Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-408
Topik: Pearls from Al Baqarah
Selasa, 3 Agustus 2021
Materi VoB Hari ke-408 Pagi | No Higher Term than the Slave of Allah
Oleh: Heru Wibowo
#TuesdayAlBaqarahWeek59Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Pesaing-pesaing Allah itu ada di dalam diri kita.
Maka Allah perlu mengingatkan. “Lihatlah berbagai nikmat yang telah Aku anugerahkan kepadamu.”
Lalu mari kita pikirkan baik-baik. Mengapa kita tega untuk membuat pesaing-pesaing bagi Allah. Wa antum ta’lamuun. Padahal kita semua mengetahui.
Benarkah kita semua mengetahui?
Ya. Kita semua mengetahui. Apalagi ilmu ini sebenarnya bukanlah ilmu wahyu. Bukan knowledge of revelation.
Yang dibutuhkan adalah bersikap jujur. Mau mengakui segala pemberian Allah yang tak terhitung itu.
Tengoklah ke dalam. Sedalam-dalamnya. Karena di kedalaman itulah kita akan menemukan kejujuran diri. Kita akan mengakui apa yang seharusnya kita akui.
Melalui perenungan yang dalam, kita akan sadar bahwa Allah tidak sekadar menciptakan kita. Allah melakukannya dengan penuh rasa cinta.
Dan untuk itulah kita harus kembali kepada Allah.
Lalu Allah bicara tentang wahyu di ayat selanjutnya.
وَإِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ ۖ وَادْعُوْا شُهَدَاۤءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ إِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ ٢٣
Wa in kuntum fii raybin mimmaa nazzalnaa ‘alaa ‘abdinaa fa’tuu bisuuratin min mitslihii wad’uu syuhadaa-akum min duunillaahi in kuntum shaadiqiin (QS Al-Baqarah, 2:23).
“Jika kamu berada dalam keraguan tentang apa (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Nabi Muhammad), buatlah satu surah yang semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
Kata rayb muncul lagi sekarang. Sebelumnya kata rayb ada di awal Al-Baqarah: dzaalikal kitaabu laa rayba fiih.
Di awal Al-Baqarah itu sudah dijelaskan bahwa tidak ada ruang atau celah sesempit apa pun untuk merasa ragu dengan Kitab (Al-Qur’an) ini.
Tapi, meski begitu, jika saja mereka masih punya keraguan itu, masih tidak yakin bahwa Al-Qur’an adalah kata-kata Allah, ayat ke-23 ini disediakan untuk mereka.
Yang juga menarik untuk kita cermati adalah kata-kata mimmaa nazzalnaa ‘alaa ‘abdinaa. Bukan mimmaa nazzalnaa ‘alaa rasuulinaa.
Mengapa Allah memilih kata ‘abdinaa, bukan rasuulinaa?
Allah sedang mengajari manusia supaya kita menjadi slaves. Supaya kita menjadi hamba-Nya.
Di ayat sebelumnya, ayat 21, kita sudah menyimak u’buduu rabbakum. Sebuah kata perintah untuk kita, manusia.
Dan di ayat 23 ini, kita diberi contoh. Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam. Tapi di ayat ini Rasulullah disebut sebagai ‘abdinaa, bukan rasuulinaa.
Al-Qur’an begitu indah. Buat kita, Beliau adalah Rasulullah. Tapi di tempat yang tertinggi, Beliau justru dipanggil ‘abd, bukan Rasulullah.
فَأَوْحٰىٓ إِلٰى عَبْدِهٖ مَآ أَوْحٰىۗ ١٠
Fa awhaa ilaa ‘abdihii maa awhaa (QS An-Najm, 53:10).
“Lalu, dia (Jibril) menyampaikan wahyu kepada hamba-Nya (Nabi Muhammad) apa yang Dia wahyukan.”
Di Sidratil Muntaha, Beliau shallallaahu ‘alayhi wasallam masih bisa lanjut, sementara Jibril ‘alayhis salaam tidak bisa melewati screening di sana.
Meski Rasulullah mencapai ketinggian singgasana-Nya, Allah menyebut Beliau sebagai ‘abd.
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ أَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَ قْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ ءَايٰتِنَاۗ إِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ١
(QS Al-Isra’, 17:1)
“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Kata yang Allah gunakan di surah Al-Isra’ ayat pertama ini adalah bi’abdihii. Bukan birasuulihii. Dan ayat ini melukiskan tempat tertinggi yang pernah dicapai oleh Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Mungkin masih ada di antara kita yang merasa tidak bangga disebut ‘abd. Padahal Rasulullah di ketinggian singgasana-Nya itu pun, ayat pertama Al-Isra’ ini membuktikan bahwa ‘abd adalah sebutan kehormatan untuk Beliau shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Konsep ini adalah konsep yang menarik. Dan kita harus benar-benar memahami konsep ini.
In this life, there is no lower label or position that is lower than a slave. Dalam kehidupan dunia ini, tidak ada posisi yang lebih rendah dari seorang hamba. Budak. Kacung.
Itu adalah jika kita menghamba kepada manusia.
Lalu bagaimana ceritanya jika kita menghamba kepada Allah?
There is no higher term in existence than the slave of Allah. Tidak ada istilah yang lebih tinggi, tidak ada posisi yang lebih tinggi, daripada hamba Allah.
Insyaa Allaah kita lanjutkan di part berikutnya.
💎💎💎💎💎
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 2. Al-Baqarah / 08. Al-Baqarah (Ayah 21-23) – A Deeper Look (44:57 – 48:38)
Materi VoB Hari ke-408 Siang | Pemilik Sah Kata Surah
Oleh: Heru Wibowo
#TuesdayAlBaqarahWeek59Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
There is no greater station than ‘Abdullaah. Tidak ada posisi yang lebih hebat dari “hamba Allah”.
Subhaanallaah.
Posisi yang penuh penghambaan, posisi yang penuh kerendahhatian, menjadi posisi yang paling dibanggakan.
Mengapa demikian?
Karena saat kita menjadi hamba Allah, yang paling kita pedulikan adalah bagaimana membuat-Nya happy.
Maka saat kita menghambakan diri kepada-Nya, mengambil posisi sebagai hamba-Nya, kita telah benar-benar “merdeka”.
Kita tidak didikte oleh persepsi komunitas terhadap diri kita. Kita tidak didikte oleh persepsi masyarakat terhadap diri kita.
Kita tidak didikte oleh apa yang dipikirkan pemerintah. Kita tidak didikte oleh apa yang dipikirkan media. Kita tidak didikte oleh apa yang dipikirkan oleh teman-teman kita.
Tidak satu pun dari itu semua membebani pikiran kita. Tidak satu pun dari itu semua mendikte kita.
Bukan: yang penting happy …
Tapi: yang penting Allah happy.
Kita tidak lagi menjadi hamba fashion.
Kita tidak lagi menjadi hamba tren budaya.
Kita tidak lagi menjadi hamba tekanan teman sejawat.
Kita telah terbebas dari semua jenis penghambaan karena kita telah menerima penghambaan hanya kepada Allah.
Itulah kebebasan sejati. Itulah kemerdekaan yang sesungguhnya. Jika kita tidak menghambakan diri kepada Allah, dijamin, kita akan menjadi hamba dari sesuatu yang lain. Bisa “sesuatu”, tapi bahkan bisa lebih dari satu.
Saat kita gagal memosisikan diri sebagai hamba-Nya, maka kita akhirnya menghadapi ayat ini.
Wa in kuntum fii raybin mimmaa nazzalnaa ‘alaa ‘abdinaa. Ayat yang diturunkan jika kita meragukan (Al-Qur’an) yang Allah turunkan kepada hamba-Nya yang bernama Muhammad shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Fa’tuu bisuuratin. Allah menyuruh orang-orang yang meragukan Al-Qur’an untuk membuat satu surah saja.
Subhaanallaah.
Orang-orang Arab belum pernah mendengarkan kata-kata itu digunakan dengan cara seperti itu.
Mereka belum pernah mendengar suurah sebagai sebuah satuan bahasa. Bukan bahasa. Bukan kalimat. Bukan alinea.
Belum pernah ada satu pun orang Arab saat itu yang pernah menggunakan kata suurah.
Dan “surah” itu memang unik. Khas Al-Qur’an. Kata “surah” adalah hak milik Al-Qur’an. Proprietary term of Al-Qur’an.
Allah telah melakukan sesuatu kepada bahasa Arab, bahasa yang sangat dibangga-banggakan oleh orang Arab, tapi yang dilakukan Allah itu belum pernah dilakukan oleh orang-orang Arab itu sendiri.
Kata suurah ini hanya salah satu contohnya.
Kata suurah berasal dari kata suur. Artinya adalah the ancient outside wall of a city. Tembok atau dinding bagian luar dari sebuah kota.
Dinding pembatas kota itu sendiri tujuannya adalah untuk melindungi kota. Dan untuk membatasi akses masuk ke kota.
Masuk ke dalam kota, tidak bisa begitu saja. Ada pemeriksaannya. Belum tentu setiap orang diizinkan memasukinya. Dan dinding kota itu dibuat sedemikian tingginya. Dan juga sedemikian tebalnya.
