Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-267
Topik: Pearls from Juz ‘Amma
Senin, 15 Maret 2021
Materi VoB Hari ke-267 Pagi | Tsumma: Waktu Panjang di Antara Dua Peristiwa
Oleh: Wina Wellyanna
#MondayAnNabaWeek39Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Surat An-Naba’ menggambarkan manusia pada hari kiamat nanti akan sangat ketakutan
”OH MY GOD”
Semua yang pernah ia lakukan dahulu di dunia, tergambar di hadapannya.
Mereka akan mengetahui betapa benarnya kalam Allah yang dulu pernah mereka dengar.
Tapi kebenaran-kebenaran itu pun masih belum akan dirasakan sepenuhnya oleh mereka. Sampai pada saat mereka melihat neraka.
Pada judgement day, Allah memperlihatkan kesalahan-kesalahan mereka, baru sampai di tahap ini saja manusia sudah sangat ketakutan. Padahal masih ada fase selanjutnya.
Menyadari dosa adalah satu hal, menyadari seberapa seriusnya dosanya adalah perkara lain. Dan manusia tidak menyadari seburuk itu kesalahan-kesalahan mereka sampai melihat “penjara.”
Dua peristiwa yang membuat manusia mengetahui seberapa serius kesalahannya:
Hari ketika ia dihisab dan hari ketika ia melihat neraka.
Kallā saya’lamụn dan tsumma kallā saya’lamụn.
Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui.
Tsumma bukan hanya berarti kemudian, tapi menggambarkan waktu yang saaangat panjang di antara dua peristiwa.
Di ayat ini sebetulnya Allah ingin menyampaikan kepada manusia-manusia yang ingkar
“Reaksi kalian akan berbeda nanti, tunggu saja kedatangan hari perhitungan”
“Oh, dan reaksi kalian itu belum ada apa-apanya dibanding ketika kalian melihat neraka”
Pada ayat-ayat selanjutnya di surat An-Naba’, Allah mengurut peristiwa dari yang paling “ringan” hingga yang paling “berat.”
Hari perhitungan kemudian neraka.
Allah sendiri yang menerangkan peristiwa-peristiwa itu pada ayat kallā saya’lamụn dan tsumma kallā saya’lamụn.
Subātā
A lam naj’alil-arḍa mihādā
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?”
Wal-jibāla autādā
“Dan gunung-gunung sebagai pasak?”
Wa khalaqnākum azwājā
“Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan”
Wa ja’alnā naumakum subātā
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat”
Ketika kita tidur, kita berhenti menjalankan semua aktivitas: tidak bekerja, tidak memikirkan semua masalah.
Subātā memiliki akar kata yang sama dengan nama hari Sabt.
Dan hari Sabtu adalah hari dimana kaum Yahudi berhenti melakukan semua aktivitasnya, tidak ada transaksi atau jual-beli, hari istirahat mereka.
Berlanjut in syaa Allah ba’da Zhuhur.
Sumber:
Bayyinah TV – Quran – Deeper Look – 01. An Naba (Ayat 1 -13) – A Concise Commentary (32:07-34:30)
Materi VoB Hari ke-267 Siang | Hamparan, Tenda dan Pasangan
Oleh: Wina Wellyanna
#MondayAnNabaWeek39Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Wa ja’alnal-laila libāsā
“Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian.”
🌙🌙🌙
Wa ja’alnan-nahāra ma’āsyā
Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, mencari nafkah dan memperoleh kehidupan yang layak.
Wa banainā fauqakum sab’an syidādā
Dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, kuat, tidak goyah, stabil, di surat lain, Allah juga mengatakan langit diciptakan sempurna dan tidak retak.
Wa ja’alnā sirājaw wahhājā
Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), matahari yang terus-menerus menyala.
☀️☀️☀️
Dari ayat 6 sampai dengan 13, Allah menyusun kata yang remarkable, sangat mengagumkan.
Menggunakan perumpamaan yang dekat dengan kehidupan manusia, aktivitas yang dilakukan manusia sehari-hari.
A lam naj’alil-arḍa mihādā
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?”
Siapa yang menggunakan hamparan (entah dari kayu atau jerami atau kapuk) untuk merebahkan diri? Kita.
🍃🍂🍃
Kita sebisa mungkin menciptakan atau mencari hamparan ketika ingin tidur.
Allah menggunakan perumpamaan ini untuk membandingkan siapa yang lebih baik dalam menciptakan hamparan.
Allah loh yang menciptakan seluruh bumi untuk dijadikan hamparan, siapa yang lebih keren dan powerful?
Semua mahluk yang hidup di bumi, tidurnya di hamparan yang Allah ciptakan.
Sedangkan hamparan buatan manusia hanyalah setitik dibanding hamparannya Allah.
Bukan hanya di daratan, hamparan Allah juga mencakup lantai di lautan untuk makhluk-Nya di air.
Wal-jibāla autādā
“Dan gunung-gunung sebagai pasak?”
⛰️⛰️⛰️
Autādā atau pasak dalam bahasa bahasa Arab kuno juga berarti tenda.
Waktu kita kecil, bagaimana kita menggambar gunung? Jawabannya pasti kebanyakan serupa, jalan di tengah gunung, kiri kanan sawah dan dua gunung yang lancip di kejauhan, gunungnya mirip seperti bentuk tenda ya?.
⛰️⛺🏕️
Kalau Allah menciptakan tenda, lihatlah gunung.
Bagaimana tenda yang kita dirikan jika tertiup angin? Bergoyang pastinya.
Dan bagaimana “tenda” yang Allah bangun jika tertiup angin? Kokoh.
Subhanallah.
Jadi?
Sudahkah terasa buatan kita enggak ada apa-apanya dibanding ciptaan Allah?
Serupa fungsinya, tapi kentara sekali perbedaan kebesaran-Nya.
Wa khalaqnākum azwājā
“Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan”
Jika bukan karena sel dari Ayah dan sel dari Ibu kita, manusia tidak bisa hadir tanpa dua sel yang saling bertemu.
Manusia diciptakan berpasang-pasangan, untuk melahirkan manusia lain, harus berpasangan, tidak ada pilihan lain
Ada bagian dari diri manusia yang belum lengkap kecuali setelah berpasangan.
Ada bagian dari diri manusia yang tidak tidak bisa terpenuhi kecuali setelah berpasangan.
Allah menciptakan manusia dengan fitrah tersebut.
Bahkan dalam konteks spiritual pun, Rasulullah ﷺ mengatakan menikah adalah setengah dari agamamu.
Berlanjut in syaa Allah ba’da Ashar
Sumber:
Bayyinah TV – Quran – Deeper Look – 01. An Naba (Ayat 1 -13) – A Concise Commentary (34:30-38:05)
Materi VoB Hari ke-267 Sore | Hasil Karya yang Rapuh
Oleh: Wina Wellyanna
#MondayAnNabaWeek39Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
“Oh, aku sih tidak butuh lawan jenis sebagai pasanganku”
“Tidak perlulah hidup berpasangan”
Tidak bisa begitu sayangnya.
Allah menciptakan manusia berpasangan.
Azwājā atau pasangan juga bisa berarti kelompok atau grup atau komunitas.
Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain, fitrahnya bermasyarakat, bersosialisasi.
“Aku tidak butuh orang lain!”
Tidak. Manusia pasti membutuhkan kehadiran orang lain.
Kalaupun ia menolaknya, akan ada satu titik di mana ia pasti membutuhkan bantuan orang lain.
Tidak mungkin manusia bisa bertahan hidup tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain.
Kalaulah ada yang hidup terasing, menyendiri di satu tempat, katakan di hutan terpencil misalnya, kepribadiannya pasti “menarik”.
Menarik dalam tanda kutip.
🙃🙃🙃
Manusia normal biasanya butuh untuk berinteraksi dengan orang lain, ini salah satu arti dari wa khalaqnākum azwājā
Wa ja’alnā naumakum subātā
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat”
Manusia pada dasarnya mencintai dunia dan ingin hidup selamanya, sedangkan tidur bisa dibilang adalah kematian kecil, karena ia pemutus dari kecintaannya terhadap dunia.
Tidur membuat kita kehilangan banyak waktu, waktu untuk melakukan hal-hal yang kita senangi.
Tapi manusia tidak punya banyak pilihan, ia harus tidur, untuk mengistirahatkan jiwa raganya.
Coba saja lawan rasa kantuk yang datang, akan jadi perlawanan yang sia-sia pada akhirnya.
Wa ja’alnal-laila libāsā
“Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian.”
Manusia membuat pakaian untuk menutupi dirinya.
Allah menutupi bumi dengan malam.
Kita tinggal menyalakan lampu untuk menjadikan malam kita terang, tapi tidak semua pelosok yang ditutup malam terliput cahaya.
Wa ja’alnan-nahāra ma’āsyā
“Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan”
Sedari pagi manusia sudah berjalan untuk mencari penghidupan.
“Oh, tidak juga ah, saya bisa saja kok mengubahnya menjadi malam”
Semoga beruntung ya.
Manusia butuh konsumsi lemak dan protein hewani, sedangkan hewan yang dikonsumsi manusia ini aktif dan produktif di siang hari, dia tidak bisa diajak mengubah pola hidupnya tentu.
Tubuh manusia pun membutuhkan vitamin D dari sinar matahari.
Alam di bumi pun juga lebih produktif di siang hari.
Pernah dengar the city that never sleeps?
Ustaz pernah tinggal di kota New York, kota yang katanya tidak pernah tidur.
Padahal sih kalau larut malam, kotanya juga sepi dan penduduknya lelap.
Lalu lintasnya lengang, ya memang ada beberapa toko buka 24 jam, tapi perkantoran tutup kalau malam.
Wall Street tutup.
Starbucks tutup.
Bank tutup.
Sama saja.
Tidak ada kehidupan yang produktif di malam hari, meski kita mencoba untuk mengganti pola hidup, kita akan sendirian.
Tapi memang ada beberapa yang sulit menghindari shift kerja malam karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain.
Wa banainā fauqakum sab’an syidādā
“Dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh”
Seringkali kita mengagumi arsitektur gedung yang langit-langitnya menakjubkan atau interior lampu gantung yang mewah.
Kemudian Allah berkata
“Lihat langit yang Ku-ciptakan, dan lihat “lampu gantung” yang Ku-pasang, setiap hari tanpa henti menyala tapi tidak pernah terjadi korsleting dan panasnya juga tidak pernah berkurang”
Bisa kita bayangkan kalau matahari pada hari Senin panasnya 50° C, kemudian esoknya 20° C, setiap hari berbeda-beda, pasti bumi tidak akan bertahan lama.
Bukan hanya siraj, matahari juga wahhājā artinya sinarnya konstan, tidak berubah-ubah.
Wa ja’alnā sirājaw wahhājā
“Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari)”
Kesimpulan dari ayat 6 sampai 13 ini adalah, Allah meminta kita membandingkan hasil karya kita dan hasil karyanya Allah.
Apa yang manusia hasilkan rapuh dibanding apa yang Allah ciptakan.
In syaa Allah bersambung minggu depan.
Sumber:
Bayyinah TV – Quran – Deeper Look – 01. An Naba (Ayat 1 -13) – A Concise Commentary (38:05-42:04)
Penutup
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah
[…] المصدر: [VoB2021] Tsumma: Waktu Panjang di Antara Dua Peristiwa – Nouman Ali Khan Indonesia […]
LikeLike