Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-358
Topik: Pearls from Juz ‘Amma
Senin, 14 Juni 2021
Materi VoB Hari ke-358 Pagi | Nilai Akhir Kita
Oleh: Heru Wibowo
#MondayJuzAmmaWeek52Part1,2,3
Part 1,2,3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Di ayat 38, secara tersirat seakan-akan kita diberitahu bahwa ada orang yang spesial. Yang diberi izin oleh Allah untuk berkata-kata. Siapakah dia?
Salah satu tafsir terhadap ayat ini menyatakan bahwa dia adalah Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam yang telah mendapat maqaaman mahmuudaa, kedudukan atau maqaam yang mulia..
Ini ada hubungannya dengan ayat kursi, tepatnya di ayat man dzalladzii yasy-fa’u ‘indahu illaa bi-idznihi.
Yakni ayat tentang syafaat. Tidak ada yang bisa memberi syafaat kecuali atas izin Allah. Dan Allah telah memberi izin kepada Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam.
Jadi, menurut tafsir tersebut, yang dimaksud oleh surah An-Naba’ 38 adalah Rasulullah, yang akan bicara precisely. Secara tepat. Apa adanya. Dan hanya mengatakan yang benar.
Ada interpretasi yang lain, yang menurut Ustaz juga valid, yakni bahwa yang akan bicara adalah malaikat. Bicara apa adanya. Bicara kebenaran saja.
Satu malaikat bicara. Mengatakan apa yang harus ia katakan. Selesai bicara, malaikat yang lain ganti bicara. Begitu seterusnya.
Hanya bicara kebenaran. Tidak ada bumbu. Tidak ada retorika yang berputar-putar atau berbelit.
Seperti yang dijelaskan di surah Qaf, 50:23. Dan (malaikat) yang menyertainya berkata, “Inilah (catatan perbuatan) yang ada padaku.”
Itulah pengadilan di Hari Penghakiman. Dzaalikal yawm al-haqq (QS An-Naba’, 78:39). Itulah hari yang pasti terjadi.
That day is the ultimate reality. Hari itu adalah hari di mana kita berada pada realitas yang sesungguhnya. Realitas yang tertinggi.
Kata al-haqq di sini begitu indah. Artinya adalah realitas. Kata haqq juga berarti “hak” sebagaimana dalam kata-kata “saya punya hak atas kamu dan kamu punya hak atas diriku”.
Hari itu adalah hari di mana hak-hak diberikan atau dikembalikan. Hak kita yang dirampas orang, dikembalikan. Hak orang yang kita rampas, dikembalikan.
Lalu al-haqq juga berarti tujuan (purpose). Tujuan terakhir. Artinya, Hari Penghakiman adalah tujuan terakhir mengapa kita berada di dunia saat ini.
Apa pun yang kita lakukan, semasa kita di dunia ini, akan berujung kepada sesuatu di Hari Penghakiman nanti.
Ustaz teringat akan sistem pendidikan yang tidak mencerminkan keadilan (unfair education system), di negeri asal Ustaz, Pakistan.
Para pelajar harus belajar selama setahun penuh untuk mempersiapkan ujian matrikulasi. Belajarnya setahun penuh, lalu ada tes, dan setelah itu ada secarik kertas yang berisi keputusan, lulus atau gagal. Sudah. Itu saja.
Itu tidak adil karena semua jerih payah saat mengerjakan PR dan tugas-tugas, sama sekali tidak dihitung.
Keputusannya hanya didasarkan pada sebuah tes saja. Lulus atau gagal belajar setahun, hanya ditentukan oleh tes beberapa jam saja.
Alhamdulillah, dari Al-Qur’an kita belajar bahwa Hari Penghakiman tidak seperti itu. Segala sesuatu yang kita lakukan, semuanya dihitung.
Segala sesuatunya akan dinilai pada hari itu. Hari itu bukan hari di mana kita akan menghadapi ujian. Hari itu adalah hari di mana kita akan diberi nilai.
Karena hari itu adalah al-haqq, maka penilaian yang dilakukan adalah penilaian yang adil, yang haqq, yang benar.
Saat Ustaz mengisi kajian hari itu, Ustaz dan semua muridnya, sebelum kajian itu, melaksanakan shalat berjamaah.
Maka Ustaz mengajak semuanya merenungkan. Semuanya sama-sama salat. Pasti ada nilainya. Tapi apakah semuanya mendapatkan nilai yang sama?
Tidak. Tidak sama.
Ada yang salat, dan dengan salatnya itu dia atau mereka mendapatkan pengampunan Allah dan berhak menerima tiket ke surga.
Ada yang salat, tapi karena mungkin niatnya tidak benar, atau karena riya’, atau sebab lainnya, nilainya seperti debu yang beterbangan. Alias tidak ada nilainya.
Pikirannya tidak hadir saat salat, niatnya tidak murni untuk menghadap-Nya. “Aku di sini karena mamaku yang menyuruhku.”
“Ini semua gara-gara mamaku nonton video Ustaz Nouman. Lalu aku dipaksa-paksa terus. Kalau bukan karena mamaku, aku tidak akan ada di sini saat ini.”
Bagaimana kira-kira nilai dari salat yang seperti ini? Mamanya happy karena anaknya nurut disuruh salat. Tapi Allah tidak. Karena salatnya tidak untuk Allah.
Realitas dari apa yang kita lakukan, kebaikan yang kita lakukan, keburukan yang kita lakukan, yang jelas dan dapat dilihat oleh semua orang, atau kebenaran yang tak terlihat dan yang tersembunyi di balik itu. Semuanya akan dipampangkan di Hari Penghakiman. Akan diberi penilaian.
Nilai yang sesungguhnya (the true value) dari semua amal manusia, yang mencerminkan amal dan “motif” dari amal itu, akan keluar di hari itu.
Haji, umrah, hafalan Al-Qur’an, menjadi ulama, menjadi pembicara, menjadi imam salat, menjadi pemimpin umat, menjadi pelajar, membaca Al-Qur’an dengan indah, menjadi ahli agama dengan spesialisasi hadis, bepergian untuk menimba ilmu, beramal untuk agama dan untuk kemanusiaan, semuanya terlihat baik.
Tapi semuanya itu mungkin hanya terlihat baik di luarnya saja. Padahal ada sesuatu yang terjadi di dalam dirinya.
That day, the truth about who you really are, and who I really am, comes out.
Di hari itu, siapa Anda sebenarnya, dan siapa saya sebenarnya, akan terungkap.
Sebaliknya, ada orang-orang yang tidak berpengetahuan. Atau yang ilmunya sedikit. Tidak tahu bahasa Arab. Tidak tahu cara membaca Al-Qur’an.
Mungkin mereka bahkan tidak punya jenggot, astaghfirullaahal’azhiim. Atau mereka adalah wanita-wanita yang bahkan tidak mengenakan hijab.
Mereka mungkin salatnya tidak pakai bahasa Arab. Tapi pakai bahasa Inggris. Atau bahkan bahasa Spanyol.
Tapi di Hari Penghakiman, mereka diberi nilai yang lebih tinggi dari nilai seorang qari’ yang bacaannya merdu. Itu bisa terjadi.
Di Hari Penghakiman, mereka diberi nilai yang lebih tinggi dari ustaz-ustaz mereka, dari orang-orang yang biasa berbicara di atas mimbar. Itu bisa terjadi.
Nilai yang diberikan kepada mereka mungkin lebih besar dari nilai yang Allah berikan kepada para ustaz yang biasa mereka saksikan di YouTube.
Itu bisa terjadi. Karena ketulusan amal mereka kepada Allah. Karena amal-amal mereka yang mungkin tidak pernah tampak. Dan karena mereka persembahkan amal-amal itu hanya untuk Allah. Itu semua bisa terjadi.
Kita tidak bisa melihatnya. Kita tidak bisa melihat perjuangan mereka. Kita tidak bisa melihat ketulusan mereka. Tapi pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu.
Insya Allah kita lanjutkan minggu depan.
💎💎💎💎💎
Sumber: Home / Quran / Deeper Look / 78. An-Naba / 03. An-Naba (Ayah 37-40) – A Concise Commentary (05:16 – 11:15)
Penutup
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah