Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-404
Topik: Pearls from Al-Kahfi
Jum’at, 30 Juli 2021
Materi VoB Hari ke-404 Pagi | Keistimewaan Seorang Hamba
Oleh: Muchamad Musyafa’
#FridayAlKahfiWeek58Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم
Masih membahas tentang keistimewaan seorang yang menghambakan dirinya di hadapan Allah ﷻ.
Kita hidup di tengah masyarakat modern yang tahu banyak hal. Banyak sarjana, dosen dan para ahli ilmu di sekitar kita. Kadang kala ingin dalam diri kita untuk bisa membawa pesan Islam kepada mereka. Namun ketika kita berkaca, kita mengurungkan niat kita itu.
“Siapa diri ini. Kok bisa-bisanya ingin menasihati mereka yang jauh lebih pintar di atasku.”
“Bagaimana jika ucapan-ucapanku nanti ditertawakan oleh mereka.”
“Tahu apa aku ini?”
“Kedudukan apa yang aku miliki sehingga diri ini pantas menyampaikan pesan Islam kepada mereka?”
“Aku hanyalah seorang mahasiswa yang belum lulus.”
“Aku hanyalah seorang pedagang pasar.”
“Aku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa.”
Buanglah pikiran-pikiran seperti itu. Singkirkan khayalan macam itu. Cukuplah kedudukan kita sebagai hamba Allah ﷻ menjadikan diri kita pantas.
Jika Allah ﷻ telah menganugerahkan kedudukan ini kepada kita, maka tidak perlu lagi kita menunggu label lulusan universitas terkenal atau bekerja di bidang elite untuk bisa menyampaikan pesan Islam.
Allah menurunkan kitab-Nya kepada hamba-Nya. Bukan kepada orang Arab yang bisa membaca dan menulis. Cukuplah karakter penghambaan dari seorang Muhammad ﷺ menjadikannya mampu mengemban misi kerasulan.
Sebagai seorang yang memasrahkan diri kepada Allah sebagai hamba, seharusnya kita percaya diri.
Agama Islam adalah agama yang besar, dan agama ini membesarkan mereka yang mau menerima penghambaan dirinya kepada Allah ﷻ.
Orang Yahudi menganggap rendah nabi Muhammad ﷺ karena beliau tidak bisa membaca dan menulis. Tapi nyatanya hal itu tidak mengecilkan pribadi nabi Muhammad ﷺ. Serupa dengan itu, maka kita juga tidak boleh mengecilkan diri kita sendiri.
Para filsuf modern mempelajari Islam seperti seorang peneliti hewan yang mengamati singa, rusa di sebuah sabana. Seperti seorang ahli autopsi yang membedah mayat. Seperti seorang arkeolog yang menemukan fosil. Seperti apa yang kita lihat di sebuah tayangan Discovery Channel. Mereka melihat Islam sebagai spesies lain yang tidak setara dengan manusia.
Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Sekiranya Al-Qur’an itu sesuatu yang baik, tentu mereka tidak pantas mendahului kami (beriman) kepadanya.” (QS Al-Ahqaf 46:11)
Mereka menganggap jika Islam adalah agama yang benar, maka dengan keahlian ilmu yang mereka miliki pasti mereka akan beriman kepada Islam lebih dahulu.
Tetapi karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata, “Ini adalah dusta yang lama. (QS Al-Ahqaf 46:11)
Mereka menganggap apa yang disampaikan di dalam Islam adalah dusta, adalah dongeng-dongeng yang sudah usang. Dengan kata lain mereka orang-orang kafir menganggap bahwa Islam adalah agama yang rendah, primitif atau kuno.
Di ayat pertama Al-Kahfi ini, Allah ﷻ mengukuhkan kedudukan seorang Muhammad ﷺ sebagai seorang hamba. Allah ﷻ tidak menekankan kedudukan Rasulullah ﷺ sebagai seorang intelektual dengan latar belakang filosofis atau yang memiliki keilmuan yang berasal dari sebuah peradaban yang besar. Satu-satunya pengajaran yang dibutuhkan Rasulullah adalah ajaran dari Allah ﷻ.
Insya Allah bersambung.
Sumber : Bayyinah TV / Home / Quran / Surahs/ Al-Kahf/ 12. Al-Kahf (Ayah 1c) – Deeper Look (04.12-07.47)
Materi VoB Hari ke-404 Siang | Kitab
Oleh: Muchamad Musyafa’
#FridayAlKahfiWeek58Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم
Di luar kemampuan membaca dan menulis yang tidak dimiliki Rasulullah ﷺ, Rasulullah memiliki karakter yang kuat. Karakternyalah yang kemudian berbicara dengan sendirinya tentang kapabilitas Rasulullah.
Cendekiawan perintis di bidang psikologi beberapa di antaranya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri atau memiliki kepribadian yang aneh. Bisa jadi otak dan pemikiran mereka begitu maju dibanding orang lainnya. Tapi jika kita tengok kehidupan pribadinya, kita bisa menemukan hal-hal yang tidak wajar pada mereka.
Kita hanya bisa mengambil manfaat dari pemikiran-pemikiran mereka. Namun kita tidak akan bisa mengambil manfaat dari kepribadian mereka.
Berbeda dengan sosok di atas. Nabi Muhammad ﷺ disiapkan untuk menerima wahyu ilahi dari Allah ﷻ. Allah ﷻ mempersiapkan nabi Muhammad ﷺ sebagai sosok suri-teladan bagi umat manusia. Sehingga kita bisa mengambil manfaat dari apa yang disampaikan nabi Muhammad ﷺ yang berupa wahyu ilahi, dan juga kita bisa mengambil manfaat dari kepribadian nabi Muhammad, kita langsung bisa mencontohnya sebagai sosok teladan bagi umat.
Karena dia adalah hamba Allah.
Selanjutnya kita masuk pembahasan tentang kitab.
الْحَمْدُ لِلهَّ الَّذِي أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِه الْكِتَابَ وَلَمْ یَجْعَل لَّهُ عِوَجًا
Kata “كتب , kataba ” artinya menulis.
Secara istilah, kataba memiliki arti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya secara harmonis.
Ketika beberapa hal digabungkan bersama dengan harmonis, maka ia akan menjadi sebuah كِتَابَة , kitabah.
Menariknya kata kitab digunakan di dalam surat ini, sedangkan surat Al-Kahfi ini adalah sebuah surat Makiyyah.
Maksudnya adalah, ketika surat Al-Kahfi ini diturunkan, Pewahyuan Al-Qur’an masih jauh dari selesai. Al-Qur’an hanya disampaikan melalui bacaan-bacaan. Saat itu belum ada yang memulai mencatat Al-Qur’an. Belum ada aktivitas kataba saat itu. Hanya ada aktivitas qara’a.
Orang-orang di zaman itu jika membayangkan Al-Qur’an, maka yang ada di benak mereka adalah pengalaman lisan dari apa yang diucapkan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Berbeda dengan zaman sekarang di mana Al-Qur’an sudah lengkap diturunkan. Sudah ada yang mencatatkannya, dan membukukannya menjadi sebuah buku.
Qur’an secara bahasa adalah sesuatu yang dibaca. Ketika seseorang membaca, berbicara, maka istilah yang lebih tepat digunakan dalam bahasa lisan ini adalah kalam, hadis atau qaul. Beberapa istilah ini juga digunakan di dalam Al-Qur’an.
Lalu apa tujuan yang dimaksud ketika menggunakan istilah kitab pada suatu ayat di Al-Qur’an?
Insya Allah bersambung.
Sumber : Bayyinah TV / Home / Quran / Surahs/ Al-Kahf/ 12. Al-Kahf (Ayah 1c) – Deeper Look (07.48-10.14)
Materi VoB Hari ke-404 Sore | Susunan Al-Qur’an
Oleh: Muchamad Musyafa’
#FridayAlKahfiWeek58Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم
Para ahli mufasir banyak berpendapat bahwa ketika disebutkan kata kitab, maka yang dimaksud adalah sebuah kitab yang ada di Lauh Mahfuz. Allah ﷻ memberi tahu kita bahwa ada sebuah kitab yang sudah tertulis di Lauh Mahfuz.