Mengapa dinding kota dibuat sangat tebal dan sangat tinggi?
Supaya tidak mudah dipanjat. Supaya tidak mudah ditembus secara paksa. Itulah gagasan tentang suur.
A large outside wall of a city. Sebuah dinding luar dari sebuah kota yang sangat tebal dan sangat tinggi.
Insyaa Allaah kita lanjutkan di part berikutnya.
💎💎💎💎💎
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 2. Al-Baqarah / 08. Al-Baqarah (Ayah 21-23) – A Deeper Look (48:38 – 51:49)
Materi VoB Hari ke-408 Sore | Hanya Setumpuk Lego
Oleh: Heru Wibowo
#TuesdayAlBaqarahWeek59Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Mari kita sedikit melangkah ke belakang.
Saat kita membangun sebuah rumah. Dan kita ingin memberi tanda wilayah (territory) di sekeliling rumah kita.
Mungkin kita bisa membangun sebuah pagar (a fence). Atau mungkin kita membangun sebuah dinding (a wall).
Sekarang kita bayangkan sebuah istana milik seorang raja. Biasanya selalu ada pagar atau dinding yang dibangun di sekeliling istana itu.
Istana Bogor juga bisa dijadikan contoh. Kompleks Istana yang luasnya 1,5 hektare atau 15 ribu meter persegi itu juga dibatasi oleh pagar dan dinding.
Masyarakat kota Bogor dapat menikmati keindahan bagian dalam istana, termasuk ratusan rusa yang ada di dalamnya, dari luar pagar istana.
Pertanyaannya, bagian luar dinding atau pagar itu, apakah itu milik kita? Ataukah itu milik Raja atau Kepala Negara?
Rajalah pemiliknya.
Begitu juga dengan suurah.
Milik siapakah suurah itu? Milik Al-Qur’an. Milik Allah. Bukan milik orang-orang Arab di zaman itu.
Dan orang-orang Arab zaman itu pun tidak punya dinding semegah dinding yang dimiliki oleh kekaisaran Romawi dan Persia.
Raja berhak memutuskan bangunan mana saja yang akan diberi dinding. Biasanya, bangunan yang dikelilingi dinding adalah bangunan atau tempat yang bernilai tinggi.
Nah. Sekarang kita paham bahwa apa pun yang ada di dalam suur, adalah sesuatu yang bernilai tinggi.
Jadi ada tiga poin penting dari suur. Poin pertama adalah raja. Poin kedua adalah nilai yang tinggi. Poin ketiga adalah “bukan berasal dari sini”.
Suur mengingatkan orang-orang Arab akan raja Romawi dan Persia. Yang memiliki bangunan, tempat, dan sejarah yang bernilai tinggi. Yang itu semua bukan berasal dari tanah Arab.
Bagaimana dengan suurah?
Suurah mengingatkan kita akan Raja Manusia, Allah ta’aala. Yang memiliki firman dengan nilai yang tinggi. Yang itu semua bukan berasal dari karangan manusia.
Membangun dinding itu bersifat bottom-up. Mulai dari bata yang paling bawah. Lalu dilanjutkan satu lapis di atasnya. Demikian seterusnya sampai batanya menjulang.
Tapi suurah, dinding yang Allah bangun, itu bersifat top-down. Turun dari langit. Begitu suci dan sempurna. Maka siapa pun manusianya, tidak akan bisa membuat dinding (suurah) yang serupa dengan ciptaan-Nya.
Lalu Allah melanjutkan: min mitslihii. Atau suuratin min mitslihii. Bukan suuratin mitslihii.
Tidak usah seratus persen persis. Cukup sedikit saja menyerupai. Cukup satu persen saja kemiripannya.
Wad’uu syuhadaa-akum min duunillaahi. “Dan bawalah saksi-saksi kalian. Datangkanlah siapa pun yang kalian anggap ahli, selain Allah.”
In kuntum shaadiqiin. “Jika memang kalian adalah orang-orang yang benar.”
Kata syahid, syuhadaa’, di zaman itu dianggap sebagai ahli. Pakar. Tapi di ayat ini, gambarannya tidaklah sehebat seorang pakar.
Ibaratnya ayat-ayat Allah dikelilingi oleh tembok yang benar-benar tebal dan tinggi. Sementara kata-kata mereka, kata-kata dari orang-orang kafir itu, yang ingin menyerupai Al-Qur’an itu, yang mengelilinginya hanyalah setumpuk lego.
Insyaa Allaah kita lanjutkan minggu depan.
💎💎💎💎💎
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 2. Al-Baqarah / 08. Al-Baqarah (Ayah 21-23) – A Deeper Look (51:49 – 56:46) [End]
Penutup
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah