[VoB2021] Nahnu Narzuqukum Wa-iyyaahum dan Nahnu Narzuquhum Wa-iyyaakum


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-277

Topik: Divine Speech

Kamis, 25 Maret 2021

Materi VoB Hari ke-277 Pagi | Nahnu Narzuqukum Wa-iyyaahum dan Nahnu Narzuquhum Wa-iyyaakum 

Oleh : Heru Wibowo

#ThursdayDivineSpeechWeek40Part1

Part 1

Nahnu narzuqukum wa iyyaahum. “Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.”

“Kepadamu” dan kepada “mereka”. Siapa yang dimaksud dengan “mu” dan “mereka” di ayat ini? Yang dimaksud “mu” adalah orang tuanya. Yang dimaksud “mereka” adalah anak-anaknya.

“Jangan membunuh anak-anakmu karena kebangkrutan.” Allah-lah satu-satunya yang memberi rezeki kepada orang tuanya, dan kepada anak-anaknya.

Itu adalah ayat yang ada di surah Al-An’am, 6:151.

Sekarang mari kita lihat ayat berikutnya. Al-Qur’an surah Al-Isra’, 17:31.

Walaa taqtuluu awlaadakum khasy-yata imlaaqin, nahnu narzuquhum wa iyyaakum. “Jangan membunuh anak-anakmu karena takut kebangkrutan, Kami-lah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu.”

Di ayat sebelumnya, dikatakan “Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS Al-An’am, 6:151)

Kali ini, dikatakan, “Kami-lah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu.” (QS Al-Isra’, 17:31)

Mengapa urutannya berubah? “Kamu dan mereka” di Al-An’am 151 berubah menjadi “mereka dan kamu” di Al-Isra’ 31. Mengapa?

Kita tahu bahwa di Al-An’am 151 Allah tidak mengatakan, “Jangan membunuh anak-anakmu karena ‘takut’ kebangkrutan.” Tapi Allah mengatakan, “Jangan membunuh anak-anakmu karena kebangkrutan.”

Kalau kita mengatakan, “Jangan membunuh anak-anakmu karena kebangkrutan,” itu artinya kebangkrutannya sudah terjadi. Orang tuanya sudah bangkrut. Orang tuanya sudah jatuh miskin. Orang tuanya sudah tidak punya apa-apa lagi. 

Dan ketika orang tuanya sudah tidak punya apa-apa lagi, maka orang tuanya juga mengalami kelaparan. Anak-anaknya juga mengalami kelaparan. Tapi terutama orang tuanya. Yang terutama mengalami kelaparan adalah orang tuanya.

Maka Allah mengatakan kepada orang tuanya, “Aku memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” Karena orang tuanya sudah mengalami kelaparan.

Ketika Allah mengatakan, “Jangan membunuh anak-anakmu karena takut kebangkrutan,” apakah mereka sudah mengalami kelaparan? Atau mereka hanya masih merasa takut akan mengalami kelaparan?

Belum. Mereka belum mengalami kelaparan saat ini. 

Jadi orang tuanya berpikir, jika mereka membayar semua tagihan termasuk tagihan medis, jika mereka harus membayar makanan yang mereka konsumsi sehari-hari, membeli popok bayi.

Sebelum melanjutkan penjelasannya, Ustaz meluangkan waktu untuk intermezzo sejenak. Terkait kata nappy.

Selain diaper, bahasa Inggris untuk popok bayi adalah nappy, Di bandara di Amerika Serikat, disediakan nappy changing room. Ruangan untuk mengganti popok bayi.

Istilah nappy menyita perhatian Ustaz. Karena, Ustaz bilang sleepy alias mengantuk kalau Ustaz ingin tidur atau take a sleep. Bilang sleepy kalau mau take a sleep.

Maka Ustaz juga terbiasa bilang nappy kalau mau take a nap alias istirahat. Jadi nappy itu konotasinya seharusnya istirahat.

Nah. Di bandara ada nappy changing room. Tapi Ustaz tidak bisa istirahat di situ. Karena justru harus mengganti popok bayi. “Jadi ini adalah situasi yang sangat membingungkan di bandara,” kelakar Ustaz 😃😃.

Kembali ke orang tua tadi. Dia membayangkan berbagai biaya yang harus dia keluarkan untuk menanggung hidup anak-anaknya. 

Dia pun berpikir, tepat pada saat dia punya anak, harga-harga sedang melambung, sehingga dia membayangkan bahwa dirinya tidak akan mampu membeli apapun. 

Masa depannya bersama anak-anaknya sepertinya tidak jelas. Tapi Allah bilang, “Jangan cemas, bukan kamu yang akan membayar itu semua untuk mereka, Aku-lah yang akan menjamin hidup mereka.”

Maka kata-kata yang Allah gunakan di sini adalah nahnu narzuqu”hum”, Allah akan memberi rezeki kepada “mereka”, dan ngomong-ngomong, Allah tidak hanya memberi rezeki kepada mereka, tapi juga wa iyyaa”kum”, kepada “kamu” atau orang tua anak-anak itu.

Persoalan “kamu dan mereka” serta “mereka dan kamu” ini menyimpan sebuah pelajaran yang mendalam. Ustaz harus “berbusa-busa” menjelaskannya tapi Allah dengan kekuatan bahasa Arab Al-Qur’an melakukannya cukup dengan menukar kedua kata itu.

Dan yang lebih hebat lagi, kedua ayat ini ada dua surah yang berbeda. Yang berarti, keduanya diturunkan di dua kesempatan yang berbeda. 

Rasulullah pun tidak punya catatan atau kertas untuk memastikan bahwa urutannya harus benar: “kamu dan mereka” di Al-An’am, lalu “mereka dan kamu” di Al-Isra’.

Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam mengucapkan masing-masingnya cukup sekali. Begitu saja. Kata-kata yang sudah langsung menjadi versi pungkasan. Tidak ada ralat. Tidak ada tim editorial yang mengoreksi kata-kata tadi. 

Mungkinkah keindahan dan kesempurnaan nahnu narzuqukum wa iyyaahum (Al-An’am 151) dan nahnu narzuquhum wa iyaakum (Al-Isra’ 21) itu terjadi pada kata-kata buatan manusia?

💎💎💎💎💎

Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / 07. Sequencing in the Quran (23:44 – 26:50)


Materi VoB Hari ke-277 Siang | Hati Lalu Pendengaran

Oleh : Heru Wibowo

#ThursdayDivineSpeechWeek40Part2

Part 2

Contoh yang diterangkan Ustaz tentang “kamu dan mereka” serta “mereka dan kamu” di part sebelumnya, benar-benar membuat Ustaz terpana.

Khatamallaahu ‘alaa quluubihim, ini ayatnya “terkenal” nih. Ada di surah Al-Baqarah. Wa ‘alaa sam’ihim.

Khatamallaahu ‘alaa quluubihim wa ‘alaa sam’ihim wa ‘alaa abhaarihim ghisyaawah. 

Allah mengatakan bahwa Allah mengunci hati mereka, dan juga mengunci pendengaran mereka.

Ayatnya tentu saja masih berlanjut, tapi kita fokus ke dua hal ini saja dulu untuk saat ini: Allah mengunci hati dan pendengaran mereka.

Perhatikan urutannya: “hati” lalu “pendengaran”. Yang disebut lebih dulu adalah “hati”. Setelah itu baru “pendengaran”. Itu di surah Al-Baqarah.

Sekarang mari kita lihat surah Al-Jaatsiyah.

Wa khatama ‘alaa sam’ihi wa qalbihi. Allah menutup pendengaran dan hatinya. Sekarang yang ditutup “pendengaran” dulu, baru “hati”.

Menarik.

Di Al-Baqarah, yang pertama Allah kunci adalah “hati” dulu, sedangkan “pendengaran” menjadi yang kedua dikunci.

Di surah nomor 45, surah Al-Jaatsiyah, dikatakan bahwa “pendengaran” adalah yang pertama dikunci, dan “hati” menjadi yang kedua dikunci.

Menarik.

Apakah ada tujuan dari perubahan ini? 

Untuk ukuran manusia yang hidup di planet ini, berbicara dengan ketelitian yang memperhatikan rincian urutan seperti itu, adalah hal yang mustahil.

Faktanya, sifat alami manusia yang sadar, bahkan saat menulis pun, tidak akan mampu untuk memperhatikan urutan seperti itu.

Mari kita pikirkan hal yang berikut ini.

Al-Baqarah, ayat pertama. Kita semua sudah mengingatnya dalam hati. Alif laam miim, dzaalikal kitaabu laa rayba fiihi

Buku ini, Kitab ini, Al-Qur’an ini, adalah Kitab di mana tidak ada sekecil apapun celah keraguan di dalamnya.

Ada kata “keraguan” di sini. Keraguan adalah masalah hati. 

Hudan lil muttaqiin. Petunjuk untuk orang yang bertakwa. Ada kata “petunjuk” di sini. Petunjuk ada di mana? Di hati.

Wa man yu’min billaahi yahdi qalbahu. Petunjuk adanya di hati. 

Hudan lil muttaqiin. Petunjuk untuk siapa? Untuk orang yang bertakwa. Untuk orang punya kesadaran akan Allah. Kesadaran itu ada di mana? Di dalam hati.

Fa innahaa min taqwal quluub (QS Al-Hajj, 22:32). Takwa ada di dalam hati. Al-quluub

Alladziina yu’minuuna bil ghayb. Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada yang gaib. Yang gaib ada di mana? Ada “iman” juga di sini, iman itu bersemayam di mana?

Di dalam hati.

Allah berfirman, walaakinnallaaha habbaba ilaykumul iimaana wazayyannahuu fii quluubikum (QS Al-Hujurat, 49:7). Iman adanya di dalam hati. 

Segala sesuatu yang disebutkan di awal surah Al-Baqarah, mulai dari keraguan, petunjuk, takwa, iman, berhubungan dengan apa? Hati.

Lalu Allah beralih ke orang-orang kafir, innalladziina kafaruu sawaa-un ‘alayhim a-andzartahum am lam tundzirhum laa yu’minuun (QS Al-Baqarah, 2:6). 

Orang-orang kafir adalah mereka yang mengamalkan kekufuran. Kekufuran ada di mana? Lagi-lagi, di hati. Kekafiran itu ada di dalam hati.

Lalu Allah bicara tentang orang-orang munafik. Orang-orang munafik itu penyakit di mana? Di dalam hati.

Dipertegas lagi dengan apa yang Allah katakan, fii quluubihim maradhun, yang artinya “di hati mereka ada penyakit”.

Dengan kata lain, permulaan surah Al-Baqarah, lagi, lagi, dan lagi, permasalahannya berhubungan dengan hati.

Maka sangat tepat, sangat pas, cocok sekali, ketika Allah mengatakan, ketika saat hukuman itu datang, untuk orang kafir yang paling parah, Allah menyatakan bahwa Dia memutuskan untuk mengunci mati “hati” mereka, lebih dulu. Baru setelah itu “pendengaran” mereka.

Tapi apa yang terjadi di suuratul jaatsiyah adalah mengagumkan. 

Kita lanjutkan insyaa Allaahu ta’aalaa ba’da ‘ashar.

💎💎💎💎💎

Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / 07. Sequencing in the Quran (26:50 – 30:00)


Materi VoB Hari ke-277 Sore | Pendengaran Lalu Hati

Oleh : Heru Wibowo

#ThursdayDivineSpeechWeek40Part3

Part 3

Ayat di surah Al-Jaatsiyah yang dimaksud Ustaz adalah ayat nomor 23. Surah ke-45, ayat nomor 23.

Artinya, sudah ada percakapan sebelumnya di surah itu, mulai dari ayat pertama hingga ayat ke-22. 

Artinya, ada 22 pernyataan yang telah diutarakan, sebelum kita semua sampai di ayat berikutnya, yakni ayat ke-23.

Di titik ini, Ustaz bertanya kepada seluruh hadirin, “Apakah Anda masih ingat apa yang saya ucapkan lima belas kalimat yang lalu?”

“Tolong dihitung dan disebutkan masing-masingnya. Kalimat terakhir apa, kalimat terakhir sebelumnya apa, kalimat terakhir sebelumnya lagi apa, begitu seterusnya sampai lima belas kalimat.”

“Ada yang ingat?”

“Apakah Anda berpikir, saya juga ingat?”

😃😃

Ustaz mengaku bahwa beliau bahkan tidak bisa mengingat kalimat yang beliau ucapkan sendiri sepuluh detik yang lalu.

Suatu hari, saat makan malam, Ustaz pernah diminta untuk memberikan sepatah dua patah kata. Keesokan harinya, Ustaz sudah tidak ingat secara persis apa yang beliau katakan malam sebelumnya.

Bahkan Ustaz tidak tahu apa persisnya yang Ustaz ucapkan pada saat Ustaz mengucapkannya, saat “sambutan makan malam” itu. Karena di benak beliau, Ustaz sedang tertidur.

Lima belas ayat sebelumnya dari ayat ke-23, ayat nomor 8, Allah mengatakan, yasma’u aayaatillaahi tutlaa ‘alayhi tsumma yushirru mustakbiran ka-an lam yasma’haa fabasysyirhu bi’adzaabin aliim.

“Dia mendengarkan ayat Allah. Tanda-tanda dari Allah yang penuh mukjizat. Wahyu dari Allah. Dia mendengarkannya. Ayat-ayat itu dibacakan kepadanya. Tapi dia berpaling penuh arogansi. Seakan-akan dia tidak pernah mendengarnya.”

Kejahatan apa yang disebutkan di ayat ini? Kejahatan menolak untuk mendengarkan.

Di mana kejahatan itu disebutkan? Di ayat ke-8.

Lima belas ayat kemudian, Al-Qur’an secara canggih mengingat kembali bahwa dalam kalimat ini, mengunci “pendengaran” seharusnya menjadi hukuman yang tepat untuk kejahatan itu.

Mengunci pendengaran seharusnya menjadi yang pertama. Lalu mengunci hati disebutkan setelahnya. Hati menjadi yang kedua dikunci.

Wa khatama ‘alaa sam’ihii wa qalbihii.

Mari kita pikirkan. Untuk mengingat-ingat apa yang Allah firmankan lima belas kalimat sebelumnya, apakah itu mungkin?

Ustaz bahkan sudah tidak ingat lagi setelah melihat mush-haf. Tentu saja saat Ustaz belum menghafalkan ayat itu. Tapi, intinya, bisakah kita mengingat, dalam sebuah percakapan, kalimat ke-15 yang diucapkan sebelumnya?

Itulah bahasa Allah yang sempurna. Memperhitungkan apa yang pernah dinyatakan sebelumnya, untuk dibawa kembali kepada apa yang disampaikan kemudian.

Benar-benar di luar batas kemampuan manusia.

Kita lanjutkan insyaa Allaahu ta’aalaa minggu depan.

💎💎💎💎💎

Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / 07. Sequencing in the Quran (30:00 – 32:14)


Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team 

Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s