[VoB2021] Maa Anaa Biqaari’


Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-433

Topik: Historical Order

Sabtu, 28 Agustus 2021

Materi VoB Hari ke-433 Pagi | Maa Anaa Biqaari’

💎💎💎💎💎

Oleh: Heru Wibowo

#SaturdayHistoricalOrderWeek62Part1

Part 1

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ 

Konteks atau asbaabun nuzuul turunnya Al-‘Alaq sudah kita pelajari di materi sebelumnya.

Sekarang kita akan mencoba melakukan analisis terhadap ayat-ayat pembuka surah Al-‘Alaq ini.

Ada banyak diskusi tentang gap antara lima ayat pertama Al-‘Alaq dengan ayat-ayat lanjutannya.

Ada yang bilang bahwa gap itu adalah beberapa tahun, dan ada yang bilang hanya beberapa bulan. Kita memang tidak tahu pastinya.

Tapi kita bisa memastikan bahwa, ketika Allah menggabungkan lima ayat pertama dan ayat-ayat berikutnya dalam satu surah, pasti ada kebijaksanaan Allah di balik itu.

Meski lima ayat pertama dan ayat-ayat Al-‘Alaq yang diturunkan berikutnya, diturunkan di waktu yang berbeda, di kesempatan yang tidak sama, tapi Allah telah memutuskan bahwa semuanya berada di surah yang sama: surah Al-‘Alaq.

Mengapa demikian?

Karena Allah punya tujuan. Dan karena ada koherensi di keseluruhan 19 ayat itu: 5 ayat pertama dan 14 ayat yang turun kemudian. Juga, ada pesan Allah di balik itu.

Ayat pertama dimulai dengan iqra’ bismirabbikalladzii khalaq.

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١

Read in the name of your Master who created. 

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan!” (QS Al-‘Alaq, 96:1)

Inilah wahyu pertama yang diberikan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam.

Hal pertama yang perlu dicatat di sini adalah bahwa Rasulullah itu sendiri dikenal sebagai annabiy al-ummiyy.

Artinya, orang yang tidak mampu membaca dan menulis (incapable of reading and writing), seakan-akan Beliau baru saja keluar dari rahim ibundanya.

Kata ummiyy digunakan untuk orang yang buta huruf (unlettered people). Artinya adalah orang yang tidak literate. Orang yang tidak punya literasi. Orang yang tidak punya kemampuan menulis dan membaca.

Tapi istilah ummiyy itu sendiri berasal sebenarnya dari umm atau ibu, seakan-akan pendidikan Rasulullah itu setara dengan pendidikan dari seorang bayi yang baru dilahirkan dari rahim seorang ibu.

Luar biasa bahwa kata ini, yakni Iqra’! … (atau Read! … atau Bacalah! …) diturunkan ke seseorang yang tidak bisa membaca dan menulis.

Oleh karena itu kita bisa memahami respons Rasulullah saat Jibril ‘alayhis salaam meminta Beliau untuk membaca. 

Beliau bilang, “Maa anaa biqaari’ …”.

مَا أَنَا بِقَارِئٍ

I am not someone who can read.” “Saya bukanlah seseorang yang bisa membaca.”

Insyaa Allaah kita lanjutkan di part berikutnya.

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Concise Commentary / 96. Al-‘Alaq / 02. Al-‘Alaq (Ayah 1-19) – A Concise Commentary (00:00 – 02:05)


Materi VoB Hari ke-433 Siang | Kontaminasi Minimal

💎💎💎💎💎

Oleh: Heru Wibowo

#SaturdayHistoricalOrderWeek62Part2

Part 2

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ 

Di Part 1, ada hal yang luar biasa. Yakni, ayat “Bacalah!” turun ke seseorang yang tidak bisa membaca dan menulis.

Sekarang, mari kita simak bahwa ada lagi hal yang luar biasa, yang lain. Yakni bahwa mayoritas penduduk Makkah saat itu adalah juga orang-orang yang buta huruf.

Jadi Allah telah memilih sebuah masyarakat yang tingkat pendidikannya di dunia termasuk yang terbelakang saat itu. Terbelakang di seantero planet.

Di luar Makkah ada peradaban lain yang lebih maju di bidang filsafat (philosophy), puisi (poetry), literatur (literature), matematika (mathematics), sains (science), dan lain-lain. 

Bangsa Romawi dan Tiongkok juga punya warisan yang menunjukkan bahwa mereka sudah punya peradaban yang tinggi.

Ada bangsa-bangsa lain yang juga memiliki sejarah yang panjang dalam bidang kebudayaan, penulisan buku, termasuk buku-buku sejarah dan filsafat dan lain sebagainya.

Sementara itu tradisi bangsa Arab adalah tradisi lisan. Sebagian besarnya seperti itu.

Dengan demikian, dari sudut pandang pendidikan, bangsa Arab adalah termasuk terbelakang dibandingkan bangsa-bangsa yang lain.

Di bidang infrastruktur, orang-orang Makkah pun termasuk terbelakang. 

Maka kita bisa berpikir, mengapa wahyu itu tidak diturunkan saja ke salah seorang dari kerajaan Romawi, misalnya?

Karena bangsanya sudah bangsa yang berpengaruh, bukankah Islam akan lebih pesat perkembangannya?

Tapi itu tadi adalah logika manusia, bukan logika ketuhanan.

Sekarang mari kita pikirkan tentang lokasi yang dipilih oleh Allah untuk menurunkan wahyu-Nya itu.

Lokasinya strategis. Karena di situlah dulu Nabi Ibrahim membangun, atau membangun kembali, Ka’bah.

Lalu dari sudut pandang sosiologi, ada beberapa manfaat yang bisa diamati. Salah satunya adalah bahwa orang-orang Arab itu tidak terkontaminasi dengan filsafat. Tidak terkontaminasi dengan mitologi. 

Benarkah begitu? 

Apakah orang-orang Arab itu sama sekali tidak terkontaminasi oleh apa pun? 

Seratus persen “lugu”?

Tidak begitu juga, sebenarnya. Ada sisa-sisa syirik dari warisan nenek moyang mereka di masa lalu.

Maksudnya adalah nenek moyang setelah jauh dari pengajaran agama yang murni dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Tapi mereka bukanlah kaum yang punya peradaban tertentu sedemikian rupa sehingga memungkinkan pencampuran Islam dengan filsafat atau yang sejenisnya.

Dari sudut pandang kemurnian ajaran Islam, di tangan orang Arab, kontaminasinya minimal.

Insyaa Allaah kita lanjutkan di part berikutnya.

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Concise Commentary / 96. Al-‘Alaq / 02. Al-‘Alaq (Ayah 1-19) – A Concise Commentary (02:05 – 04:00)


Materi VoB Hari ke-433 Sore | Too Straight Forward

💎💎💎💎💎

Oleh: Heru Wibowo

#SaturdayHistoricalOrderWeek62Part3

Part 3

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ 

Apa yang terjadi dengan bangsa-bangsa lain, terutama ketika Islam tersebar ke berbagai bangsa di dunia itu?

Maka ketika Islam akhirnya menembus batas bangsa-bangsa, Islam mengalami kontak dengan filsafat Yunani, misalnya. Dan sebelum itu orang-orang sudah terkesan dengan filsafat Yunani.

Bisa ditebak bahwa yang muncul berikutnya adalah pemikiran tentang Islam dilihat dari kacamata filsafat Yunani.

Di fase berikutnya, terjadi rekonsiliasi antara logika filsafat Yunani dengan logika keislaman.

Dan itu memang benar-benar terjadi. 

Jadi, pengaruh warisan peradaban bangsa-bangsa itu akhirnya memengaruhi wawasan keislaman penganutnya.

Tentu saja kita perlu menangkal atau melakukan undo terhadap masuknya pengaruh-pengaruh itu meski agak susah dan kompleks urusannya.

⏸️⏸️⏸️⏸️⏸️

Kembali ke orang Arab, kita bersyukur bahwa ajaran Islam itu terjaga kemurniannya. Tidak ada kontaminasi dari filsafat atau yang sejenis itu, dari orang Arab.

Mereka, orang-orang Arab itu adalah clean-cut-straight-forward people. Orang-orang yang berpikiran lurus, bersih, dan apa adanya.

Yang juga luar biasa dari orang Arab adalah bahwa bahasa mereka bisa dibilang tidak berlebihan (void of exaggeration). Bahasa mereka bukan bahasa yang abstrak. Bahasa mereka lugas, tidak berbelit-belit.

Maka hal ini sangat cocok dengan apa yang Allah turunkan. Cocok dengan ayat-ayat Allah yang berisi pesan yang bersifat langsung (direct messages).

Menarik untuk dicatat bahwa ketika Islam masuk ke Barat untuk pertama kalinya, kritik awal terhadap Islam oleh bangsa Yunani dan ahli-ahli filsafat dari Eropa lainnya adalah bahwa bahasa Islam itu terlalu mudah.

Terlalu lurus. Terlalu jujur. Terlalu polos. Terlalu terus-terang. Too straight forward. Itulah kesan pertama mereka tentang Islam.

Islam itu kurang abstrak. Islam itu kurang “berputar-putar di awan”. Islam itu kurang membingungkan.

Ustaz ingin tahu apakah murid-murid beliau ada yang pernah mengambil mata kuliah atau kelas filsafat.

Profesor yang mengajar filsafat itu kadang tampak gila. Bicaranya aneh. Begitu masuk ruangan, tiba-tiba dia bilang, “Tahukah kalian … tidak ada satu pun dari kita yang benar-benar sedang berada di sini …” 😊

Lalu sang profesor mulai bicara tentang hal-hal yang nyata yang tiba-tiba menjadi abstrak. Dan hal-hal yang abstrak yang seakan-akan tampak menjadi sangat nyata. 😊

Dan anehnya … seluruh isi ruangan juga mengangguk-angguk dan bergumam, “Benar … Anda benar, Prof …”

Jadi, mereka merasa aneh mengapa Islam tidak bikin gila seperti itu 😊. Mereka “kecewa”, mengapa Islam itu straight forward, terlalu apa adanya.

Islam mengajarkan umatnya untuk observe reality as you see in front of you. Untuk mengamati realitas sebagaimana yang terlihat di depan mata.

Islam meminta umatnya untuk belajar sejarah. Untuk melihat gunung yang ditegakkan.

Bukan hal-hal yang abstrak. Tapi hal-hal yang bisa dilihat dan dipersepsi. Termasuk melihat pengalaman kita sendiri sebagai manusia.

Melihat bagaimana kita diciptakan. Melihat dari mana kita berasal. 

Jadi, meski orang-orang Arab itu punya syirik warisan dari nenek moyang mereka, tapi fithrah mereka belum rusak.

Dan diharapkan, orang-orang Arab itu bisa menerima sebuah pesan yang baru, pesan yang suci, pesan yang tidak terkontaminasi oleh filsafat, peradaban, atau gagasan apa pun yang mengotori kemurniannya.

Insyaa Allaah kita lanjutkan pekan depan.

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Concise Commentary / 96. Al-‘Alaq / 02. Al-‘Alaq (Ayah 1-19) – A Concise Commentary (04:00 – 06:34)


Penutup

Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team 

Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s