Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-341
Topik: Pearls from Al-Kahfi
Jum’at, 28 Mei 2021
Materi VoB Hari ke-341 Pagi | Kekontrasan antara Al-Isra’ dan Al-Kahfi
Ditulis oleh: Heru Wibowo
#FridayAlKahfWeek49Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Ustaz masih melanjutkan cerita beliau. Tentang hubungan antara surah Al-Isra’ (surah ke-17) dengan surah Al-Kahf (surah ke-18).
Surah Al-Isra’ dimulai dengan subhaanalladzii asraa bi’abdihii. Ayat ini adalah tentang kesempurnaan dan kesucian Allah.
Surah Al-Kahf dimulai dengan alhamdulillaahilladzii anzala ‘alaa ‘abdihi. Bisakah kita merasakan hubungannya?
Ya. Hubungan dari kedua surah itu. Dari kata-kata yang mengawalinya. Yang membuat kita teringat dengan dzikir subhaanallaah walhamdulillaah.
Subhaanallaahi nishful-miizaan, walhamdulillaahi yamla-ul-miizaan. (HR Ahmad No. 22058, shahih).
Mengucapkan subhaanallaah mengisi separuh timbangan, mengucapkan alhamdulillaah memenuhinya (atau, memenuhi timbangan itu).
Wow!
Seakan-akan ketika kita baca Al-Isra’, kita sedang mengisi separuh timbangan. Dan ketika kita lanjutkan dengan Al-Kahfi, kita memenuhinya.
Subhaanallaadzii asraa bi ‘abdihii laylan … alhamdulillaahilladzii anzala. Dibawa ke mana? Masjidilharam ke Masjidilaqsa.
Linuriyahuu min aayaatinaa. Sehingga Allah bisa memberikan wahyu Allah kepadanya. Sehingga Allah bisa menunjukkan ayat-ayat-Nya. Sehingga Rasulullah bisa mendapatkan mukjizat-Nya.
Dengan kata lain, apa yang kita pelajari dari surah Al-Isra’ mulai dari awal surah adalah perjalanan Rasulullah mengikuti perintah Allah untuk menerima wahyu.
Ayat-ayat-Nya sedang menunggu Rasulullah. Menunggu di mana? Menunggu saat Rasulullah isra’, lalu mi’raj.
Yang melakukan perjalanan adalah Rasulullah. Huwalladzii yusaafir. Itu di surah Al-Isra’.
Sementara itu, di surah Al-Kahfi, ayat-ayat-Nya lah yang datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam. Alhamdulillaahilladzii anzala ‘alaa ‘abdihil kitaab.
Jadi, di Al-Isra’, Nabi melakukan perjalanan untuk menjemput ayat-Nya yang sedang menunggu, dan di Al-Kahfi, ayat-ayat-Nya yang “melakukan perjalanan” kepada Nabi.
Itulah kekontrasan antara Al-Isra’ dan Al-Kahfi.
Ini adalah bagaimana kedua surah terkoneksi satu sama lain.
Surah Al-Isra’ di permulaannya mengingatkan Bani Israil atau orang-orang Yahudi.
Surah Al-Kahfi di permulaannya mengingatkan orang-orang Nasrani.
Dari mana kita tahu hal itu?
Ayat ke-2 dari surah Al-Isra’: “Dan Kami berikan kepada Musa, Kitab (Taurat) dan Kami jadikannya petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman), “Janganlah kamu mengambil (pelindung) selain Aku.”
Itu untuk yang Al-Isra’.
Yang Al-Kahfi?
Ayat ke-4 dari surah Al-Kahfi: wayundziralladziina qaalut takhadzallaahu waladaa. Dan untuk memperingatkan kepada orang yang berkata, “Allah mengambil seorang anak.” Yang berkata seperti ini tidak lain adalah orang-orang Nasrani.
Kekontrasan yang kita jumpai di surah Al-Fatihah itu, ghayril maghdhuubi ‘alayhim waladhdhaalliin, terulang kembali di sini.
Subhaanallaah.
