[MFA2021] Ayat yang Diulang 31 Kali! – Niknik Wagianto


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban. Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?

Ini adalah ayat favorit ibuku dari surat Ar-Rahman, yang ibuku bacakan di acara lamaran pernikahanku 8 tahun yang lalu. 

Kemudian ini menjadi ayat favoritku juga, yang mengingatkanku terus untuk selalu bersyukur dan mengingatkanku akan nikmat Tuhan yang sungguh sangat besar dan tak terhingga. 

Hingga sekarang aku sering memperdengarkan lantunan surat Ar-Rahman ini (dari aplikasi Qur’an) kepada anak-anakku, mengulang-ulang ayat favoritku tadi. Dan terutama si Kecil. Senang sekali dia mendengarkannya. 

Walau dia belum bisa berbicara, tapi dia terlihat senang sekali setiap kali surat ini dilantunkan, seperti mengerti makna-makna indah surat ini dan ayat-ayat yang ada di dalamnya. Bahkan kalau dia lagi rewel, tinggal diperdengarkan surat Ar-Rahman ini, tangisannya bisa mereda! Ini real story lho! 

Suatu ketika aku menonton ceramah Ustaz Nouman Ali Khan di YouTube. Beliau adalah salah satu ustaz favoritku karena penjelasannya dalam bahasa Inggris mudah dipahami dan dengan detail yang luar biasa.

Beliau kadang menyelipkan analogi kehidupan sehari-hari sehingga penjelasannya makin mudah dipahami. Beliau menjelaskan kisah surat ini dan aku baru paham latar belakang ayat favoritku ini diulang beberapa kali. 

Ada 31 kali ayat ini diulang di dalam satu surat. Tiga puluh satu kali! 

Dari penuturan beliau, aku baru tahu surat tersebut turun di Makkah sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak beriman dan tidak bersyukur ketika sudah bertahun-tahun Rasulullah berusaha mengingatkan kaum tersebut. 

Mengetahui latar belakang ini telah menambah ilmuku dan mengingatkanku selalu untuk tidak pernah kufur akan nikmat Tuhan yang luar biasa. Dan ayat itu akan selalu kuperdengarkan ke anak-anakku, sebagai bekal masa depan untuk selalu bersyukur dan mengingat nikmat dari Tuhan yang luar biasa. 

Juga di ceramah Ustaz Nouman Ali Khan yang terpisah, beliau mengingatkan bahwa semua orang memiliki masalah. Masalah keluarga, keuangan, kesehatan, dan lain-lainnya. Ayat ini juga membantuku untuk selalu bersyukur, kapan pun, di mana pun ketika sedang menghadapi masalah. Ayat ini bisa menjadi salah satu pegangan hidup yang luar biasa, kalau kita resapi betul maknanya. 

Fabi-ayyi aalaa irabbikumaa tukadzdzibaan. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kamu dustakan?

Yang susah berterima kasih itu, menurut Ustaz, bukan hanya non muslim. Yang muslim pun juga banyak yang susah berterima kasih. Padahal saat ini kita sebagai muslim pun merasakan nikmat yang banyak.

Ustaz mengambil contoh dari keluarga beliau sendiri.

Anak-anak Ustaz menikmati lebih banyak kemewahan dibanding Ustaz waktu kecil.

Tapi Ustaz sendiri saat masih kecil sudah merasakan kenikmatan yang lebih banyak dibandingkan ayah Ustaz saat ayah Ustaz masih kecil.

Kausar Ali Khan, ayah Ustaz, harus bersepeda 8 mil atau hampir 13 km untuk pergi ke sekolah. Kira-kira dari Monas ke Blok M. Dengan adiknya duduk di belakang membonceng.

Bukan dikayuh bersama, tapi ayah Ustaz yang harus mengayuh sepedanya. Hanya ayah Ustaz yang berkeringat.

Berangkat 13 km, plus mengayuh sepeda lagi pulangnya, berarti total 26 km pulang pergi. Belum selesai sampai di situ. Ayah Ustaz masih harus bantu-bantu pekerjaan di rumah seusai sekolah.

Saat membayangkannya, Ustaz berkomentar, “Wow! It’s a different life!” Maka sudah seharusnya Ustaz dan anak-anak Ustaz bersyukur atas kemudahan dan banyaknya nikmat dibandingkan ayah Ustaz atau kakek mereka dulu.

Afrina, ibunda Ustaz juga pernah bercerita betapa saat ‘Ied beliau hanya makan sepotong daging sapi. Menjelang ‘Ied, ibunda Ustaz serasa sudah tidak sabar menanti. Karena beliau akan makan sepotong daging sapi yang beliau idam-idamkan.

Hari ini, kalau kita ke rumah Ustaz, ada left over sekitar 10 potong daging sapi. Padahal ini hari biasa. Bukan ‘Ied. Dan beberapa potong daging sapi itu biasanya dibuang. Meski masih bisa dimakan.

Subhaanallaah.

Maka fabi-ayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan adalah ayat yang menguji kerendahan hati. 

Menurut Ustaz, ada dua masalah dalam konteks ini. Antara kerendahhatian vs arogansi. Dan antara rasa syukur vs kufur.

Jika kita tidak bersyukur maka itu tandanya kita telah diselimuti arogansi. Tapi jika kita rendah hati, mudah-mudahan kita menjadi orang yang pandai bersyukur.

Referensi: 

BTV Concise Commentary | 06. Ar-Rahman (Ayah 10-14) – A Concise Commentary

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s