Sabtu itu saya merasa ‘biasa saja’ mengikuti sesi sharing yang diadakan QAC Jakarta. Di sana, saya mendengarkan cerita Teh Dece mengenai kekagumannya pada Maryam binti Imran. Seorang mulia yang hanya saya kenal tipis-tipis, tapi menjadi semakin terpana karena pemaparan Teh Dece.
Keesokan harinya, hari Ahad saya pun masih ‘biasa saja’ menyimak Ustadz Umar Makka yang berkisah secara rinci mengenai Maryam binti Imran. Saya catat isi kajiannya dan saya baca kembali sambil mengangguk-angguk senang karena semakin paham runutan hidup beliau.

Hari Senin, ketika saya buka Al-Qur’an untuk melanjutkan tilawah, saya terkaget-kaget bahwa surat yang akan saya baca adalah surat Maryam. “Wah, Maryam lagi. Ada apa ini?” Saya baca perlahan ayat demi ayat. Lalu saya baca artinya dan merasakan gerimis di hati.
كهيعص ﴿١﴾ ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا ﴿٢﴾ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا ﴿٣﴾ قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُن بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا ﴿٤﴾
Kaf Haa Yaa ‘Ain Shood (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (QS. Maryam: 1-4)

Teringat masa-masa lalu, ketika saya merasa ingin sekali Allah cepat mengabulkan apapun yang saya harapkan. Betapa dulu saya pernah kecewa dan sedih ketika merasa Allah tidak mengabulkan doa-doa saya.
Di hari ketiga pertemuan dengan Maryam, tentu saja saya sudah tidak merasa biasa lagi. Ini adalah cara indah Allah untuk mendudukkan saya, untuk mengenalkan saya pada sosok Maryam dengan perlahan dan indah. Saya dibuat paham dulu akan rangkaian kisahnya, baru dipertemukan dengan awal surat Maryam ini. Sehingga saya bisa semakin meyakini untuk: “Yuk, berdoa pada Allah dengan lembut dan yakin. Percaya deh, bahwa kita nggak pernah kecewa ketika kita berdoa pada Allah.”
Hari pertama dan kedua Allah mengenalkan saya mulai dari kisah mengenai orang tua Maryam, yaitu Imran dan Hana, sampai Maryam mempunyai Nabi Isa. Maryam adalah wanita salihah yang dilahirkan dari bapak ibu yang sudah mempunya visi misi yang jelas, bahkan sejak Maryam dalam kandungan. Imran dan Hana menginginkan bayi tersebut dikhidmatkan untuk Baitul Maqdis serta diasuh pamannya, Nabi Zakaria.
Meskipun bayi Imran dan Hana adalah perempuan, mereka tetap melaksanakan niatnya itu. Maryam adalah wanita salihah yang menyerahkan hidupnya untuk taat pada Allah. Ia berkhidmat di Baitul Maqdis dengan cara membersihkan masjid, tinggal dan beribadah di sana. Maryam adalah wanita salihah yang sangat menjaga auratnya. Sejak usia baligh, ia tutup mihrabnya dengan kain pembatas.
Jika menyimak kisah Maryam, maka kita akan sangat paham mengapa Nabi Zakaria dijadikan pembuka dalam surat Maryam. Seorang nabi yang terinspirasi untuk berdoa demikian setelah melihat keajaiban serta rezeki yang Allah beri pada Maryam. Meski tinggal di mihrab di sisi timur Baitul Maqdis, tidak pernah bertemu siapa pun, Maryam senantiasa diberi rezeki oleh Allah berupa buah-buahan musim dingin pada musim panas serta buah-buahan musim panas pada musim dingin.
Nabi Zakaria yang sudah tua renta, tetap berdoa dengan lembut pada Allah dan berkata bahwa ia tak pernah kecewa ketika berdoa pada Allah. Begitu ya, ketika Allah sudah menurunkan keyakinan dan ketaatan luar biasa pada seseorang. Keajaiban yang dilihat akan membuatnya semakin yakin dan semakin berdoa dengan lembut pada Allah.
Ketika saya cari penjelasan Ustadz Nouman Ali Khan, ah ternyata penjelasan beliau di ayat pertama yang bikin saya tertohok. Awalnya saya merasa ayat ini bisa diabaikan dan langsung saja menuju ayat kedua.
Kaf Haa Ya ‘Ain Shood.
Ustadz Nouman menjelaskan bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi semua. Jika kita paham akan petunjuk yang ada di Al-Qur’an, itu karena Allah yang memudahkan. Tapi tetap harus kita sadari bahwa tak semua petunjuk di Al-Qur’an ini bisa kita pahami, seperti makna ayat ini, karena Allah-lah yang Maha Mengetahui. He knows better than us. Karena itu, datangilah Al-Qur’an dengan rendah hati, bukan dengan tinggi hati.

Ustadz juga menyampaikan bahwa Allah memberikan rahmat pada hamba-Nya, nabi Zakaria meski saat itu berada di tempat yang terpencil dan jauh. Allah mendengar Zakaria berdoa dalam keadaan yang memohon sekali sehingga suaranya menjadi begitu lembut.
Ketika Zakariyya menyampaikan bahwa tulangnya sudah lemah, ini berarti badannya pun telah lemah. Rambutnya beruban, menunjukkan bahwa ia sudah menua. Tapi dalam kondisi seperti itu, Zakariyya amat yakin jika ia berdoa, pasti didengar.
Pengalaman demi pengalaman ini membawa saya pada keinginan untuk memperbaiki kondisi hati dan perilaku. Semakin melembutkan serta merendahkan hati dan suara ketika akan berdoa. Semakin mengingat bahwa, “Hei, kamu ini mau meminta lho, bukan memaksa.”
Jika ada godaan yang terlintas, hmm doa aku yang ini kok belum dikabulkan Allah ya? Saya kembali mengingat kejadian dan ayat ini kembali. Rasanya ah iya, banyak sekali kok sebenarnya doa yang sudah Allah kabulkan, sambil mengingat satu per satu apa saja yang sudah Allah kabulkan agar fokus saya berubah. Lalu berusaha meneladani Nabi Zakaria yang berkata, “Aku belum pernah kecewa berdoa pada-Mu.” Jadi yuk, tenang saja. Allah pasti mendengar doa kita, kan?