Lalu ada satu hal yang menarik lagi untuk kita perhatikan. Alhamdulillaahilladzii anzala ‘alaa ‘abdihil kitaab. Segala puji dan terima kasih bagi Allah yang telah menurunkan Kitab. (Al-Kahfi ayat 1)
Pertanyaannya adalah: Apakah “Kitab” itu sudah diturunkan sebelumnya?
Ya. Sudah ada Kitab yang diturunkan sebelumnya. Wa aataynaa muusal kitaaba waja’alnaahu hudan libanii israa-iil. (Al-Isra’ ayat 2) Sudah pernah ada Kitab yang turun ke Bani Israil.
Di awal Al-Kahfi, ada informasi tentang Rasulullah yang diberi Kitab.
Di awal Al-Isra’, ada informasi tentang Musa yang diberi Kitab.
Subhaanallaah.
Lalu adakah perbedaan antara dua Kitab itu?
Ada.
Apa perbedaannya?
Ini dia: walam yaj’al lahuu ‘iwajaa. (Al-Kahfi ayat 1) Dan Dia tidak menjadikannya bengkok.
Bagaimana perjalanan Kitab yang diturunkan ke Nabi Musa itu? Seiring berjalannya waktu, terjadi kebengkokan. Sehingga Kitab itu tidak murni lagi jadinya.
Apakah setelah Nabi Musa masih diturunkan Kitab yang lain? Ya.
Bagaimana perjalanan dari Kitab itu? Sama nasibnya dengan Kitab yang diturunkan ke Nabi Musa: bengkok juga seiring berjalannya waktu.
Lalu bagaimana dengan Kitab yang diturunkan ke Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam? Tidak ada kemungkinan untuk bengkok.
Mengapa bisa begitu? Al-Qur’an adalah Kitab terakhir. Tidak ada lagi Kitab setelah Al-Qur’an. Tidak ada kemungkinan bagi Kitab terakhir untuk mengalami kebengkokan.
Kita temukan lagi kekontrasan antara surah Al-Isra’ dan surah Al-Kahfi.
Di surah Al-Isra’, ada informasi tentang Kitab yang mengalami kebengkokan seiring berjalannya waktu.
Di Al-Kahfi, ada informasi tentang Kitab yang tidak akan pernah bengkok, tetap lurus sepanjang zaman tidak peduli seberapa pun besarnya usaha untuk menyimpangkannya.
Masih ada kekontrasan yang lain lagi yang lebih menarik. Yang, kalau kita menyadarinya, kita (seharusnya) tidak bisa menahan diri untuk mengucapkan alhamdulillaah.
Apa kekontrasan yang dimaksud?
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 18. Al-Kahf / 10. Al-Kahf Ayat 1a – A Deeper Look (30:47 – 34:19)
Materi VoB Hari ke-341 Siang | Kekontrasan antara Al-Isra’ dan Al-Kahfi
Ditulis oleh: Heru Wibowo
#FridayAlKahfWeek49Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
This is the last book. Al-Qur’an adalah Kitab terakhir.
Sebagai Kitab terakhir, Al-Qur’an tidak punya kesempatan untuk dibelokkan atau dibengkokkan oleh siapa pun juga.
Al-Qur’an tidak akan mengalami kebengkokan seperti yang dialami Kitab Nabi Musa ‘alayhis salaam.
Kekontrasan antara Kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, rasul terakhir, semakin nyata.
Lalu Kitab yang disebutkan di Al-Isra’ yang diturunkan kepada Nabi Musa itu, untuk siapa? Waja’alnaahu hudan libanii israa-iil. Untuk Bani Israil. Kitab Nabi Musa itu adalah petunjuk untuk Bani Israil.
Bagaimana dengan Kitab yang disebutkan di Al-Kahfi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad? Untuk manusia. Untuk seluruh umat manusia.
Qayyiman liyundzira. Sebagai bimbingan yang lurus untuk memperingatkan. Memperingatkan siapa? Karena tidak disebutkan siapanya, maka itu artinya memperingatkan semuanya. Memperingatkan setiap manusia.
Di Al-Baqarah juga jelas-jelas ditegaskan hudan linnaas. Bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk untuk manusia. Bukan untuk kaum tertentu.
Jadi beda dengan Kitab Nabi Musa. Allah telah menyebutkan di surah Al-Isra’ explicitly specifically, secara gamblang dan secara khusus, bahwa Kitab Nabi Musa adalah untuk Bani Israil.
Kitab Nabi Musa itu terbatas penggunaannya. Terbatas hanya untuk Bani Israil. Bukan untuk seluruh umat manusia.
Kitab Nabi Musa itu digantikan dengan Kitab yang sempurna: Al-Qur’an.
Injil pun mengonfirmasikan hal itu.
Maa nansakh min aayatin aw nunsihaa na’ti bikhayrin minhaa aw mitslihaa. (QS Al-Baqarah, 2:106)
Sebagian dari Al-Qur’an adalah seperti Taurat. Sebagian dari Al-Qur’an adalah lebih baik dari Taurat.
Apa artinya?
Kitab yang terbatas itu: terbatas oleh waktu, terbatas karena kemungkinan dibengkokkan isinya, terbatas hanya untuk satu kaum saja (Bani Israil), digantikan oleh Kitab yang lebih baik.
Kitab yang lebih baik itu tidak terbatas oleh waktu, tidak terbatas untuk satu kaum saja (tapi untuk seluruh umat manusia), tidak terbatas dari kemungkinan dibengkokkan (walam yaj’al lahuu ‘iwajan, qayyiman).
Itulah kekontrasan antara Al-Isra’ dan Al-Kahfi.
Ketika Anda menyadari kekontrasan ini, (seharusnya) tak tertahankan lagi untuk mengucapkan alhamdulillaah.
Maka menjadi makin masuk akal saat kita periksa lagi bahwa ayat pertama dari Al-Kahfi dimulai dengan alhamdulillaah.
Sungguh luar biasa hubungan antara surah Al-Isra’ dan surah Al-Kahfi, yang tidak akan kita lanjutkan eksplorasinya. Karena kita akan fokus untuk studi Al-Kahfi.
Tapi eksplorasi terhadap hubungan kedua surah ini belum benar-benar selesai. Karena hubungan antara keduanya so beautifully intertwined. Terjalin begitu indah.
Jalinan kedua surah ini sungguh mind-boggling. Mengherankan. Mengagumkan. Menakjubkan.
Musa ’alayhis salaam punya dua dimensi kepribadian. Beliau itu introvert tapi sekaligus juga extrovert.
Pembelajar yang haus akan ilmu sering menyendiri untuk melakukan refleksi. Kesendirian untuk memahami ilmunya dan merenungkannya. Ini adalah sisi introvert dari dirinya.
Seorang public speaker yang bicara lantang di depan publik mengoreksi kepemimpinan Fir’aun yang lalim adalah sisi extrovert dari Nabi Musa ’alayhis salaam.
Bani Israil sangat menghargai kualitas sisi extrovert dari Nabi Musa karena hal itu membuat mereka aman dari kejahatan Fir’aun.
Di akhir surah Al-Isra’, Allah menyebutkan tentang bagaimana Nabi Musa ’alayhis salaam menuntut keadilan dan kualitas kepemimpinan Fir’aun. Ini adalah kualitas extrovert dari kepribadian Nabi Musa.
Di Al-Kahfi, audiens utamanya adalah kaum Nasrani. Wayundziralladziina qaalut takhadzallaahu waladaa. Kaum ini tidak menghargai tipe kepribadian yang extrovert.
Apa yang kaum Nasrani hargai? Spiritualitas. Perjalanan spiritual.
Di Al-Kahf, apakah kita mendapati perjalanan spiritual? Ya. Perjalanan spiritual Nabi Musa dengan Khidhir ’alayhis salaam.
Perjalanan apa itu sebenarnya? A journey of learning. Sebuah perjalanan pembelajaran. A personal discovery. Sebuah perjalanan untuk menemukan diri sendiri.
Perjalanan Nabi Musa dengan Khidhir ’alayhis salaam bukanlah perjalanan seorang nabi yang berada di posisi kepemimpinan. Tapi perjalanan seorang pribadi yang bernama Musa ’alayhis salaam yang mau belajar.
Bisa dibilang bahwa saat bersama Khidhir ’alayhis salaam itu, Nabi Musa adalah an apprentice, seorang magang.
Jadi ada kekontrasan juga dari kedua sisi. Di surah Al-Isra’, ada sisi extrovert yang diungkap. Di surah Al-Kahfi, sisi introvert yang dikuak.
Subhaanallaah.
Apakah sudah cukup sampai di sini? Maksudnya, eksplorasi terhadap hubungan Al-Isra’ dan Al-Kahfi?
Ataukah di part selanjutnya kita sudah akan mulai menyelam masuk lagi ke studi Al-Kahfi itu sendiri?
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 18. Al-Kahf / 10. Al-Kahf Ayat 1a – A Deeper Look (34:19 – 37:25)
Materi VoB Hari ke-341 Sore | Kekontrasan antara Al-Isra’ dan Al-Kahfi
Oleh: Heru Wibowo
#FridayAlKahfiWeek49Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Yaaah, ketauan dah! Dari judul part 3 ini, Anda sudah bisa menebak bahwa kita masih akan melakukan eksplorasi terhadap hubungan Al-Isra’ dan Al-Kahfi.
Ada satu lagi kekontrasan yang menarik antara Al-Isra’ dan Al-Kahfi yang akan kita bahas. Kekontrasan yang membutuhkan perhatian yang seksama supaya kita bisa memahaminya dengan baik.
Ada kisah tentang Nabi Adam di kedua surah. Ada di pertengahan surah Al-Isra’ dan di pertengahan surah Al-Kahfi.
Apakah sama persis? Tidak sama persis. Cara menyampaikannya berbeda. Perbedaan itu bisa membuat Anda stunned. Tertegun.
Ini dia cara penyampaian Allah di surah Al-Isra’.
Wa idz qulnaa lil malaa-ikatisjuduu li aadama fasajaduu illaa ibliis. Qaala a-asjudu liman khalaqta thiinaa.
وَإِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلَـٰۤىِٕكَةِ ٱسۡجُدُوا۟ لِـَٔادَمَ فَسَجَدُوۤا۟ إِلَّاۤ إِبۡلِیسَ قَالَ ءَأَسۡجُدُ لِمَنۡ خَلَقۡتَ طِینࣰا
(QS Al-Isra’, 17:61)
Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu semua kepada Adam,” lalu mereka sujud, kecuali Iblis. Ia (Iblis) berkata, “Apakah aku harus bersujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?”
Di Al-Kahfi, ayatnya juga seperti itu, tapi ending dari ayatnya, berbeda.
Ini dia cara penyampaian Allah di surah Al-Kahfi.
وَإِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلَـٰۤىِٕكَةِ ٱسۡجُدُوا۟ لِـَٔادَمَ فَسَجَدُوۤا۟ إِلَّاۤ إِبۡلِیسَ كَانَ مِنَ ٱلۡجِنِّ فَفَسَقَ عَنۡ أَمۡرِ رَبِّهِۦۤۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُۥ وَذُرِّیَّتَهُۥۤ أَوۡلِیَاۤءَ مِن دُونِی وَهُمۡ لَكُمۡ عَدُوُّۢۚ بِئۡسَ لِلظَّـٰلِمِینَ بَدَلࣰا
(QS Al-Kahfi, 18:50)
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim.
Keduanya punya ayat yang sama persis: Wa idz qulnaa lil malaa-ikatisjuduu li aadama fasajaduu illaa ibliis. Tapi ayat lanjutannya, beda.
Di Al-Isra’, ayat lanjutannya adalah: _Qaala a-asjudu liman khalaqta thiinan_. “Haruskah aku bersujud kepada yang diciptakan dari tanah?
Mari kita ingat baik-baik yang ini: di surah Al-Isra’, iblis tidak mau sujud kepada Adam yang diciptakan dari dirt. Dari kotoran. Buat iblis, tanah itu kotoran.
Di Al-Kahfi, ayat lanjutannya adalah: Kaana minal jinni fafasaqa ‘an amri rabbih. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya.
Sekali lagi, supaya lebih jelas.
Kisahnya sama persis. Juga, sama-sama di bagian pertengahan kedua surah. Yakni kisah Nabi Adam ’alayhis salaam.
Di Al-Isra’, iblis menolak sujud karena Adam diciptakan dari kotoran.
Di Al-Kahfi, iblis menolak sujud karena dia dari golongan jin dan tidak mematuhi perintah-Nya.
Nah, sekarang, check this out. Mari sama-sama kita lihat fakta ini.
Surah Al-Isra’ itu, siapa audiensnya? Bani Israil.
Mengapa mereka menolak Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam? Kesombongan.
“Aku tidak bisa menerima manusia rendahan.”
Mereka memperlakukan Rasulullah sebagai manusia rendahan, bukan kita, na’uudzu billaahi min dzaalik.
Perilaku Bani Israil itu mirip iblis yang menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam karena terbuat dari kotoran.
Iblis menolak untuk bersujud karena Adam terbuat dari kotoran.
Bani Israil menolak karena Rasulullah adalah manusia rendahan.
Itulah yang kita saksikan di Al-Isra’.
Sekarang kita berpindah ke Al-Kahfi.
Surah Al-Kahfi itu, siapa audiensnya? Orang-orang Nasrani. Mereka bukan orang-orang yang arogan seperti Bani Israil.
Masalah mereka adalah: menjadikan rumit, membuat kebingungan, terhadap perkara yang sebenarnya sangat sederhana dan sangat jelas.
Satu itu sangat sederhana. Dan sangat jelas. Tapi satu itu dibuat jadi tiga.
Iblis itu dari golongan jin. Tapi mereka mengada-adakan konsep fallen angels, malaikat yang jatuh.
Maka orang-orang Nasrani harus diingatkan. Bahwa iblis bukanlah fallen angels tapi kaana minal jinn. Dia dari golongan jin.
Orang-orang Nasrani juga berkata bahwa darah Yesus membersihkan dosa-dosa mereka. Jadi mereka tidak lagi harus mematuhi hukum, aturan, atau perintah Tuhan.
Apa yang Allah bilang tentang iblis? Fafasaqa ‘an amri rabbih. Maka dia (iblis) mendurhakai perintah Tuhannya.
Orang-orang Nasrani perlu diingatkan bahwa perintah Allah masih valid. Masih sahih. Masih berlaku. Jangan seperti iblis yang melanggar perintah Tuhannya.
Bani Israil menunjukkan arogansinya. Itu cara mereka mengikuti iblis.
Orang-orang Nasrani membuat rumit kebenaran yang sebenarnya sangat sederhana dan melanggar perintah Allah. Itu cara mereka mengikuti iblis.
Each is told the part of the story that they need to hear, to get their act together.
Masing-masing dari kedua kaum itu diberi tahu bagian dari cerita yang perlu mereka dengar, untuk memperbaiki keimanan dan perilaku mereka.
Subhaanallaah.
Tapi sekali lagi, fokus kita bukan untuk mempelajari serta melakukan eksplorasi terhadap seluruh kekontrasan antara Al-Isra’ dan Al-Kahfi.
Yang dihadirkan ini adalah sekadar icip-icip saja. Betapa kerennya Al-Qur’an. Betapa luar biasanya mukjizat Allah ini.
Dan ini adalah akhir dari eksplorasi atau icip-icip itu. Selanjutnya kita akan mulai masuk dan menyelam kembali di samudra ayat pertama dari Al-Kahfi.
Yang akan kita bahas insya Allah adalah bukan “alhamdulillah” lagi, tapi lebih jauh atau lebih maju dari itu. Yakni kata atau frasa atau bagian berikutnya setelah “alhamdulillah” yang ada di ayat pertama surah Al-Kahfi. Dan insyaallah kita akan menyelesaikan pembahasan ayat pertama.
Insyaa Allaah kita lanjutkan minggu depan.
💎💎💎💎💎
Sumber: Bayyinah TV > Home / Quran / Deeper Look / 18. Al-Kahf / 10. Al-Kahf Ayat 1a – A Deeper Look (37:25 – 40:44) [End]
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.
Jazakumullahu khairan
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah