayAlKahfiWeek66Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Ustaz mengajak kita memikirkan sebuah hal, yang akan sangat mengasyikkan kalau kita renungkan.
Kita bayangkan lebih dahulu sosok Rasulullah yang mencintai dan dicintai umatnya itu, shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Beliau adalah sosok yang baik hati. Sangat sopan. Penuh kelembutan. Halus tutur katanya.
Lalu mari kita coba baca sebuah contoh ayat ini:
قُلْ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَتُغْلَبُوْنَ وَتُحْشَرُوْنَ إِلٰى جَهَنَّمَ ۗ وَبِئْسَ الْمِهَادُ ١٢
Katakanlah (Nabi Muhammad) kepada orang-orang yang kufur, “Kamu (pasti) akan dikalahkan dan digiring ke dalam (neraka) Jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat tinggal.”
Bisakah kita membayangkan sosok yang halus budi pekertinya itu, shallallaahu ‘alayhi wasallam, harus mengucapkan kata-kata yang ada di surah Ali ‘Imran 12 tersebut?
Manusia pilihan yang sangat-sangat baik, tapi bicara tentang tempat tinggal masa depan yang sangat-sangat buruk?
Tapi begitulah. Rasulullah yang begitu baik, diperintah Allah untuk membacakan ayat yang keras, dan ayat-ayat yang serupa itu. Bukan hanya di Ali ‘Imran 12, tapi masih banyak ayat yang lain, yang serupa itu.
Di Al-Kahfi ayat kedua saja, ada ba’san syadiidan (بَأْسًا شَدِيدًا). Siksa yang sangat pedih. Dan Rasulullah, manusia lembut hati itu, shallallaahu ‘alayhi wasallam, membacakannya.
Sebagai orang yang baik, yang punya sikap yang baik (nice demeanor) bukankah kita selalu mempertimbangkan perasaan orang yang sedang kita ajak bicara?
Jika kita harus mengatakan kata-kata yang keras atau cenderung kasar (harsh words), bukankah kita akan berpikir seribu kali sebelum mengatakannya?
“Aaahhh … mungkin sekarang bukan saat yang tepat untuk mengatakannya … coba aku pikirkan kata-kata yang lebih lembut lagi …”
Pertanyaannya adalah: apakah Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam bisa memilih kata-kata yang akan diucapkan di hadapan para pemimpin Quraisy?
Tapi wahyu Allah adalah wahyu Allah. Rasulullah harus menyampaikannya as it is, apa adanya.
Kadang-kadang kita jadi bingung sendiri. Inginnya kita lembut sama orang. Tapi kok pesan dari Al-Qur’an sepertinya tidak lembut ya?
Bingungnya begini. Kalau ayat ini tidak kita sampaikan, berarti kita menyembunyikan kebenaran. Tapi kalau disampaikan, perasaan mereka bisa tersakiti.
Di titik inilah kita akan mengapresiasi kata ‘abd (عَبْد) yang ada di ayat pertama surah Al-Kahfi.
A free person has a choice in what they say. Seorang yang bebas, dia punya pilihan atas apa yang akan dikatakan. Bisa memilih kata. Bisa memilih intonasi.
Ustaz pernah berkesempatan untuk bertemu dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan.
Bagaimana urusan pemilihan kata saat Ustaz bertemu dengan pemimpin Turki itu?
Insyaallah ceritanya kita lanjutkan di part berikutnya.
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 18. Al-Kahf / 13. Al-Kahf (Ayah 1d) – A Deeper Look (43:00 – 45:09)
Materi VoB Hari ke-460 Siang | Yaqushshu
Oleh: Heru Wibowo
#FridayAlKahfiWeek66Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Tentu saja Ustaz tidak bisa memperlakukan Erdogan seperti teman lamanya di masa muda. Atau bahkan di masa kanak-kanak.
Tentu saja Ustaz tidak memulai pembicaraan dengan tiba-tiba mengatakan bahwa kuliner Turki adalah favorit Beliau.
Tentu saja Ustaz tidak menanyakan kabar hubungan Turki dan Hungaria yang pernah berperang di masa lalu.
Bahkan meski Ustaz bisa bahasa Turki sedikit-sedikit, Ustaz tidak akan memamerkannya.
Mengapa?
Karena pertemuan itu diatur sedemikian rupa dalam sebuah jamuan kehormatan. In a respectful setting.
Fokus Ustaz adalah percakapan tentang apa yang bisa Beliau lakukan untuk anak-anak muda di Turki.
Ustaz sangat-sangat mempertimbangkan setiap kata yang hendak Beliau ucapkan. Tidak asal-asalan. Sangat tertata.
Itulah kemewahan manusia, yang bukan seorang nabi. Bisa memilih kata, bisa memilih intonasi.
Beda sekali dengan junjungan kita, Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam. Beliau tidak punya kemewahan seperti itu.
Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam, ketika Al-Qur’an turun, kapan Beliau harus membacakannya, kepada siapa Beliau harus membacakannya, dan kata-kata apa yang harus Beliau bacakan, *Beliau tidak punya pilihan sama sekali!*
Ada yang menarik untuk kita cermati dari kata yaqushshu (يَقُصُّ). Contohnya ada di surah Al-An’am 57.
قُلْ إِنِّيْ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَكَذَّبْتُمْ بِهٖۗ مَا عِنْدِيْ مَا تَسْتَعْجِلُوْنَ بِهٖۗ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلّٰهِ ۗيَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفٰصِلِيْنَ ٥٧
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (kebenarannya, yaitu Al-Qur’an) dari Tuhanku, sedangkan kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.”
Yaqushshu artinya Dia (Allah) menjelaskan. Atau, Dia menceritakan. Dia menyebutkan. Dia menekankan. Dia menggarisbawahi.
Yaqushshu punya makna yang sangat dalam.
It even suggests that the tone he uses to recite the aayaat is not up to him.
Yaqushshu mengarahkan kita untuk memahami bahwa, bahkan intonasi yang Rasulullah gunakan untuk membacakan ayatnya, bukan terserah Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam.
He has to recite them the way Allah wants him to.
Rasulullah harus membacakan Al-Qur’an dengan cara yang Allah inginkan untuk membacakannya.
Sekarang, mari kita pikirkan, bisakah kita mengatakan kata-kata yang keras, atau kata-kata yang orang-orang tidak ingin dengar, dengan tutur kata yang lembut, dengan intonasi yang bersahabat?
Seperti saat anak-anak kita tidak ingin menjawab pertanyaan kita.
“Sudahkah kalian mengerjakan PR?” (dengan penuh kelembutan)
“Hsswryxtxzlmnhh …” (anak-anak bergumam dengan jawaban yang tidak jelas)
“Apa tadi yang kalian katakan?” (dengan intonasi rendah, tersenyum, dan bersahabat)
“Aasssishanswassashh …” (anak-anak masih menggunakan bahasa planet yang tidak jelas)
“Katakan yang jelas!!!” (dengan intonasi yang meninggi)
“Sssa … sssayaa belum mengerjakannya …” (akhirnya anak-anak membuat sebuah pengakuan)
Kita sebagai orang tua, masih punya pilihan, kata-kata apa yang kita pilih, intonasi rendah atau tinggi yang kita gunakan, saat bicara dengan anak-anak kita.
Tapi Rasulullah?
Beliau shallallaahu ‘alayhi wasallam harus membacakan ayat-ayat-Nya … as it is… apa adanya.
Apa yang harus dikatakan, bagaimana mengatakannya, Rasulullah tidak punya pilihan. Di banyak kesempatan, seperti itu.
Sulit nggak, jadi Rasulullah itu? Bayangkan jika Anda harus mengemban tugas kerasulan itu.
You have to be a slave, complete slave, to give in to that demand and speak about the Quran that way. Or speak the words that way.
Anda harus menjadi hamba, sebenar-benarnya hamba, untuk memenuhi permintaan itu dan berbicara tentang Al-Qur’an dengan cara seperti itu. Atau, mengucapkan kalam ilahi dengan cara seperti itu.
Insyaallah kita lanjutkan di part berikutnya.
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 18. Al-Kahf / 13. Al-Kahf (Ayah 1d) – A Deeper Look (45:09 – 47:22)
Materi VoB Hari ke-460 Sore | The Aaya that Goes Against Himself
Oleh: Heru Wibowo
#FridayAlKahfiWeek66Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
The ultimate control is on your tongue. Kendali utamanya ada di lidah Anda. Begitulah seharusnya saat kita bicara.
Tapi Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam, beda. Rasulullah adalah hamba, sebenar-benarnya hamba, sampai satu kata pun dari Al-Qur’an, tidak boleh meleset. Akurasinya, dan juga intonasinya.
Walam yaj’al lahu ‘iwajaa (وَلَمْ يَجْعَلْ لَّهٗ عِوَجًا). Dan Dia tidak menjadikannya bengkok.
Apanya yang tidak bengkok? Al-Qur’an itu sendiri tidak bengkok. Tapi masih ada lagi yang luar biasa, yang lebih dari itu. Yang tidak bengkok.
The way it was delivered. Cara Al-Qur’an dibacakan.
Who the aayas are coming to. Kepada siapa ayat-ayat-Nya turun.
Who the Messenger was talking to. Kepada siapa Rasulullah berbicara.
When He was talking. Kapan Rasulullah membacakannya.
Semuanya itu sempurna. Semuanya tidak bengkok. Walam yaj’al lahu ‘iwajaa.
Bahkan kadang-kadang Rasulullah membaca ayat yang go against himself. Yang “kena” bukan orang lain, tapi diri Rasulullah sendiri.
Lagi-lagi, mudah nggak, jadi Rasulullah itu?
Coba Anda bayangkan jika Anda jadi Rasulullah.
Bisakah Anda membayangkan, Allah memberi Anda kata-kata, yang Anda sendiri mungkin tidak suka mendengarnya?
Belum titik. Bisakah Anda bayangkan juga, kata-kata yang mungkin tidak Anda suka itu, Anda harus membacakan kata-kata itu, di hadapan banyak orang.
Bisa Anda bayangkan?
Kita semua punya masalah ego. Jika kita melakukan kesalahan, mudahkah kita mengaku, “Aku bersalah.” Atau, “Itu murni kesalahanku.”
Mudah?
Sulit. Sangat sulit.
The more public you become, the harder it becomes. Semakin kita dikenal publik, semakin sulit kita mengakui kesalahan kita.
Apalagi jika harus mengakui kesalahan di depan publik. Terasa sangat memalukan. Sekaligus memilukan.
Lalu jika Anda merasa malu, apa itu artinya? Kontradiksi apa yang terjadi di dalam diri Anda?
Kebanggaan Anda. Perasaan Anda, perasaan ingin dihormati. Atau martabat Anda. Seakan-akan semua itu dipertanyakan saat Anda harus mengakui kesalahan Anda.
Apalagi jika ada orang yang menunjukkan kesalahan Anda di depan publik … itu bisa membuat Anda sangat marah.
Sekarang, mari kita simak fakta yang menarik ini.
Sampai dengan Hari Kebangkitan nanti, para pembaca Al-Qur’an akan membaca ‘abasa watawallaa (عَبَسَ وَتَوَلّٰىٓ).
Padahal kejadiannya hanya satu kali. Saat Beliau shallallaahu ‘alayhi wasallam mengernyitkan dahi kala itu.
Beliau juga harus membaca ayat itu. Beliau harus membaca ‘abasa watawallaa. Beliau jadi tahu bahwa Allah tidak happy dengan Beliau mengernyitkan dahi itu.
Faktanya, luar biasa. Miliaran manusia, dari generasi ke generasi, membacanya, mempelajarinya.
Ustaz membayangkan, suatu hari Ustaz melakukan kesalahan. Lalu ada halaqah di berbagai tempat yang isinya membahas kesalahan Ustaz tadi.
Dan Ustaz juga duduk di dalam halaqah itu! Mudahkah Ustaz ikut duduk di dalam halaqah tersebut?
Sebagai ‘abd yang benar-benar ‘abd, seharusnya tidak ada setitik debu kebanggaan yang masih tersisa di dalam diri Anda, di hadapan-Nya.
Jika kebanggaan di dalam diri sudah nol persen, di titik itulah Anda telah seratus persen menjadi ‘abd.
Insyaallah kita lanjutkan pekan depan.
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 18. Al-Kahf / 13. Al-Kahf (Ayah 1d) – A Deeper Look (47:22 – 50:05)
Penutup
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.
Jazakumullahu khairan
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah
Kepada semua ikhwah di NAK Indonesia ,mohon bantuanya informasi tentang hal-hal sbb :
1.Voice of Bayyinah apakah hanya bisa dilihat lewat Bayyinah TV ?
2.Bayarnya tiap bulan apakah pakai kartu debit atau bagaimana ?
3.Video-video di Bayyinah TV apakah ada subtitle bahasa Indonesianya ? Masalah terbesarnya saya tidak bisa bahasa Inggris.
4.Jika tidak ada subtitle bahasa Indonesianya, apakah video-video tersebut masih bisa di auto translate seperti pada sebagian video-video YouTube ?
Mudah -mudahan ada yang bersedia membantu menjelaskan 🙏.
LikeLike