[VoB2021] Qur’an vs Kitab


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-294

Topik: Heavenly Order

Hari, tanggal: Ahad, 11 April 2021

Materi VoB Hari ke-294 Pagi | Qur’an vs Kitab

Oleh: Heru Wibowo

#SundayHeavenlyOrderWeek42Part1

Part 1

Kita sekarang masuk ke textual arguments. Yang dimaksud adalah argumen yang berhubungan dengan teks Al-Qur’an, terkait susunan dan urutan Al-Qur’an.

Ustaz merasa perlu untuk menggunakan layar proyektor. Karena Ustaz ingin menampilkan sebuah ayat.

Tapi Ustaz membatalkan niat beliau. Beliau berubah pikiran. Tidak jadi pakai screen. Mau cerita saja.

Yang pertama ingin Ustaz sampaikan adalah: ada dua nama utama dari Al-Qur’an, di dalam Al-Qur’an: Qur’an dan Kitab.

Ustaz perlu mengulangi lagi untuk menekankan bahwa dua nama utama itu penting untuk kita pahami betul: Qur’an dan Kitab.

Jika dua nama utama itu sudah menancap kuat dalam alam pikiran kita, selanjutnya Ustaz ingin supaya kita memperhatikan hal berikut: Qur’an berasal dari kata qara-a.

Apa arti qara-a?

To recite out loud. Membaca dengan lantang.

To recite verbally. Membaca secara lisan.

To pronounce. Mengucapkan.

Nah, sekarang. Ketika Anda membaca dengan lantang, apakah itu oral experience atau written experience? Apakah itu pengalaman lisan atau pengalaman tertulis?

Oral experience atau pengalaman lisan.

Orang-orang merasakan pengalaman mendengarkan Al-Qur’an yang disampaikan secara lisan. Sehingga audible experience atau pengalaman mendengarkan itu disebut “Qur’an”.

Ketika orang-orang membaca buku. Ketika mereka membaca buku. Yang bekerja adalah mata atau penglihatan mereka. 

Bagaimana halnya dengan Qur’an? Disebut “Qur’an” karena ada pengalaman mendengarkan. Berarti yang bekerja bukan mata. Yang bekerja bukan penglihatan. Yang bekerja adalah telinga.

Masih ingat dua nama dari Al-Qur’an? Qur’an dan Kitab. Nah, sekarang, ketika kita menyebut Kitab. 

Apa arti Kitab?

Buku.

Baru saja kita mempelajari bahwa untuk “Qur’an”, yang bekerja adalah telinga. Nah, sekarang, untuk Kitab atau “buku”, apa yang bekerja?

Kedua mata atau penglihatanlah yang bekerja.

Semoga ini bisa dipahami. Semoga ini mudah dipahami.

Jadi ketika digunakan kata Kitab, maka itu merujuk pada dokumen tertulis.

Dan ketika digunakan kata Qur’an, maka itu merujuk pada pengalaman mendengarkan.

Sampai di sini, semoga bisa dipahami.

Sekarang, Ustaz meminta kita untuk mendengarkan sebuah ayat Al-Qur’an.

Tapi sebelum Ustaz membaca ayat tersebut, Ustaz menanyakan sesuatu: What is in the Heaven? Apa yang ada di surga?

Yang ada di surga itu Kitab atau Qur’an?

Mari kita ingat dan ulangi lagi: Qur’an merujuk pada apa yang dibaca atau diperdengarkan. Qur’an merujuk pada pengalaman mendengarkan. Maksudnya, Jibril ’alayhis salaam memperdengarkannya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam. Lalu Rasululllah memperdengarkan “Qur’an” kepada para sahabat.

Ini dia ayatnya: innahuu laqur-aanun kariim.

Ada dua nama utama, masih ingat ya, dan di ayat yang baru saja dibaca, nama yang mana yang muncul?

Qur’an.

Apakah kata “Qur’an” adalah sebuah pengalaman mendengar yang dialami di dunia ini, atau sesuatu yang didokumentasikan di surga?

Pertanyaan ini tidak terlalu sulit. Tapi untuk memastikan jawaban Anda tepat atau kurang tepat, insya Allah kita buktikan ba’da zhuhur.

💎💎💎💎💎

Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / Heavenly Order – Lesson 02_ Textual Arguments (00:00 – 01:57)

💎💎💎💎💎


Materi VoB Hari ke-294 Siang | Qur’an Ini dan Kitab Itu

Oleh: Heru Wibowo

#SundayHeavenlyOrderWeek42Part2

Part 2

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Kemungkinan besar Anda menjawab pertanyaan itu dengan tepat. 

Tentu saja “Qur’an” adalah sebuah pengalaman mendengar yang dialami di dunia ini. Kata “Qur’an” bukan merujuk pada sesuatu yang didokumentasikan di surga.

Jadi kata “Qur’an” merujuk pada dunia ini. Kita mendengarkan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an di dunia ini.

Oh iya, untuk memastikan Anda masih mengingatnya: selain kata Al-Qur’an, disebut apakah sesuatu yang tertulis dan ada di surga di atas sana?

Kitab.

Makanya di Al-Baqarah bunyi ayatnya adalah dzaalikal kitaab. That Kitab, atau Kitab itu. 

Kata that atau “itu” merujuk kepada sesuatu yang jauh. Beda dengan kata this atau “ini” yang merujuk kepada sesuatu yang dekat.

Dan Al-Qur’an menyebutkan dzaalikal kitaab, bukan haadzal kitaab. Kitab “itu”, bukan Kitab “ini”.

Karena Kitab itu ada nun jauh di atas sana, maka kata yang digunakan adalah “itu”, bukan “ini”, karena posisinya jauh di atas sana.

Sekarang mari kita cermati ayat ini. Innahuu laqur’aanun kariim. (QS Al-Waqi’ah, 56:77) This is truly a noble recital. Ini sesungguhnya adalah bacaan yang sangat mulia.

Mengapa digunakan kata recital atau bacaan? Karena Qur’an diperdengarkan di sini. Di bumi ini. Di dunia ini.

Lalu ayat selanjutnya, mari kita simak dan cermati: fii kitaabin maknuun. (QS Al-Waqi’ah, 56:78)

Diulangi lagi ya: innahuu laqur’aanun kariim, fii kitaabin maknuun. Lalu selanjutnya: laa yamassuhuu illal muthahharuun. (QS Al-Waqi’ah, 56:79)

Ini sungguh adalah sebuah bacaan yang sangat mulia. Yang ada di mana? Di Kitab yang berada jauh dari kita. Hanya yang paling disucikan yang bisa menyentuhnya.

Dua ayat ini, Al-Waqi’ah 77 dan 78, apa pesannya?

Allah merujuk kepada lawhin mahfuuzh (QS Al-Buruj, 85:22). Tempat menyimpan Al-Qur’an. Tempat yang terjaga.

Kata-kata yang kita pikir akan digunakan adalah innahuu lakitaabun kariim. Mengapa? Karena fii kitaabin maknuun, jadi kitaabun kariim itu adalah bagian dari Kitab yang lebih besar yakni kitaabin maknuun

Itu setidaknya adalah apa yang mungkin kita pikirkan.

Tapi ternyata Allah tidak bilang begitu. Allah tidak bilang, Kitab ini adalah bagian dari Kitab yang lebih besar. Tapi: bacaan ini adalah bagian dari Kitab yang terpelihara.

Di ayat yang sebelum lawhin mahfuuzh tadi Allah juga berfirman, bal huwa qur’aanummajiid. (QS Al-Buruj, 85:21) Bacaan yang sangat mulia.

Mari kita pikirkan lagi kata Kitab. Sudah kita bahas di part 1 perbedaan Qur’an dan Kitab. Apa arti Kitab?

Written document. Dokumen yang tertulis. Buku yang tertulis.

Dalam bahasa Arab klasik, Kitab itu tidak seperti Anda mengambil pena, lalu menuliskannya di atas secarik kertas.

Tentu saja, juga bukan seperti kita membiarkan jari-jemari kita menari di atas tuts-tuts keyboard laptop kita.

Bukan seperti itu.

Kitab di zaman itu adalah seperti menggunakan pisau, alat pahat, atau benda tajam lainnya. Lalu kita memahat di pohon atau di atas sebilah kayu. Etching. Menggores atau mengukir. 

Saat kita menulis pakai tangan, huruf yang kita hasilkan cenderung membentuk curvy letters. Tulisan huruf yang melengkung.

Tapi arabic scripts atau naskah tulisan Arab membentuk huruf atau tulisan yang bersudut.

Mengapa bersudut?

Insya Allah kita hadirkan jawabannya ba’da ‘ashar.

💎💎💎💎💎

Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / Heavenly Order – Lesson 02_ Textual Arguments (01:57 – 04:02)

💎💎💎💎💎


Materi VoB Hari ke-294 Sore | Logika Angka Arab

Oleh: Heru Wibowo

#SundayHeavenlyOrderWeek42Part3

Part 3

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Jawabannya sebenarnya mudah. Bisa ditebak bahwa Anda pun sudah tahu jawabannya. Ya, betul, pasti akan sulit untuk membuat lengkungan menggunakan alat pahat.

Makanya naskah tulisan Arab asli saat itu bentuknya bersudut. Tidak berbentuk seperti kurva atau garis lengkung yang bisa dengan mudah kita buat dengan alat tulis zaman now.

Itulah kenapa angka Arab bentuknya seperti itu. Seperti yang kita lihat saat ini. Misalnya angka empat. Bentuknya zigzag. Bentuknya seperti huruf “E”. Tapi ditulisnya zigzag.

“Bukannya angka lima tulisan Arab bentuknya seperti huruf “O”? Atau seperti angka nol? Berarti bukan zigzag dong? Berarti curvy dong?”

Tidak. Aslinya tidak melengkung seperti itu. Angka lima tulisan Arab aslinya tidak bundar seperti itu. Tapi lebih seperti segitiga.

Ustaz juga menjelaskan logika di balik angka Arab yang kita dapati sekarang. Yakni bahwa angka Arab itu ditulis sesuai jumlah sudutnya. Ada sebuah video di YouTube di channel InsuranceDaily dengan judul “Arabic Numbers” yang cukup bagus dalam menjelaskan logika di balik angka Arab tersebut.

Semua angka Arab itu aslinya tidak ada yang melengkung. Semuanya ditulis atau dibuat dengan garis lurus.

“Bukannya angka delapan itu terdiri dari dua bulatan ya?”

Bukan. Aslinya tidak seperti itu. Aslinya adalah dua kotak yang masing-masingnya punya empat sudut. Jadi jumlah sudutnya ada delapan.

Atau kalau di video yang di YouTube tadi dijelaskan bahwa angka delapan tersusun dari dua segitiga di mana bagian yang lancip bertemu di tengahnya. 

Ada tiga sudut di masing-masing segitiga. Ada dua segitiga berarti jumlah sudutnya ada enam. Tapi masih ada dua sudut lagi akibat pertemuan di titik bagian segitiga yang lancip tadi. Sehingga total sudutnya ada delapan. Maka itulah angka delapan.

Sebuah logika angka Arab yang keren!

Poinnya sebenarnya adalah bahwa menulis Kitab di zaman dahulu itu tidak mudah. Karena yang dilakukan sebenarnya adalah “memahat”, bukan “menulis”.

Sekarang bayangkan orang zaman dulu menulis Bismillaahirrahmaanirrahiim dalam tulisan Arab. Berarti dipahat ya, bukan sekadar ditulis.

Kalau sudah “terlanjur” dipahat seperti itu, bisakah kita ubah urutannya?

Ada pelajaran penting di sini: untuk sesuatu yang sudah “dipahat” seperti itu, maka urutannya tidak bisa lagi diubah-ubah.

Jika Anda membaca sesuatu, Anda bisa memutuskan untuk membaca lebih dulu paragraf ketiga dari beberapa bait puisi. Atau paragraf kedua dulu.

Tapi untuk tulisan yang sudah dipahat, kita tidak bisa lagi membolak-balik urutannya. Urutannya sudah paten.

Artinya?

Urutan Al-Qur’an itu adalah sudah paten. Urutan Al-Qur’an itu sudah sesuai dengan apa yang telah “dipahat” di lauhin mahfuzh bersama-Nya.

Dan apa yang sudah “dipahat” itu urutannya sudah patent, terlindungi, tidak goyah, dan tidak bisa diutak-atik lagi.

Insya Allah kita lanjutkan minggu depan.

💎💎💎💎💎

Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / Heavenly Order – Lesson 02_ Textual Arguments (04:02 – 06:03)

Referensi tambahan: Arabic Numbers di channel InsuranceDaily: https://youtu.be/XvekfZ0uTpc 


Penutup

Semoga Allah terangkan, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon do’akan kami agar bisa istiqomah untuk berbagi mutiara-mutiaraNya. 🙏

Jazakumullahu khairan 😊

Salam,

The Miracle Team 

Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s