Sharing Subuh Ramadan #29
Waktu: 11 Mei 2021
Kontributor: Ipan Hidayat
Notulis: Vivin Ardiani

Surat ‘Abasa termasuk salah satu surah makkiyah. Salah satu ciri surah makkiyah yaitu menceritakan tentang keadaan di hari kiamat. Pada awal fase awal dakwah Rasulullah ﷺ, sahabat masih berada pada masa adaptasi sehingga Allah menurunkan ayat-ayat yang dengannya mereka dapat menyucikan diri agar tumbuh rasa takut dan serta kerinduan akan surga. Hasilnya kemudian bisa kita dapati sahabat seperti Bilal dan Yasir yang tetap mempertahankan iman di tengah siksaan. Rasulullah ﷺ menghibur keluarga Yasir dengan berkata, “Bersabarlah wahai Yasir karena sungguh tempat kembalimu adalah surga.”
Bagian pertama surah ini menceritakan tentang respon Rasulullah ﷺ terhadap Abdullah Ibnu Maktum. Saat itu Rasulullah ﷺ sedang berbicara dengan pemuka kafir Quraisy, seperti Utbah bin Rabiah, Abu Jahl, dan yang lainnya. Rasulullah ﷺ sangat ingin memanfaatkan momen emas ini menjadi peluang berdakwah. Tidak setiap waktu kesempatan ini hadir karena mereka orang-orang penting. Mereka adalah kunci. Jika pemuka Quraisy bisa menerima Islam, tentu dakwah Islam akan lebih mudah diterima kaumnya. Adapun Abdullah Ibnu Maktum adalah seorang laki-laki beriman yang buta, ia masih bagian dari keluarga Rasulullah ﷺ, sepupu Khadijah. Tentu lebih mudah mendakwahi Abdullah Ibnu Maktum yang bisa sewaktu-waktu bertemu Rasulullah ﷺ.
Saat mendengar suara Rasulullah ﷺ, Abdullah Ibnu Maktum sangat bergembira yang langsung membuatnya berkata dengan lantang, “Ya Rasulullah ﷺ berikan aku pelajaran.” Para pemuka Quraisy yang melihat kehadiran seseorang yang lebih rendah derajatnya bagi mereka, merasa ingin segera mengakhiri pertemuan. Rasulullah ﷺ melihat Abdullah Ibnu Maktum kemudian beliau mengerutkan keningnya seperti orang yang bermain catur (‘abasa) serta berpaling, seakan memberikan kode: tunggulah sebentar. Sayangnya Abdullah Ibnu Maktum tidak bisa melihat orang-orang yang berada di sekitar Rasulullah ﷺ dan raut muka Rasulullah ﷺ karena ia buta. Ia justru merasa Rasulullah ﷺ belum mendengarnya sehingga ia terus berkata, “Ya Rasulullah ﷺ berikan aku pelajaran”, saking kecintaannya pada ilmu dan gurunya.
Turunlah teguran Allah terhadap sikap Rasulullah ﷺ .
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ ١ أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ ٢ وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ ٣ أَوۡ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰٓ ٤
1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling
2. karena telah datang seorang buta kepadanya
3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)
4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya
Ayat ini merupakan penghargaan Al-Qur’an untuk orang-orang berkebutuhan khusus yang mau belajar agama. Kehadiran mereka sering diabaikan ketika mereka terlihat offline. Mereka tidak selalu mendapat kesempatan untuk belajar. Begitu ada keinginan dalam dirinya untuk memperbaiki diri, Allah sangat menghargai hal ini.
Teguran pada ayat ini juga menunjukkan kasih sayang Allah pada Rasulullah ﷺ. Allah sangat memperhatikan detail perilaku Rasulullah ﷺ. Bahkan ketika Rasulullah ﷺ mengerutkan kening (‘abasa) yang tidak terlihat oleh Abdullah Ibnu Maktum saja, mendapat teguran Allah. Cara Allah menegur Rasulullah ﷺ sangat santun dengan menggunakan kata ganti orang ketiga: Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling (QS Abasa:1). Hal ini sejalan dengan salah satu ayat pada surah An Nahl dan Ali Imran untuk menegur dengan lemah lembut. Rasulullah ﷺ kemudian juga menegur dengan cara ini. Ketika Rasulullah ﷺ ingin menegur sahabat maka ia akan datang ke masjid lalu berkata, “Ada kaum yang melakukan ini dan itu”. Rasulullah ﷺ tidak langsung menuju pada nama sahabat yang ingin ia tegur.
Setelah mendapat teguran ini, setiap Rasulullah ﷺ bertemu dengan Abdullah ibnu Maktum, Rasulullah ﷺ menyapanya, “Salam untukmu yang karenanya Allah menegurku”. Abdullah Ibnu Maktum juga menjadi muadzin Rasulullah ﷺ. Di bulan Ramadhan, Bilal mengumandangkan adzan sahur, Abdullah Ibnu Maktum akan mengumandangkan adzan salat subuh.
أَمَّا مَنِ ٱسۡتَغۡنَىٰ ٥ فَأَنتَ لَهُۥ تَصَدَّىٰ ٦ وَمَا عَلَيۡكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ ٧
5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup
6. maka kamu melayaninya
7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman)
Allah membandingkan orang-orang beriman seperti Abdullah bin Maktum dengan orang kafir Quraisy. Allah menyebut para pemuka Quraisy merasa tidak butuh apa-apa lagi dari penjelasan Rasulullah ﷺ (istighna). Mereka hanya sekedar mendengar lalu ingin mendebat Rasulullah ﷺ. Adapun Abdullah bin Maktum dengan keimanannya itu, ia ingin menyucikan diri. Allah tidak membutuhkan sedikitpun keimanan dari orang-orang kafir. Andai seluruh manusia bertaqwa sungguh tidak akan menambah keagungan Allah. Dan jika seluruh manusia kafir, itupun tidak akan mengurangi sedikitpun keagungan Allah.
وَأَمَّا مَن جَآءَكَ يَسۡعَىٰ ٨ وَهُوَ يَخۡشَىٰ ٩ فَأَنتَ عَنۡهُ تَلَهَّىٰ ١٠
8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran)
9. sedang ia takut kepada (Allah)
10. maka kamu mengabaikannya
Melalui kisah Abdullah Ibnu Maktum kita bisa belajar sifat-sifat penuntut ilmu. Di antaranya rasa takut pada Allah, mendatangi majelis ilmu, serta berantusias dan bersungguh-sungguh. Ulama terdahulu kita seperti Imam bin Hanbal suatu subuh ia ingin pergi ke masjid dini hari tetapi dilarang ibunya. Ibunya menyuruhnya berangkat ke masjid ketika telah terdengar adzan. Ibnu Tabhan saking ingin belajar, ia tutup lentera agar ibunya mengira ia sudah tertidur. Abdullah Ibnu Umar menunggangi untanya lalu berjalan dari satu jalan A ke jalan B kembali lagi berkeliling. Orang-orang heran melihatnya. Mereka bertanya dan ia menjawab, “Semoga sepatu untaku menginjak sepatu unta Rasulullah ﷺ.”
كَلَّآ إِنَّهَا تَذۡكِرَةٞ ١١ فَمَن شَآءَ ذَكَرَهُۥ ١٢ فِي صُحُفٖ مُّكَرَّمَةٖ ١٣ مَّرۡفُوعَةٖ مُّطَهَّرَةِۢ ١٤ بِأَيۡدِي سَفَرَةٖ ١٥ كِرَامِۢ بَرَرَةٖ ١٦ قُتِلَ ٱلۡإِنسَٰنُ مَآ أَكۡفَرَهُۥ ١٧ مِنۡ أَيِّ شَيۡءٍ خَلَقَهُۥ ١٨ مِن نُّطۡفَةٍ خَلَقَهُۥ فَقَدَّرَهُۥ ١٩ ثُمَّ ٱلسَّبِيلَ يَسَّرَهُۥ ٢٠
11. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan
12. maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya
13. di dalam kitab-kitab yang dimuliakan
14. yang ditinggikan lagi disucikan
15. di tangan para penulis (malaikat)
16. yang mulia lagi berbakti
Al-Qur’an adalah kitab yang mulia terpelihara di Lauhul Mahfudz dan dibawakan sebagai wahyu oleh para malaikat yang mulia dan berbakti. Bagian surat ini menguatkan Rasulullah ﷺ untuk tidak bersedih jika orang-orang kafir itu tidak beriman karena mereka sendiri yang mengalami kerugian.
قُتِلَ ٱلۡإِنسَٰنُ مَآ أَكۡفَرَهُۥ ١٧ مِنۡ أَيِّ شَيۡءٍ خَلَقَهُۥ ١٨ مِن نُّطۡفَةٍ خَلَقَهُۥ فَقَدَّرَهُۥ ١٩ ثُمَّ ٱلسَّبِيلَ يَسَّرَهُۥ ٢٠ ثُمَّ أَمَاتَهُۥ فَأَقۡبَرَهُۥ ٢١ ثُمَّ إِذَا شَآءَ أَنشَرَهُۥ ٢٢ كَلَّا لَمَّا يَقۡضِ مَآ أَمَرَهُۥ ٢٣
17. Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya
18. Dari apakah Allah menciptakannya
19. Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya
20. Kemudian Dia memudahkan jalannya
21. kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur
22. kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali
23. Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya
Bagian surah ini berisi tentang pertanyaan sarkas, dari mana manusia diciptakan? Hanya dari sperma yang orang merasa jijik dengannya. Sperma, yang orang akan bersegera membersihkannya jika mengenai kain. Tsumma – kemudian; kata yang digunakan untuk menggambarkan peristiwa secara berurutan tetapi ada jeda waktu. Setelah Allah ciptakan manusia, kemudian Allah memudahkan jalannya. Ada yang menyebut jalan kelahiran. Pelajaran bahwa: bahkan untuk lahir saja, manusia tidak bisa lahir sendiri dengan kemauannya. Ada pula yang menyebut jalan untuk mendapat petunjuk sebagai fitrah manusia. Manusia mati lalu dikuburkan, kata yang digunakan fa, berarti kalau ada yang meninggal, lebih baik disegerakan pemakamannnya. Manusia diciptakan dari mani dan kemudian dikuburkan dalam bumi menjadi debu. Sperma dan debu, kalau menempel di kain akan segera dibersihkan. Lalu apa yang manusia sombongkan? Bahkan manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.
فَلۡيَنظُرِ ٱلۡإِنسَٰنُ إِلَىٰ طَعَامِهِۦٓ ٢٤ أَنَّا صَبَبۡنَا ٱلۡمَآءَ صَبّٗا ٢٥ ثُمَّ شَقَقۡنَا ٱلۡأَرۡضَ شَقّٗا ٢٦ فَأَنۢبَتۡنَا فِيهَا حَبّٗا ٢٧ وَعِنَبٗا وَقَضۡبٗا ٢٨ وَزَيۡتُونٗا وَنَخۡلٗا ٢٩ وَحَدَآئِقَ غُلۡبٗا ٣٠ وَفَٰكِهَةٗ وَأَبّٗا ٣١ مَّتَٰعٗا لَّكُمۡ وَلِأَنۡعَٰمِكُمۡ ٣٢
24. maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya
25. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit)
26. kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya
27. lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu
28. anggur dan sayur-sayuran
29. zaitun dan kurma
30. kebun-kebun (yang) lebat
31. dan buah-buahan serta rumput-rumputan
32. untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu
Pada ayat ke-24 disebutkan tentang nikmat Allah yang diberikan kepada manusia mulai dari turunnya hujan kemudian dari tanah tumbuhlah berbagai jenis tanaman. Manusia mungkin lupa ketika awal mulanya diciptakan. Okelah kalau dia lupa, tapi coba perhatikan makanannya, dari mana dia berasal. Bukankah berawal dari hujan? Bukankah ini sama halnya dengan manusia yang diciptakan dari sperma, hanya berawal dari tetesan cairan?
Biji-bijian, anggur, sayuran, zaitun, serta pohon kurma semua itu diciptakan Allah untuk kesenangan dan kebutuhan untuk manusia dan hewan. Atas segala nikmat itu jangan-jangan kita ini merasa biasa-biasa saja dan kurang bersyukur.
فَلۡيَنظُرِ ٱلۡإِنسَٰنُ إِلَىٰ طَعَامِهِۦٓ ٢٤ أَنَّا صَبَبۡنَا ٱلۡمَآءَ صَبّٗا ٢٥ ثُمَّ شَقَقۡنَا ٱلۡأَرۡضَ شَقّٗا ٢٦ فَأَنۢبَتۡنَا فِيهَا حَبّٗا ٢٧ وَعِنَبٗا وَقَضۡبٗا ٢٨ وَزَيۡتُونٗا وَنَخۡلٗا ٢٩ وَحَدَآئِقَ غُلۡبٗا ٣٠ وَفَٰكِهَةٗ وَأَبّٗا ٣١ مَّتَٰعٗا لَّكُمۡ وَلِأَنۡعَٰمِكُمۡ ٣٢ فَإِذَا جَآءَتِ ٱلصَّآخَّةُ ٣٣ يَوۡمَ يَفِرُّ ٱلۡمَرۡءُ مِنۡ أَخِيهِ ٣٤ وَأُمِّهِۦ وَأَبِيهِ ٣٥ وَصَٰحِبَتِهِۦ وَبَنِيهِ ٣٦ لِكُلِّ ٱمۡرِيٕٖ مِّنۡهُمۡ يَوۡمَئِذٖ شَأۡنٞ يُغۡنِيهِ ٣٧ وُجُوهٞ يَوۡمَئِذٖ مُّسۡفِرَةٞ ٣٨ ضَاحِكَةٞ مُّسۡتَبۡشِرَةٞ ٣٩ وَوُجُوهٞ يَوۡمَئِذٍ عَلَيۡهَا غَبَرَةٞ ٤٠ تَرۡهَقُهَا قَتَرَةٌ ٤١ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَفَرَةُ ٱلۡفَجَرَةُ ٤٢
33. Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua)
34. pada hari ketika manusia lari dari saudaranya
35. dari ibu dan bapaknya
36. dari istri dan anak-anaknya
37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya
38. Banyak muka pada hari itu berseri-seri
39. tertawa dan bergembira ria
40. dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu
41. dan ditutup lagi oleh kegelapan
42. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka
Saakhah – suara yang keras hingga memekakkan telinga. Pada hari kiamat itu manusia lari dari saudara/teman, ayah ibu bahkan pasangan dan anaknya karena mereka mendapati sesuatu yang amat dahsyat. Manusia sibuk memikirkan segala yang ia perbuat di dunia, akankah ia mendapat keselamatan? Aisyah berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ SAW bersabda, ‘Manusia akan dikumpulkan pada Hari Kiamat dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang tanpa pakaian, dan tanpa disunat.’ Lantas, aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah ﷺ , apa laki-laki dan perempuan memandang satu sama lain?’ Rasulullah ﷺ menjawab, ‘Wahai Aisyah, masalah yang akan dihadapi lebih penting dari sekadar melihat satu dengan yang lain’ (Muttafaq ‘alaih).
Keadaan manusia pada saat itu sangat menyedihkan. Rasulullah ﷺ bersujud untuk bisa mengeluarkan umatnya dari neraka. Kemudian keluarlah satu persatu manusia-manusia yang iman mereka sebesar biji zarrah. Hal ini membuktikan bahwa cintanya pada umatnya tidak akan habis sampai hari kiamat. Pada hari itu orang-orang beriman berseri-seri berbahagia. Ada pula orang yang wajahnya suram tertutup dengan kegelapan. Mereka adalah orang-orang yang mengingkari ajaran Islam dan selalu bermaksiat kepada Allah.
“Bergembiralah dan isi hari-harimu layaknya Ramadhan dan jadikan Yaumul Eidmu adalah hari kemenangan ketika bertemu Allah.” Sebab Islam bermula dengan keterasingan, dan akan kembali sebagaimana bermula dalam keadaan terasing. Maka, kemuliaan bagi orang-orang yang terasing [HR. Muslim no.232]. “Akan tiba suatu masa pada manusia, orang yang memegangi ajaran agamanya, layaknya orang yang menggenggam bara api.” [HR. At-Tirmidzi. Hadits shahih. Shahîh al-Jâmi’ no.8002].
Referensi:
BTV/Concise Commentary/Abasa
[…] المصدر: [SSR1442H] QS. ‘Abasa – Nouman Ali Khan Indonesia […]
LikeLike