[BMW2021] Apa yang Memperdayakanmu?


Oleh: Vivin Ardiani

Motivasi taat kepada Allah diapit oleh dua hal: karena cinta dan mengingat yaumul akhir. Tema sentral juz 30 adalah tentang yaumul akhir. Dan ini diulang-ulang di banyak ayat. Allah ulang, karena manusia sering lupa. Salat Jumat misalnya, di dalam Al-Qur’an disebutkan di satu ayat surah Jumuah, sedang salat lima waktu di sebut di banyak ayat. Ada orang yang ingat salat Jumat, tetapi ia justru tidak menunaikan salat lima waktu. Yaumul akhir juga diulang-ulang di juz 30 karena lebih cepat dilupakan. 

Surah Al-Infithar dimulai dengan memberikan gambaran yaumul akhir

اِذَا السَّمَاۤءُ انْفَطَرَتْ

Apabila langit terbelah (QS Al-Infithar, 82:1)

Idza – akan terjadi dan ada jaminannya pasti akan terjadi. Idza juga berarti kejadian yang tiba-tiba

Samaa – langit, atap/langit-langit dari segala sesuatu yang ada di atas kita

fatara – merusak, memutus, menyobek sepanjang sesuatu tersebut. Kalau hanya sobekan kecil, kita tidak bisa menyebutnya fatara. 

Langit bagaikan kanopi tanpa pilar. Allah tinggikan langit berlapis-lapis tanpa penyangga. Gambaran pertama dalam surah ini adalah tentang rusaknya langit. Langit akan terobek, rusak.

وَاِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْۙ

dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan (QS Al-Infithar, 82:2)

Kawakib – bintang/planet yang tidak berpindah tempat oleh karenanya bintang ini bisa digunakan untuk navigasi.

Al-Qur’an juga menyebutkan kata najm yang berarti bintang. Bedanya, najm digunakan jika ayat tersebut fokus pada cahaya karena berbicara tentang kegelapan. Pada ayat ini, digunakan kata kawakib karena tujuannya untuk menunjukkan bahkan bintang yang besar, yang semula punya tempat yang tetap, nantinya pun akan jatuh karena guncangan yang hebat. 

Tasarat – jatuh karena tersentak tiba-tiba

Langit yang bagaikan kanopi dan memiliki berbagai bintang sebagai cahayanya, tiba-tiba terbelah hingga seluruh bintang jatuh berserakan. Bayangkan ada banyak sekali kelereng di atas taplak. Taplaknya kemudian ditarik secara tiba-tiba, keras dan cepat. Otomatis semua kelereng akan tasarat – jatuh berserakan.

Salah satu keindahan Al-Qur’an, komposisinya seimbang. Pada surah Al-Infithar, setelah Allah menyebutkan dua kerusakan yang mengerikan di atas yaitu langit dan bintang, dua ayat berikutnya adalah tentang dua kerusakan di bumi: lautan dan kuburan.

وَاِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْۙ

dan apabila lautan dijadikan meluap (QS Al-Infithar, 82:3)

Fujirat – meledak dengan cara yang paling dahsyat sehingga akan meluber melampaui batas.

Dalam QS At-Takwir, 81:6 dideskripsikan juga gambaran lautan dengan menggunakan kata sujirat – dipanaskan. Jika dikombinasikan dengan QS Al-Infithar, 82:3, ilustrasinya seperti air yang mendidih di dalam sebuah cerek di atas kompor yang masih menyala. Air itu akan terus meluber ke luar cerek. Semua lautan pada hari itu akan menjadi panas, meluap hingga tidak jelas lagi batasan daratan dan lautan.

وَاِذَا الْقُبُوْرُ بُعْثِرَتْۙ

dan apabila kuburan-kuburan dibongkar, (QS Al-Infithar, 82:4)

Bu’tsirat – membongkar sesuatu untuk mengambil yang kita mau. Misalnya kita ingin mengambil flashdisk dari tas, tapi lupa menempatkan flashdisk tersebut, padahal tas itu berisi banyak barang. Maka kita melakukan bu’tsirat yaitu dengan cara membongkar semua barang-barang di dalam tas untuk mendapatkan flashdisk.

Kuburan-kuburan dibongkar, dibalikkan posisinya sehingga yang dibawah menjadi di atas. Manusia dikeluarkan dari kuburnya, dibangkitkan untuk dimintai pertanggungjawaban

عَلِمَتْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ وَاَخَّرَتْۗ

(maka) setiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikan(nya). (QS Al-Infithar, 82:5)

Qadama – sesuatu yang didahulukan

Akharat – sesuatu yang ditinggalkan

alimat – tahu benar hakikatnya

Setelah manusia dibangkitkan, ia melihat sekelilingnya bagaikan mimpi buruk. Langit yang terbelah, bintang-bintang berjatuhan, lautan meluap, dan kuburan-kuburan yang dibongkar. Dan kesemua hal itu bukan mimpi buruk, tetapi kenyataan. Saat itu ia akan sadar apa yang seharusnya menjadi prioritas dalam hidupnya (qadama) dan mana yang ia akhirkan (akharat). 

Setiap saat kita dihadapkan pada pilihan demi pilihan. Ada yang prioritas, ada yang bisa ditunggu. Ketika adzan berkumandang, apakah kita bersegera salat untuk menjadi prioritas, atau ia menjadi sesuatu yang bisa ditunggu? Memilih makanan misalnya, apakah kita pilih makanan yang halal dan thayyib yang sesuai petunjuk Allah, ataukah makanan yang penting enak di lidah? Waktu senggang kita, apakah kita gunakan untuk melakukan apa pun yang kita suka, yang memuaskan hawa nafsu, ataukah memilih aktivitas yang Allah suka? Bahkan sebenarnya your free time is not free. Karena saat itu pun kita harus memilih, dimana kita menempatkan Allah atas pilihan kita. Apakah kita lebih menurutkan diri sendiri atau pun perasaan orang lain dan mengesampingkan sesuatu yang Allah rida?

Pada hari itu, kita akan tahu persis dan menyadari pilihan yang selama ini kita pilih. Pilihan yang kita dulukan dan akhirkan. Sayangnya, ketika hari itu telah tiba, kita telah terlambat jika sampai salah menempatkan prioritas dalam hari-hari kita.

يٰٓاَيُّهَا الْاِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيْمِۙ

Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Mahamulia (QS Al-Infithar, 82:6)

Insaan – makhluk yang pelupa, tetapi juga memiliki kebutuhan kasih sayang

Gharra – teperdaya, tertipu, terkecoh. Merasa sesuatu itu baik, padahal sebenarnya tidak sama sekali.

Ada beberapa kata yang berarti terpedaya yang digunakan di dalam Al-Qur’an, misalnya khazala, khatala. Kata gharra digunakan karena konteks pada kalimat ini bermakna ketidakhati-hatian. Ibaratnya seperti seorang turis yang belanja ke Pasar Turi. Ia akan mudah teperdaya oleh penjual, terkena harapan palsu. Ia terkecoh oleh barang yang dipromosikan penjual.

Wahai manusia, apa yang telah memperdayakanmu terhadap Rabb yang Karim?

Ada kata Rabb, ada kata Karim. Kata Rabb memiliki beberapa makna. Al-Malik: bahwa kita tidak punya apa-apa. Kita ini cuma dipinjami, mata, hidung, telinga, anak, pasangan, dan semuanya. Al-Murabbi, bahwa Allah Maha Memastikan bahwa sesuatu tumbuh dan terawat. Tak hanya menumbuhkan, tapi Ia juga merawat. Tak hanya menghidupkan manusia, Ia juga merawat manusia. Al-Qayyim, Allah memastikan segala sesuatunya tidak tercerai berai. Jika satu detik saja Allah berhenti menjaga maka dunia akan berantakan. Seringkali kita tidak menyadari karena seakan semua berjalan otomatis. Tetapi sungguh, betapa kita ini adalah makhluk yang sangat tergantung pada Allah. Kata Rabb juga bermakna Al-Mun’im, Yang Memberi Hadiah. Kita ini tidak punya apa-apa dan Allah memberikan kita begitu banyak nikmat yang tak terhitung nilainya. As-Sayyid, Yang Memiliki Wewenang. Allah yang punya, Allah yang merawat, dan Allah pula yang memiliki wewenang sepenuhnya atas apa yang Ia punya.

Karim – mulia, pemurah.

Ilustrasi yang dapat membantu kita memahami pertanyaan yang emosional pada ayat ini seperti berikut. Ada seorang ibu yang begitu menyayangi anaknya. Mendidik, merawat, menjaganya hingga ia dewasa. Hingga akhirnya anak ini terpedaya oleh seorang wanita. Ia kabur meninggalkan ibunya dan memilih wanita itu. Sayangnya ternyata ia hanya teperdaya oleh kecantikan wanita itu. Kehidupan mereka carut marut hingga akhirnya berpisah. Setelah bercerai, ia kembali pada ibunya. Dan ibunya menyesali perbuatan anaknya, “Anakku, sebenarnya apa yang membuatmu teperdaya? Bukankah ibu sangat baik padamu bertahun-tahun? Bukankah ibu selalu memberi peringatan bagimu untuk kebaikanmu?” Tentu saat itu, hati si anak, hancur. Ia terlambat menyadari kebaikan ibunya.

Rabb kita, menyayangi kita melebihi ibu. Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya. Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat ke tubuhnya dan bersegera menyusuinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”

Para sahabat menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi dalam konteks QS Al-Infithar, 82:6 ini Allah bertanya,

Apa yang memperdayakanmu, wahai makhluk yang mudah sekali lupa? Bukankah Aku telah menjagamu dengan penuh kasih sayang. Bukankah telah Kuberikan Al-Qur’an sebagai petunjuk untukmu? Belumkah tiba peringatan yaumul akhir padamu? Mengapa sampai engkau salah menempatkan prioritas? Mengapa engkau tidak berpikir dua kali sebelum mengambil sebuah pilihan? Ataukah karena kau mengira Aku Karim sehingga engkau tak akan mendapat konsekuensi atas yang engkau perbuat? Padahal ada harga yang harus dibayar atas setiap perbuatanmu di dunia.”

Ayat ini seharusnya sudah cukup menjadi satu langkah dari transformasi hidup kita. I’m ready ya Rabb, saya akan berubah. Tunjukkan kepada Allah bahwa kita akan berubah. Menginternalisasi kehadiran Allah dalam setiap laku dan pilihan. Tidak lagi cemas dan khawatir atas penilaian orang lain. Karena di hari akhir itu orang lain tak akan memedulikan kita. Semua orang akan disibukkan oleh pertanggungjawaban perbuatan masing-masing. Maka kini, selagi masih ada kesempatan, mari kita sibukkan saja dengan melakukan segala yang Allah cinta.

Referensi

One thought on “[BMW2021] Apa yang Memperdayakanmu?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s