Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-467
Topik: Pearls from Al-Kahfi
Jum’at, 1 Oktober 2021
Materi VoB Hari ke-467 Pagi | The Monster Inside Us
Oleh: Wina Wellyanna
#FridayAlKahfiWeek67Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Jika kebanggaan di dalam diri sudah nol persen, di titik itulah Anda telah seratus persen menjadi ’abd.
Inilah yang dimaksud dengan wa lam yaj’al lahụ ‘iwajā.
“Dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya”
Bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan tentu, sangat berat malahan.
I have accepted the superiority of Allah. Saya menerima supremasi Allah atas diri saya.
And as the result, I have accepted my place as ‘abd’, I am nothing. Oleh karena itu, saya menerima bahwa saya adalah hamba-Nya, tanpa atribut gelar atau jabatan di hadapan-Nya.
Ketika kita sudah sampai pada titik kesadaran ini, jadi lebih mudah untuk menerima kesalahan kita yang terumbar ke luar.
Ketika sampai pada titik ini, lebih mudah mengatasi kebanggan diri kita, menghilangkannya sih tidak mungkin, karena ia seperti sosok “hewan” di dalam diri kita, ia akan terus menjadi ujian yang harus kita atasi.
Sesekali mungkin pride atau kebanggaan diri kita “menggigit” salah seorang di sekitar kita.
Q.S Al-Hasyr ayat 9 menerangkan tentang hal ini:
وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ
Wa may yụqa syuḥḥa nafsihī fa ulā`ika humul-mufliḥụn
“Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran (syuḥḥa) dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”
Syuḥḥa ini ibaratnya monster yang ada di setiap kita.
Tetapi Al-Qur’an tidak memiliki kebengkokan, malah ia akan meluruskan kebengkokan kita.
Sekarang kita mendapat gambaran, bahwa kata-kata di dalam Al-Qur’an tidak bisa kita negosiasikan.
Gambaran paling jelas adalah Rasulullah ﷺ, Beliau tidak pernah mengurangi satu huruf pun ketika menyampaikan isi Al-Qur’an.
Banyak contohnya, bahkan dalam surat yang sedang kita bahas, pada ayat selanjutnya, ayat 28 surat Al-Kahfi:
Wa lā tuṭi’ man agfalnā qalbahụ ‘an żikrinā
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami”
Mungkin suatu hari kita mendapat kesempatan berbicara dengan seseorang yang memiliki jabatan penting, misal Bapak Walikota atau Bapak Gubernur atau Bapak Presiden, tentu tidak mudah membuat janji temu dengan mereka dari segi waktu.
Ketika bertemu, kita harus menyampaikan ayat 28 tersebut tanpa mengurangi sedikitpun
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
Ingat, mereka adalah orang penting sehingga waktu bertemunya pun terbatas, dan kita hanya diberi waktu 2 detik.
Kemudian yang kita sampaikan adalah ayat tersebut.
Nabi Musa, a.s harus bertemu dengan seorang raja, Fir’aun tepatnya untuk menyampaikan firman Allah.
Lalu, ketika bertemu dengan Fir’aun yang telah membesarkannya, apakah ia berbasa-basi terlebih dahulu?
“Hai, apa kabarmu, Raja? Apakah kamar saya yang dahulu masih ada?”
“Wah, singgasana Anda berubah ya?”
Tidak, Nabi Musa, a.s masuk dan mengatakan:
“Bebaskan orang-orang Israil dan izinkan mereka pergi.”
Apakah kata-kata seperti itu yang pantas diucapkan kepada seorang raja?
YES. Karena bukan Nabi Musa yang mengatur ucapannya, Beliau mendapat perintah dari Allah.
Beruntungnya kita tidak dalam posisi tersebut ya, karena pasti sulit.
Kita tidak diberitahu apa yang harus dikatakan dan kapan harus mengatakannya.
Insyaallah kita lanjutkan ke part 2.
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 18. Al-Kahf / 13. Al-Kahf (Ayah 1d) – A Deeper Look (50:06 – 52:16)
Materi VoB Hari ke-467 Siang | Mau Berubah Atau Tidak, Tetap Harus Disampaikan
Oleh: Wina Wellyanna
#FridayAlKahfiWeek67Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Kita diberikan Al-Qur’an, dan membaca kisah-kisah tersebut.
Sehingga kita jadi lebih sedikit tactful, sedikit lebih “bijaksana” ketika menyampaikan.
Karena bukan dalam posisi Nabi Musa, a.s, kita bisa memilih mana yang mau kita sampaikan dan mana yang tidak akan kita sampaikan, kita memang tidak memiliki kemampuan seperti yang dimiliki para Nabi.
Tapi, bukan berarti ketika harus menyampaikan nilai-nilai penting dari kitab ini, demi of being kind, menjaga perasaan orang lain, hal yang kita sampaikan malah menyimpang.
“Tidak apa-apa menyentuh sedikit keharaman, mereka kelak akan belajar juga kok”
Memang orang akan belajar dan bertumbuh kelak, tapi sedari awal harus diberitahu mana hal yang diharamkan mana yang tidak.
Kita tidak boleh menutupi hal-hal yang benar dan salah dari orang-orang yang masih belajar, meski kita paham bahwa mereka tidak akan mungkin berubah dalam waktu cepat, tapi yang benar dan salah harus disampaikan.
Nilai-nilai di dalam Al-Qur’an tidak memiliki kebengkokan, meski manusia tidak menjadi lurus dengan cepat.
Manusia membutuhkan waktu untuk menghilangkan kebengkokannya.
Sementara nilai-nilai dalam Al-Qur’an tidak akan pernah berubah, selalu lurus. Prinsip dalam agama ini tidak akan pernah berubah.
Maka, kelembutan kita, kesabaran kita adalah tentang bagaimana menghadapi orang-orang yang belum berubah.
“Padahal saya sudah memberikan dalil ayatnya, hadisnya, tapi dia tetap tidak berubah!”
Wah, iyakah? Dia masih tetap tidak berubah meski sudah mengetahui dalilnya?
Coba kita kembali ke kisah generasi sahabat, generasi terbaik.
Apakah ada di antara mereka yang memiliki kecanduan minum-minuman keras?
Ketika ayat tentang pelarangan minuman keras, apakah langsung berubah saat itu juga?
Tidak.
Ayat yang pertama-tama turun tentang alkohol menjelaskan tentang keharamannya, serta alkohol lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
Kemudian ayat selanjutnya tentang alkohol, Allah menyampaikan, janganlah salat ketika sedang mabuk.
Ayat ketiga tentang alkohol, Allah menyampaikan bahwa meminum khamr adalah termasuk perbuatan setan.
Perlu kita pahami, ada dua jenis haram, haram yang pertama tidak termasuk perbuatan setan, hanya saja perbuatan tersebut haram, contohnya babi, ia salah satu ciptaan Allah, tapi haram untuk dimakan, Allah tidak mengatakan memakan babi adalah termasuk perbuatan setan.
Insyaallah kita lanjutkan ke part 3.
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 18. Al-Kahf / 13. Al-Kahf (Ayah 1d) – A Deeper Look (52:16 – 55:05)
Materi VoB Hari ke-467 Sore | Manusia Ibarat Pohon
Oleh: Wina Wellyanna
#FridayAlKahfiWeek67Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Sementara Allah mengatakan meminum khamr adalah salah satu perbuatan setan.
Artinya, ketika Allah mengatakan jangan mabuk ketika salat, atau tidak langsung mengatakan bahwa khamr itu haram, Allah mengerti bahwa para sahabat, tidak bisa secepat itu berubah.
Tapi ada salah satu sahabat yang paling cerdas, begitu Allah menurunkan ayat pertama tentang khamr dan dosa, ia langsung meninggalkan khamr saat itu juga.
Sementara ada para sahabat yang lain tidak sekuat itu.
Ada beberapa terjemahan yang mengatakan keharamannya lebih besar daripada manfaatnya, padahal dalam ayat 219 surat Al-Baqarah tidak menyebut “haram” alih-alih menyebut إِثْمٌ (dosa).
Jadi terjemahan yang tepat adalah dosanya lebih besar daripada manfaatnya.
Meminum khamr adalah perbuatan dosa, Allah menerangkan dengan sejelas itu.
Sulit karena khamr kita tau memiliki kandungan adiktif, sulit bagi seseorang yang sudah kecanduan untuk langsung berhenti begitu saja.
Butuh waktu untuk lepas dari kecanduan alkohol.
Dengan berjalannya waktu, Allah menurunkan ayat yang lebih kuat dari yang sebelumnya. Tapi dari awal, Allah tidak menutupi bahwa meminum alkohol adalah perbuatan berdosa.
Jadi ya, tentu saja manusia butuh waktu untuk berubah.
Jika kita sudah memberi nasihat dan mereka masih belum berubah, ya santai saja, tidak ada yang diberi nasihat sekali kemudian langsung berubah.
Jika saja semudah itu, tidak akan ada konsep tarbiyah.
Tidak akan ada konsep seiring berjalannya waktu manusia akan menjadi lebih baik.
Tidak ada pentingnya Rasulullah ﷺ pernah memberikan contoh bahwa para sahabat dibandingkan dengan pohon.
Apakah pohon tumbuh dalam semalam? Tidak.
Semua orang memulai dari benih yang kemudian akan tumbuh besar dan tinggi menjadi pohon.
Hal yang diperlukan adalah waktu dan kerja keras.
Saat kita mengatakan
“Aku sudah memberikan dalil dan menyuruhnya berubah, tapi ia tidak berubah”
Masalahnya bukan di orang lain tapi di diri kita.
Kita tidak sesabar Nabi Nuh, beliau yang lebih berhak mengatakan hal tersebut, setelah berdakwah 900-an tahun tapi umatnya tetap tidak berubah.
Kekesalan kita karena kita tidak memahami perbedaan antara gambaran tentang kesempurnaan dan manusia tidak sempurna.
Al-Qur’an adalah gambaran kesempurnaan, manusia tidak sempurna.
Dan karena manusia tidak sempurna (bengkok), kita tidak mau menerima kebengkokan tersebut.
Tapi pada saat yang bersamaan, kita juga tidak berharap manusia itu sempurna.
Kita akan membiarkan manusia menjadi lurus seiring berlalunya waktu.
قَيِّمًا
Qayyiman. Yang lurus.
In syaa Allah akan kita lanjutkan minggu depan.
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 18. Al-Kahf / 13. Al-Kahf (Ayah 1d) – A Deeper Look (55:06 – 57:53 END)
Penutup
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.
Jazakumullahu khairan
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah