[VoB2021] Allah Membiarkan Mereka dalam Kegelapan


Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-310

Topik: Pearls from Al-Baqarah

Selasa, 27 April 2021

Materi VoB Hari ke-310 Pagi | Allah Membiarkan Mereka dalam Kegelapan

Oleh: Rizka Nurbaiti

#TuesdayAlBaqarahWeek45Part1

Part 1

————————————–

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Pekan lalu kita membahas tentang perumpamaan orang munafik yang terdapat dalam dalam surah Al-Baqarah ayat 17.

مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ ٱلَّذِى ٱسْتَوْقَدَ نَارًۭا فَلَمَّآ أَضَآءَتْ مَا حَوْلَهُۥ ذَهَبَ ٱللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِى ظُلُمَـٰتٍۢ لَّا يُبْصِرُونَ

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS Al-Baqarah, 2:17)

Ustaz Nouman menjelaskan perumpamaan ayat tersebut dengan orang yang menyalakan api 🔥 di tengah gurun  di malam yang gelap gulita 🌑. Ketika apinya mulai membesar, sehingga bisa menerangi apa pun yang ada di sekitarnya. Allah menghilangkan cahaya mereka.

Allah membiarkan mereka dalam kegelapan,🌌😨

وَتَرَكَهُمْ فِى ظُلُمَـٰتٍۢ

Kegelapan yang dimaksud pada ayat ini tidak hanya sekedar “gelap” (karena malam sejatinya memang gelap), melainkan ”nuansa kegelapan tanpa cahaya sedikitpun” (shades of darkness).

Apa maksud dari “nuansa kegelapan?”

Maksudnya adalah mereka tidak hanya dibiarkan di tengah malam yang gelap saja, melainkan di malam itu awan gelap menutupi langit, kemudian ditutupi awan yang gelap lagi di atasnya 🌫🌑. Jadi keadaan malam itu benar-benar gelap gulita tanpa cahaya sedikitpun. Semakin jauh mereka masuk ke gurun tersebut, maka semakin gelap lagi gurun itu. 

So, mereka sebenarnya tidak hanya dalam kegelapan karena mereka tersesat pada malam hari, tetapi lebih buruk dari itu. Kegelapan ini adalah kegelapan yang terburuk.

لَّا يُبْصِرُونَ

Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk dapat melihat.

Kata “melihat” juga bisa menggunakan kata “يرون” (yaruuna). Mengapa Allah menggunakan kata يُبْصِرُونَ (yubshiruuna) pada ayat ini dan bukan يرون (yaruuna)?

Ustaz akan menjelaskannya nanti, di saat kita telah memahami gambaran perumpamaan yang terdapat pada ayat ini dengan mendalam.

Omong-omong, perumpamaan yang disebutkan dalam ayat ini mengerikan, kan? 

Bayangkan saja, mereka tersesat di tengah gurun, di malam yang sangat amat gelap, dan mereka tidak dapat menemukan cahaya apapun. Bukankah itu sangat mencekam?

Sehingga saking takutannya, saat seseorang dari mereka bisa melihat sedikit bayangan dari kejauhan, maka mereka akan segera berteriak:

“Halooooooo, adakah orang di sana?”

Dan jika mereka mendengar ada suara patahan ranting 🪵, atau gesekan daun 🍂, maka mereka akan segera mengatakan,

🗣 “Heiiiii, apakah itu orang?” 

🗣 “Halooooo, Haloooooo, saya perlu bantuan Anda, siapapun itu tolong bantu sayaaaaa!!!!

Faktanya jika kita tidak bisa melihat, maka kemampuan mendengar kita akan lebih meningkat. Telinga kita menjadi lebih tajam.

Contohnya saat kita hendak tidur di malam hari, kemudian kita mematikan lampu kamar kita, sehingga kamar kita menjadi gelap. 💤 Maka kita akan lebih peka terhadap suara apapun, misalnya suara hembusan angin 💨 karena jendela terbuka, atau suara pintu terbuka karena adik kita sedang keluar kamar untuk makan. Kita bisa mendengarnya dengan lebih jelas. 

Seketika kita akan menjadi lebih peka terhadap suara, karena pendengaran kita meningkat saat penglihatan kita menurun.

sebaliknya saat kita sudah bisa melihat dengan jelas kembali, sudah pagi hari atau saat lampu sudah menyala, ibu kita memanggil 20 kali sekalipun kita tidak bisa mendengar panggilannya, hehehe.

Kembali pada perumpamaan yang terdapat dalam ayat 17, 

Apakah orang-orang munafik yang digambarkan pada ayat ini berada dalam kegelapan? Iya

Jadi, indera apa yang seharusnya menjadi lebih tajam? Indera pendengaran.👂

 Tapi apa yang terjadi pada mereka, apakah pendengaran mereka meningkat?

Jawabannya terdapat di ayat selanjutnya yaitu ayat 18. Allah berkata صُمٌّۢ (summun).

Apa arti dari kata tersebut?

Insya Allah bersambung pada bagian selanjutnya.

Sumber: 

– Bayyinah TV – Quran – Surahs – Deeper Look – Al-Baqarah – 02. Al-Baqarah (Ayah 17-20) (20:23-22:04)


Materi VoB Hari ke-310 Siang | Tidak Bisa Mendengar, Berbicara, dan Melihat

Oleh: Rizka Nurbaiti

#TuesdayAlBaqarahWeek45Part2

Part 2

————————————–

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

ذَهَبَ ٱللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِى ظُلُمَـٰتٍۢ

Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS Al-Baqarah, 2:17)

Orang-orang munafik yang digambarkan pada ayat ini berada dalam kegelapan. 

Seharusnya ketika indera penglihatan menurun, maka indera pendengaran akan meningkat, kan? 

Namun beda halnya dengan orang-orang munafik pada perumpamaan ini. Setelah Allah ﷻ mengatakan orang-orang munafik tersebut tidak dapat melihat, Ia ﷻ melanjutkannya dengan berkata صُمٌّۢ (summun), mereka tuli (QS Al-Baqarah, 2:18) .

Mereka tuli. Bukan karena Allah ﷻ membuat mereka tuli, tapi merekalah yang tuli. 

Jadi, masalah mereka sekarang bukan hanya tidak bisa melihat karena tidak ada cahaya, melainkan mereka juga tidak bisa mendengar. 

Padahal ketika kita tersesat di kegelapan salah satu indera yang bisa membantu kita menemukan jalan keluar adalah indera pendengaran.

So, sampai di sini saja gambaran yang Allah ﷻ jelaskan mengenai keadaan orang-orang munafik tersebut sudah sangat menyeramkan, ditambah lagi Allah ﷻ mengatakan بُكْمٌ, mereka bisu. 

Bisu berarti mereka tidak dapat bersuara _(mute)_ dan tidak ada orang yang dapat mendengar suara mereka. 

Ada 2 poin di sini, pertama bahkan jika mereka bisa berbicara tidak ada yang dapat mendengar ucapan mereka. Kedua, mereka berada di tempat yang sangat jauh di mana tidak ada yang dapat mendengar suara mereka.

Seseorang yang dalam jangka waktu panjang sama sekali tidak bersuara, maka dia akan mulai berpikir bahwa pendengarannya sudah tidak berfungsi, bahwa dia tuli. 

Kemudian Allah ﷻ kembali melanjutkan dengan mengatakan عُمْىٌ (‘umyun)

Pada ayat 17 yang dijelaskan sebelumnya, Allah ﷻ mengatakan mereka tidak bisa melihat karena mereka berada dalam situasi gelap gulita, tidak ada cahaya, dan awan gelap menyelimuti langit. 

Jadi, mereka di sini mengalami kebutaan karena unsur luar dari diri mereka, yakni semua sumber cahaya seperti matahari, bulan, bintang atau lampu menghilang. Saat cahaya dari luar menghilang, setidaknya kita perlu bagian dari mata kita yang dapat beradaptasi dengan kegelapan sehingga kita bisa sedikit melihat, kan?

Tapi sekarang kemampuan dari mata mereka pun telah tidak ada, ‘umyun (mereka buta). 

Dari  ayat 18 ini kita mengetahui bahwa pendengaran mereka, kemampuan berbicara mereka, serta penglihatan mereka menghilang.

Setelah menyebutkan kehilangan yang dialami oleh orang-orang munafik tersebut, Allah ﷻ mengatakan فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ, mereka tidak mungkin kembali.

Pertanyaannya selanjutnya adalah kembali ke mana? 

Kembali ke cahaya yang mereka seharusnya miliki. Seperti yang Allah ﷻ katakan pada ayat sebelumnya ذَهَبَ ٱللَّهُ بِنُورِهِمْ, bahwa Allah ﷻ menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka.

Allah ﷻ menggunakan kata نُورِهِمْ (nuurihim), cahaya mereka. Sehingga, cahaya yang dicoba untuk dinyalakan oleh seorang pria tersebut bertujuan untuk menyinari mereka. 

Kembali ke perumpamaan yang terdapat pada ayat ini,  Ustaz mengatakan bahwa penjelasan mengenai perumpamaan yang ada di ayat ini sangat mind blowing. So, Ustaz berdoa kepada Allah ﷻ agar ia diberikan kemudahan dalam menjelaskan ayat ini sehingga kita dapat memahami apa yang ia sampaikan dan merasakan keindahan dari ayat ini. 

Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa perumpamaan hubungan antara Beliau ﷺ dengan kita adalah perumpamaan sebagaimana orang yang mencoba menyalakan api dengan kelompok orang yang ingin diberikan cahaya. Walaupun subjek perumpamaannya berbeda tetapi secara garis besar hubungan antara kedua subjek di perumpamaan ini sama.

Di antara Rasulullah ﷺ dengan kita siapa yang menjadi pria yang mencoba menyalakan api? Dan bagaimana penjelasan mengenai perumpamaan ini?

Insya Allah bersambung pada bagian selanjutnya.

Sumber: 

– Bayyinah TV – Quran – Surahs – Deeper Look – Al-Baqarah – 02. Al-Baqarah (Ayah 17-20) (22:04-24:16)


Materi VoB Hari ke-310 Sore | Cahaya di Tengah Kegelapan

Oleh: Rizka Nurbaiti

#TuesdayAlBaqarahWeek45Part3

Part 3

————————————–

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa perumpamaan hubungan antara Beliau ﷺ dengan kita adalah perumpamaan sebagaimana orang yang mencoba menyalakan api. 

Walaupun subjek perumpamaannya berbeda tetapi secara garis besar hubungan antara kedua subjek di perumpamaan ini sama.

Di antara Rasulullah ﷺ dengan kita siapa yang menjadi pria yang mencoba menyalakan api? 

Rasulullah ﷺ 

Sekarang mari kita melihat jauh ke belakang, keturunan Nabi Ishaq ‘alaihissalam memiliki banyak nabi dan rasul. Setiap kali seorang nabi dari keturunannya tersebut meninggal, nabi lain dari keturunannya akan menggantikannya. Contohnya setelah Nabi Daud ‘alaihissalam, ada Nabi Sulaiman ’alaihissalam. Dan setelah Nabi Zakaria ’alaihissalam, ada Nabi Yahya ’alaihissalam.

Nabi dan rasul dari keturunan bani Israel ini terus menerus berlanjut dari generasi ke generasi hingga Nabi Isa ‘alaihissalam. Nabi Isa ‘alaihissalam adalah nabi terakhir untuk bani Israel.

Kaum bani Israel ini pada akhirnya menolak ajaran Nabi Isa ‘alaihissalam, kemudian Allah ﷻ mengangkat Nabi Isa ‘alaihissalam kepada-Nya, 

بَل رَّفَعَهُ ٱللَّهُ إِلَيْهِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًۭا

Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisa, 4:158)

Jarak antara masa kenabian Nabi Isa ‘alaihissalam dengan masa kenabian Nabi Muhammad ﷺ adalah sekitar 600 tahun. Itu waktu yang sangat panjang, bukan?

Ditambah lagi kaum bani Israel terbiasa memiliki nabi dari generasi ke generasi. Jadi, ketika setelah Nabi Isa ‘alaihissalam tidak ada lagi nabi yang turun, itu merupakan hal yang berat bagi mereka. 

Satu, dua, tiga, empat, lima generasi berlalu, bahkan hingga 6 abad berlalu, tidak ada nabi dan rasul yang diutus untuk mereka.

Jadi pada masa itu, kaum bani Israel sangat rindu akan adanya seorang nabi. Mereka juga meyakini bahwa ketika wahyu berhenti dalam waktu yang lama, berarti nabi yang terakhir akan datang.

So, orang-orang Yahudi pada masa itu sebetulnya sangat menunggu kedatangan utusan terakhir yakni Rasulullah ﷺ. 

Beberapa sejarawan berpendapat bahwa orang Yahudi pindah ke Madinah karena mereka meyakini Nabi dan rasul utusan Allah yang terakhir akan datang ke Madinah. Mereka mengetahui hal ini dari Kitab mereka.

Beberapa generasi terdahulu dari orang-orang Yahudi pindah ke Madinah dan mereka menuliskan surat untuk Rasulullah ﷺ. 

Mereka menuliskan surat tersebut dengan bahasa mereka sendiri, surat ini berisi pernyataan bahwa mereka menunggu Rasulullah ﷺ, yang kedatangannya telah dijelaskan di Kitab yang mereka miliki. 

Kemudian sebelum mereka meninggal dan ketika mereka belum sempat bertemu dengan Rasulullah ﷺ, mereka meneruskan surat itu kepada anak-anak mereka. Selanjutnya, anak-anak mereka memberikannya lagi kepada anak-anak mereka. 

Ini adalah tradisi orang Yahudi Arab, mereka menunggu utusan Allah yang terakhir, datang ke Madinah, dari generasi ke generasi secara turun temurun. Hingga akhirnya sekitar 600 tahun berlalu, lahirlah Rasulullah Muhammad ﷺ, sebagai Nabi terakhir utusan Allah.

Berhentinya wahyu sebagai petunjuk untuk umat manusia ini diumpamakan sebagai “malam”.

Karena wahyu adalah cahaya. Seperti yang Allah ﷻ sebutkan pada QS At-Taghabun, 64:8,

فَـَٔامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَٱلنُّورِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلْنَا ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌۭ

Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al-Quran) yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ketika Allah ﷻ menyebutkan bahwa Ia menurunkan wahyu, Ia menyebutkan wahyu tersebut dengan cahaya. Tanpa cahaya, kita tidak akan bisa mendapatkan petunjuk arah, kan? 

Sehingga hanya cahaya yang akan memberikan kita “petunjuk” (huda). Jadi wahyu disebut dengan “petunjuk” karena wahyu itu sendiri disebutkan sebagai “cahaya”. Kedua kata ini saling menggantikan satu sama lain. 

Sekarang bayangkan, untuk waktu yang lama dunia berada dalam kegelapan karena wahyu dari Allah ﷻ belum datang. Bahkan bagi orang-orang Arab kegelapan kehidupan mereka lebih lama lagi, karena nabi yang terakhir bersama mereka adalah Nabi Ismail ‘alaihissalam dan itu sudah ribuan tahun yang lalu. 

Mereka telah kehilangan cahaya kehidupan mereka dalam waktu yang sangat, sangat, sangat lama. 

Allah ﷻ memberikan kekuatan yang lebih untuk keturunan Nabi Ismail ‘alaihissalam dan orang-orang Arab. Ia ﷻ membuat mereka berada di dalam kegelapan yang sangat spesial dibandingkan bangsa lain. 

Bangsa lain disekitar mereka yaitu kekaisaran Romawi, kekaisaran Persia, serta Abyssinians, ia membagunan infrastruktur di negaranya, mendirikan istana yang megah, kota-kota yang maju, dsb. Di sisi lain orang-orang Arab hanya memiliki “gurun”.  Tidak ada bangunan megah di negaranya.

Mereka sebagian besar adalah orang Badui. Mereka berkeliling, menyalakan api di malam hari dan mendirikan tenda untuk berteduh kemudian berpindah ke tempat lainnya. Tidak ada infrastruktur, tidak ada peradaban, serta tidak ada bangunan yang mewah.

Mereka hidup dengan cara seperti kehidupan beberapa abad di belakang dibandingkan dengan kehidupan bangsa lainnya. Di tengah kegelapan kehidupan mereka tersebut, Allah ﷻ  menurunkan Rasulullah ﷺ. Masyaa Allah.

Allah ﷻ menurunkan Al-Qur’an melalui Rasulullah ﷺ , pada suatu malam di negeri yang sebelumnya berada dalam kegelapan karena tidak adanya petunjuk. 

Al-Qur’an yang diturunkan melalui Rasulullah ﷺ tersebut, merubah seluruh dunia. 

Peta dunia yang kita lihat saat ini, dapat kita lihat karena adanya malam itu (ketika Al-Qur’an turun). 

So, Satu malam mengubah seluruh perjalanan sejarah manusia. Seperti apa Persia, seperti apa Roma, serta seperti apa Amerika itu, kita bisa mengetahuinya karena adanya malam itu.

Kebayang kan betapa dunia ini telah mendapatkan banyak petunjuk dari ilmu yang diberikan Islam secara langsung atau tidak langsung. 

Sungguh luar biasa bahwa setidaknya seperlima dari populasi dunia menjadi berubah baik secara langsung maupun tidak langsung karena wahyu Allah ﷻ tersebut, yang diturunkan pada satu malam itu.

Allah ﷻ memilih bangsa Arab untuk menerima wahyu-Nya tersebut. Wahyu ini tidak diberikan kepada Kekaisaran Romawi, bukan kepada bangsa Yunani yang memiliki sejarah filosofis. 

Allah ﷻ memutuskan untuk menurunkan wahyu-Nya tersebut di tempat tergelap di bumi, yang tidak memiliki peradaban. 

Mereka hanya memiliki satu hal yang paling berharga bagi mereka .

Apakah hal tersebut?

Insya Allah bersambung pada hari Selasa pekan depan.

Sumber: 

– Bayyinah TV –  Qur’an – Surahs – Deeper Look – Al-Baqarah – 02. Al-Baqarah (Ayah 17-20) (24:16-29:16)


Penutup

Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahaya-Nya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiara-Nya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team 

Voice of Bayyinah

One thought on “[VoB2021] Allah Membiarkan Mereka dalam Kegelapan

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s