Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-350
Topik: Heavenly Order
Ahad, 6 Juni 2021
Materi VoB Hari ke-350 Pagi | Koherensi, Farahi, dan Disertasi
Oleh: Heru Wibowo
#SundayHeavenlyOrderWeek50Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Ustaz Nouman ngaku. Beliau memang suka Imam Hamiduddin Farahi.
Imam Farahi menyajikan salah satu argumen terindah yang mampu membuat Ustaz berlinang air mata.
Imam Farahi menulis sebuah buku kecil berjudul Dalaa-il al-Nizhaam. Berisi bukti-bukti koherensi Al-Qur’an.
Atau dikenal juga dengan Proofs for Coherence. Bukti bahwa surah-surah dan ayat-ayat Al-Qur’an saling terhubung secara logis dan tersusun secara teratur.
Imam Farahi menulis tafsir dan penjelasan Al-Qur’an berdasarkan penelitiannya tentang bagaimana Al-Qur’an itu disusun.
Dalam usahanya itu, beliau baru berhasil menulis sembilan surah dari Al-Qur’an dengan tafsir dan penjelasannya sebelum beliau wafat.
Buku-buku Imam Hamiduddin Farahi umumnya ditulis dalam bahasa Arab. Ada sekitar 45 naskah karya beliau yang sudah ditemukan.
Bisa jadi, masih ada naskah dan karya Imam Hamiduddin Farahi yang belum ditemukan, Ustaz tidak tahu.
Saat Ustaz ke Malaysia, Ustaz bertemu dengan seseorang yang sedang mengerjakan disertasi tentang Farahi di Yordania.
Imam Farahi adalah seorang ulama India. Kandidat doktor tadi pergi ke India dan mengumpulkan semua naskah Imam Farahi sejauh yang ia bisa.
Dia temukan naskah-naskah karya Imam Farahi dalam bahasa Persia, dalam bahasa Ibrani, juga ada satu atau dua paper dalam bahasa Inggris.
Ustaz Nouman bahkan baru ngeh kalau Imam Farahi pernah menulis paper dalam bahasa Inggris. Benar-benar tidak mengira sama sekali.
Yang jelas, Ustaz sangat bersyukur bahwa ada seorang calon Ph.D yang menulis disertasi tentang naskah karya Imam Farahi. Dan berdoa semoga Allah membantunya menuntaskan disertasinya.
Dulu, duluuu sekali, Ustaz Nouman hanya sering mendengar nama Hamiduddin Farahi. Tidak pernah membaca naskah karyanya satu pun. Karena memang sulit ditemukan. Atau mungkin malah tidak dipublikasikan. Atau setidaknya, belum dipublikasikan.
Sampai akhirnya Ustaz Nouman mendapat kehormatan untuk bertemu dengan Syekh Dr. Akram Nadwi. Di Oxford, Inggris.
Saat pertama kali bertemu dengan Syekh Akram, Ustaz Nouman sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang sulit.
Dan Syekh Akram langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan itu satu demi satu. Seakan-akan Syekh sedang menghujani Ustaz dengan bom yang bertubi-tubi. Dan seakan-akan semua pertanyaan Ustaz itu tidak ada apa-apanya.
Dan seakan-akan semua pertanyaan itu sudah terjawab di sebuah buku ketika Syekh Akram bertanya, “Kamu sudah pernah baca buku ini?”
“Oh, ada bukunya ya?” Ustaz Nouman menimpali.
Syekh Akram lantas menunjukkan sebuah buku. Judulnya Al-Ra’y al-Sahih fi Man huwa al-Dzabih. Karya Imam Hamiduddin Farahi.
Supaya lebih mengenal Imam Farahi, Ustaz Nouman mengambil sebuah contoh di mana Imam Farahi menulis tentang siapa sesungguhnya yang disembelih oleh Ibrahim ’alayhis salaam.
Karena Nabi Ibrahim punya dua putra. Ismail dan Ishaq. Jadi siapa yang sebenarnya disembelih: Ismail atau Ishaq?
Kita sebagai muslim meyakini bahwa yang disembelih adalah Ismail ’alayhis salaam. Sementara penganut Yahudi dan Kristen percaya bahwa yang disembelih adalah Ishaq ’alayhis salaam.
“Urusan siapa yang disembelih, emang gue pikirin, buat apa gue peduli dengan yang begituan?”
Menurut Ustaz, kita seharusnya peduli. Mengapa?
Insyaallah kita lanjutkan dengan contoh yang lain di part berikutnya.
💎💎💎💎💎
Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / Heavenly Order – Lesson 03_ Spiritual Arguments (00:00 – 02:00)
Materi VoB Hari ke-350 Siang | Untaian Kata Puitis di Dalaa-il al-Nizhaam
Oleh: Heru Wibowo
#SundayHeavenlyOrderWeek50Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Kita harus peduli.
Kita harus peduli dengan siapa yang disembelih. Ishaq atau Ismail, siapa yang disembelih, itu perkara yang sangat penting.
Karena keyakinan umat Kristiani dan penganut Yahudi bahwa yang disembelih adalah Ishaq, tidak berhenti sampai di situ.
Karena yang disembelih adalah Ishaq, artinya, menurut mereka, anak keturunan Ishaq itu diberkati. Karena Ishaq yang dipilih untuk dijadikan kurban.
Artinya juga, “jalur lain” Nabi Ibrahim yakni Ismail, adalah “terkutuk”. Dengan demikian, Muhammad, ini kata mereka, adalah anak keturunan yang terkutuk. Dan oleh karenanya, Islam adalah agama yang terkutuk.
Subhaanallaah. Subhaanallaah. Subhaanallaah.
Mereka yang ngomong begitu. Bukan kita, na’uudzu billaahi min dzaalik.
Semua argumentasi itu ujungnya adalah sebuah persoalan yang dianggap remeh: siapa yang disembelih. Siapa yang menjadi kurban: Ishaq atau Ismail.
Canggih, ya?
Mereka telah membangun mitologi, konsepsi dan dongeng suci, meski sebenarnya mereka gagal memberi bukti.
Imam Farahi menulis tiga bagian buku.
Bagian Pertama adalah kisah kurban dalam Taurat, dalam bahasa Ibrani, berikut analisis linguistiknya, yang membuktikan bahwa yang disembelih adalah Ismail.
Imam Farahi tidak bisa dibohongi karena beliau menguasai bahasa Ibrani sehingga beliau berhasil mengungkap kebenaran yang disembunyikan.
Bagian Kedua berisi koleksi tradisi Yahudi dan tradisi muslim yang lagi-lagi menunjukkan dan membuktikan bahwa yang disembelih adalah Ismail ’alayhis salaam.
Lalu di Bagian Ketiga Imam Farahi juga menunjukkan bukti yang meyakinkan dan tak terbantahkan dari Al-Qur’an. Tentang siapa yang sebenarnya disembelih.
Kembali ke inti permasalahan yang ingin kita bahas: Imam Farahi menulis naskah tentang koherensi dalam Al-Qur’an.
Ustaz sering menggunakan kata-kata di buku Dalaa-il al-Nizhaam karya Imam Farahi saat khotbah Jumat.
Ustaz sangat menyukai rangkaian kata indah karya Imam Farahi yang berisi pujian kepada Allah ’azza wajall itu.
Cara Imam Farahi memuji Allah itu luar biasa. Beliau memuji Allah dengan rangkaian kata indah yang berhubungan dengan tema yang beliau bicarakan.
Alhamdulillaah (الحمدلله). Pujian dan ungkapan terima kasih adalah milik Allah.
Ashshaani’il khalqi ‘alaa akmali nizhaam (الصانع الخلق على أكمل نظام). Dia yang menciptakan dengan begitu cermat, dalam susunan yang paling sempurna.
Wa ahsani qawaam (وأحسن قوام). Dan dalam bentuk, wujud, rupa, penampakan, konstruksi, arsitektur, yang paling indah.
Al-waadhi’il asy-yaa-i fii ajdari maqaam (الواضع الأشياء في أجدر مقام). Dia yang menempatkan segala sesuatunya di tempat yang paling sesuai.
Washshalaatu wassalaamu ‘alal mu-ayyadi bi ablaghi kalaam (والصلاة والسلام على المؤيد بأبلغ كلام). Selawat serta salam kepada seseorang yang telah dianugerahi untaian kata yang paling mengesankan.
Kabadrin tajallaa min baynil ghamaam (كبدرتجلى من بين الغمام). Untaian kata dan Rasulullah adalah bagaikan bulan purnama yang muncul di antara awan.
Lihidaayati kaaffatil anaam (لهداية كافة الأنام). Untuk menjadi pedoman bagi semua manusia ciptaan-Nya.
Wa ‘alaa aalihii wa ash-haabihil kiraam (وعلى آله وأصحابه الكرام). Selawat dan salam juga kepada keluarga Nabi dan para sahabat yang mulia.
Ilaa maddallayaali wal iyaam (إلى مدّ اليال والإيام). Selama siang dan malam berjalan dan berubah menjadi masa lalu.
Wa haadzal kitaabu afradnaahu ‘alaa dalaa-ilinnizhaam (وهذا الكتاب أفردناه على دلائل النظام). Dan ini adalah buku yang kami dedikasikan untuk membahas susunan atau urutan dari Al-Qur’an.
Jadi, bagaimana cara beliau memuji Allah?
Dengan menyampaikan di untaian kata yang indah tadi bahwa Allah menyukai segala sesuatunya berada in order. Dalam keteraturan.
Lalu apa hubungannya, antara untaian kata yang indah dari Imam Farahi dengan koherensi dalam Al-Qur’an?
Insyaallah kita lanjutkan di part berikutnya.
💎💎💎💎💎
Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / Heavenly Order – Lesson 03_ Spiritual Arguments (02:00 – 05:49)
Materi VoB Hari ke-350 Sore | Al-Bayaan dan Bayaanun
Oleh: Heru Wibowo
#SundayHeavenlyOrderWeek50Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Untaian kata yang indah dari Imam Farahi dengan koherensi dalam Al-Qur’an sangat berhubungan.
Sebenarnya argumen spiritual dari Imam Farahi sudah tercakup dalam untaian kata tadi. Yang merupakan cerminan dari cara Imam Farahi memuji Allah.
Dan beliau tidak perlu menjelaskannya lebih jauh. Untaian kata indah berisi pujian Allah itu saja sudah cukup.
Ustaz melanjutkan pembahasan tentang argumen spiritual dengan cara yang tak biasa. Yaitu dengan membacakan apa yang ditulis oleh Imam Farahi.
Biasanya Ustaz menjelaskan dengan kata-kata Ustaz sendiri. Tapi kali ini beda. Ini karena Ustaz benar-benar jatuh cinta dengan cara Imam Farahi merangkai kata.
Maka Ustaz memutuskan, ”I will read how he wrote”. Ustaz akan membaca saja apa yang beliau tuliskan.
Ustaz sangat merekomendasikan kepada mereka yang sudah mahir bahasa Arab untuk membaca Dalaa-il al-Nizhaam. Bahasa Arabnya sangat indah, kata Ustaz.
Awal mula turunnya Al-Qur’an pasti berhubungan dengan seberapa maju peradaban saat itu dan bagaimana kualitas manusia yang hidup saat itu.
Allah membimbing makhluk-Nya. Allah membimbing manusia, sapi, burung, lebah, pohon, dan sebagainya. Tapi dari semua makhluk-Nya itu, Allah membimbing manusia secara berbeda.
Ciri yang paling menonjol dari manusia yang menerima petunjuk-Nya adalah kemampuan untuk mengomunikasikan secara jelas: al-bayaan.
Semua petunjuk-Nya dalam Al-Qur’an bisa kita terima, kita pahami, kita serap, melalui komunikasi. Melalui seseorang yang berbicara secara jelas.
Kemampuan manusia untuk mendapatkan petunjuk secara spiritual, secara emosional, maupun secara intelektual, tidak akan mungkin terjadi jika manusia itu sendiri tidak punya kemampuan untuk berbicara secara jelas.
Kondisi awal itu menuntun ke kondisi akhirnya.
Ar-rahmaanu ‘allamal qur’aana khalaqal insaana ‘allamahul bayaan. (Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara. (QS Ar-Rahman, 55:1-4)
Allah menciptakan Adam ’alayhis salaam. Itu adalah awalnya. Itu adalah kondisi permulaannya.
Wa ‘allama aadamal asmaa-a kullahaa. Allah mengajarkan kepada Adam, nama-nama, semuanya. (QS Al-Baqarah, 2:31)
Allah mengajarkan “bahasa” kepada Adam ’alayhis salaam. Itu adalah awal dari kisah hidup manusia. Permulaan dari kisah hidup kita semua. Awal dari petunjuk-Nya.
Kalau itu adalah awalnya, sekarang, bagaimana dengan akhirnya?
Apakah, atau yang manakah, akhir dari petunjuk-Nya?
Al-Qur’an itu sendiri, yang juga disebut sebagai Al-Bayaan.
Dari mana kita tahu bahwa Al-Qur’an adalah Al-Bayaan?
Dari ayat ini: haadzaa bayaanun linnaasi wa hudan wa maw’izhatun lil muttaqiin (QS Ali ‘Imran, 3:138).
Jelas korelasinya: allamahul bayaan di surah Ar-Rahmaan dan haadzaa bayaanun linnaas di surah Ali ‘Imran.
Apa yang diawali dari Adam ’alayhis salaam mencapai klimaksnya dengan datangnya Al-Qur’an.
Seakan-akan Allah memberi kita hadiah berupa kemampuan bicara, sehingga “suatu hari nanti” kita bisa mengapresiasi Al-Qur’an.
Ini adalah argumentasi pertama.
Ini baru bagian awal dari argumentasi spiritual yang disampaikan oleh Imam Hamiduddin Al-Farahi.
Seharusnya, kita masih dahaga akan pemahaman atas argumentasi Imam Farahi secara keseluruhannya.
Insyaallah kita lanjutkan pembahasan argumentasi Imam Farahi lebih lanjut minggu depan.
💎💎💎💎💎
Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / Heavenly Order – Lesson 03_ Spiritual Arguments (05:49 – 08:12)
Penutup
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah