[SSR1442] QS. Al-Isra: 83-85


Sharing Subuh Ramadhan #7

Waktu: 19 April 2021

Kontributor: Muhammad Firman

Notulis: Nur’azizah Inayati

Salah satu ayat yang begitu berkesan bagi Pak Firman adalah QS. Al-Isra: 83-85, tugas dasar manusia pada dasarnya adalah sama, yakni Beribadah. Namun sebagai manusia kita memliki karakteristik kekhususan sebagai bekal untuk kita dapat beramal.

Mengenali diri sendiri ternyata tidak begitu mudah karena memang potensi yang kita miliki terdapat dua sifat, yakni potensi yang rahasia dan yang tersembunyi, untuk yang rahasia boleh jadi kita sudah mengetahui potensi tersebut sedangkan orang lain tidak mengetahui, namun untuk yang tersembunyi inilah yang diri kita sendiri juga merasa kesulitan untuk mengetahui kebenaran potensi yang kita miliki. Namun jika pada suatu waktu akhirnya Allah membuka apa-apa yang tersembunyi tersebut, kita akan jauh mengenali diri kita sendiri sehingga memudahkan kita untuk menjalani tugas beramal sesuai karakteristik diri kita sendiri.

Wa iżā an’amnā ‘alal-insāni a’raḍa wa na`ā bijānibih, wa iżā massahusy-syarru kāna ya`ụsā. QS. Al-Isra: 83

Dalam ayat ini ditunjukkan bagaimana tabiat dari manusia, ketika Allah memberikan manusia itu sebuah kesenangan, banyak dari manusia berpaling bahkan sombong terhadap kesenangan yang dimilikinya, artinya manusia berlepas diri bahwa kesenangan yang diperoleh adalah karena usahanya sendiri, tidak ada campur tangan Allah.

Namun, ketika manusia diberi kesusahan niscaya dia akan berputus asa. Keadaan putus asa yang seolah telah melupakan beberapa kesenangan yang sebelumnya telah banyak Allah berikan kepada manusia.

Penjelasan Ust. Nouman mengenai ayat ini adalah manusia ketika diberi kesenangan, menganggap keberhasilan yang dimilikinya sebagai keberhasilan sendiri padahal semuanya Allah yang berikan. Lalu ketika diberi kesusahan manusia seketika melupakan kesenangan yang telah Allah berikan, seolah selama dalam hidupnya Allah tidak adil hanya memberikannya kesedihan saja.

Laa hawla wa laa quwwata illa bil-laah.

Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.

Qul kulluy ya’malu ‘alā syākilatih, fa rabbukum a’lamu biman huwa ahdā sabīlā. QS. Al-Isra: 84

Syākilatih – bentuk diri yang unik.

Manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang unik, dari sekian miliar manusia yang telah diciptakan tidak akan ditemukan bentuk diri yang sama, kita adalah pribadi yang berbeda dengan manusia sebelum kita, dan akan berbeda juga dari manusia setelah kita.

Syakillah terkait dengan karakter diri mencakup cara kita berfikir, merasa, perilaku yang akan mempengaruhi diri untuk mengambil keputusan.

Menurut Ust. Nouman, seseorang yang memiliki syakilahnya mesti mencari sabilan (jalan hidup yang unik), syakillah juga dikaitkan dengan berbuat atau beramal.

Sebagai manusia tentu hal utama yang kita laksanakan adalah penegakan aqidah, yang selanjutnya diikuti dengan ibadah mengikuti contoh Rasulullah, setelah itu kita akan menjalankan peran hidup masing-masing yang tentunya berbeda satu sama lain. Dalam beberapa hal tertentu manusia akan menemukan suatu hal yang ia merasa telah dibekali untuk menjalankan amanah ibadah tersebut, rasanya akan mudah saja untuk dijalankan karena memang sebenarnya Allah telah membekali manusia tersebut untuk melakukan ibadah tersebut. Sebaliknya, untuk beberapa hal tertentu manusia akan menemukan kesulitan untuk mengerjakan hal tersebut, meski ia sudah berusaha keras.

Pada waktu tersebut manusia mungkin menanyakan dirinya apakah memang termasuk yang sudah berusaha keras, atau memang malas saja untuk melakukan suatu hal, padahal memang Allah menyiapkan bekal yang berbeda-beda untuk manusia, syakilah dan sabilan dalam hidupnya.

Momen penting dalam hidup manusia adalah ketika ia mengetahui tujuan dari penciptaan dirinya di dunia ini.

Wa yas`alụnaka ‘anir-rụḥ, qulir-rụḥu min amri rabbī wa mā ụtītum minal-‘ilmi illā qalīlā. QS. Al-Isra: 85

Ketika telah mengenali maksud penciptaan diri maka berjuanglah di jalan tersebut. Senantiasa meminta petunjuk kepada Allah karena ilmu yang dimiliki manusia hanyalah sedikit.

Ujian pertama kita adalah menemukan maksud dari penciptaan diri kita. Sedangkan ujian puncaknya adalah ketika kita telah mampu menemukan dan menjalani kehidupan dengan sangat lancer, everything goes well, apakah kita juga mampu mempertahankan rasa syukur dan sabar yang kita miliki, serta tetap meyakini bahwa semua yang kita lakukan hanyalah untuk beribadah kepan Allah SWT.

Ketika menghadapi keberhasilan, manusia bersyukur. Ketika menghadapi kegagalan, manusia bersabar.

Sesi Diskusi

  • Huda: Assalamualaikum kang, bagaimana dengan kemampuan menghafal Al-Quran, apakah itu termasuk syakillah untuk seseorang?

Kang Firman: Dalam menghafal Al-Quran telah Allah janjikan akan diberi kemudahan, namun dalam praktiknya kita akan menemukan kemudahan yang diberikan ke kita mungkin akan berbeda dengan kemudahan yang diberikan ke orang lain.

  • Rahmadini: Berarti kita dapat memilih ibadah yang Allah berikan kemudahan untuk kita laksanakan?

Kang Firman: Ya, silakan kita mencari ibadah andalan yang bisa kita laksanakan. Karena memang Allah memberikan kemudahan yang berbeda-beda untuk manusia.

  • Hani: Ustadz, bagaimana jika ada orang yang menganggur dan terkesan sulit melakukan suatu hal, apakah orang tersebut belum mengetahui potensi diri?

Kang Firman: Bisa jadi memang orang tersebut belum mengetahui syakillah yang dimilikinya, namun kesalahannya terletak pada ketidaktahuannya tersebut, mengapa orang tersebut tidak mencoba mencari tahu potensi yang dimilikinya, indikator dari seseorang yang telah mengenal dirinya adalah rasa syukur yang dimilikinya.

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=rzaGBOpULV4

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s