Ketika Al-Qur’an disebutkan sebagai sebuah kitab, maka yang dimaksudkan adalah sebuah manuskrip asli dari Al-Qur’an yang ada di langit. Karena kitab Al-Qur’an yang ada di bumi ini hanyalah salinannya saja. Manuskrip aslinya ada di langit sana.
Kitab sebagai sesuatu yang digabungkan secara harmonis, mengindikasikan bahwa ketika wahyu Allah ﷻ itu diturunkan secara bertahap, lalu kemudian dikumpulkan maka apa yang sudah dikumpulkan tadi itu menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi.
Seperti ketika kita mengukir tulisan di atas batu menjadikannya sebuah prasasti, maka apa yang sudah dituliskan itu akan tetap seperti itu. Penulisan kata-katanya dan urutan kata-katanya tidak akan bisa diubah.
Tidak bisa seseorang menghapus tulisan di prasasti. Jika ada yang menghapus maka prasasti itu akan terlihat cacat. Orang-orang akan mudah mengetahui jika ada yang mengubah isi prasasti itu. Prasasti itu sudah tidak lagi asli.
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah ﷻ selama 23 tahun dengan urutan tertentu, diawali 5 ayat dari surat Al-Alaq lalu kemudian disusul dengan wahyu-wahyu lainnya.
Tapi ketika Al-Qur’an telah terkumpul maka ia memiliki susunan sendiri, susunan tersebut sudah ditentukan sesuai dengan urutan yang sudah ada di dalam kitab yang ada di Lauh Mahfuz.
Ketika kita memiliki sebuah buku, sebuah kitab, maka kita tidak bisa seenaknya membongkar halaman-halamannya, lalu mengambil beberapa halaman itu, membuangnya atau mengubah urutan susunan halamannya. Jika kita melakukannya, maka isi buku itu akan menjadi berantakan.
Seorang penulis pasti memiliki tujuan tertentu mengapa ia mendahulukan suatu bab pembahasan di antara pembahasan lainnya, kemudian disusul bab-bab lain sesuai keinginan dia. Jika seseorang menerima buku itu lalu mengubah urutan bab-bab itu, maka pembahasan buku itu akan mencari kacau. Maksud yang ingin disampaikan dari urutan bab-bab yang disusun penulis aslinya akan hilang.
Itulah kitab.
Namun ketika kita berbicara tentang Qur’an sebagai sesuatu yang dibacakan, Al-Qur’an diturunkan ke tengah-tengah masyarakat Arab memiliki urutan tertentu berdasarkan apa yang sedang terjadi di masyarakat Mekah dan Madinah. Sehingga wahyu yang diturunkan menjadi nyambung dengan kondisi yang dihadapi nabi Muhammad ﷺ.
Pemahaman tentang Qur’an bisa kita pahami berdasarkan sebab-sebab turunnya ayat itu di tengah kaum Mekah atau Madinah. Tapi pemahaman kita tentang kitab ini baru lengkap ketika kita menyajikannya secara utuh.
Dengan menggunakan frasa anzala kitab, maka dimaksudkan bahwa yang diturunkan adalah sesuatu yang sebenarnya sudah tersusun rapi di lauh mahfuz. Bahkan Allah menggunakan kata anzala yang merupakan sebuah kata dengan bentuk waktu lampau. Sehingga pada hakikatnya kitab itu sudah selesai diturunkan. Sudah final.
Karena sebenarnya sudah turun, dengan begitu Allah ﷻ menjamin kitab itu akan disampaikan di tengah-tengah masyarakat Arab sampai selesai. Tidak peduli apa yang akan dihadapi nabi Muhammad ﷺ di tengah-tengah kaumnya, yang pasti Allah ﷻ akan menjadikan penyampaian Al-Qur’an sempurna hingga akhir.
Insya Allah berlanjut minggu depan lagi.
Sumber : Bayyinah TV / Home / Quran / Surahs/ Al-Kahf/ 12. Al-Kahf (Ayah 1c) – Deeper Look (10.14-15.00)
Penutup
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.
Jazakumullahu khairan
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah