Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-260
Topik: Pearl from Juz ‘Amma
Senin, 8 Maret 2021
Materi VoB Hari ke-260 Pagi | Makna Kata ‘Tidak’ yang Bukan Berarti ‘Tidak’
Oleh: Rizka Nurbaiti
#MondayAnNabaWeek38Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Pada bagian awal surat An-Naba, Allah ﷻ memberikan peringatan yang tegas kepada orang-orang musyrik karena mereka saling bertanya tentang hari kiamat dengan rasa tidak percaya akan kejadiannya.
Mereka tidak menganggap serius peringatan yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ.
Sehingga Al-Qur’an datang dan mengatakan,
“Mengapa kalian tidak percaya?”
“Bawalah bukti kalian.”
Al-Qur’an menyatakan hal ini secara verbal. Ia tidak tinggal diam ketika mereka mengingkari hari kiamat.
Dalam hal ini Al-Qur’an tidak mengatakan, “Anda memiliki cara Anda, saya memiliki cara saya, jadi tidak apa-apa”. Seperti yang terdapat pada QS Al-Kafirun, 109:6.
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Ngomong-ngomong, mengenai surat Al-Kafirun, surat ini di awali dengan ayat:
قُلْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلْكَـٰفِرُونَ
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir.
Ayat ini perlu kita cermati, karena biasanya setiap kali seorang nabi berbicara kepada kaumnya, mereka akan mengatakan يَـٰقَوْمِ, “Hai kaumku”.
Tapi surat ini tidak dimulai dengan ayat قُلْ يَـٰقَوْمِ, melainkan dengan قُلْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلْكَـٰفِرُونَ. Hal ini berarti dia ﷺ bukanlah bagian dari bangsa tersebut lagi. Dia ﷺ telah berlepas diri dari bangsa tersebut, dia ﷺ telah hijrah.
Surat ini juga tidak menyatakan bahwa mereka (orang-orang kafir) bisa menyembah apapun yang mereka inginkan dan orang-orang muslim akan menyembah yang mereka inginkan, seperti membagi Ka’bah menjadi tempat berhala dan tempat shalat sekaligus. Tidak. Surat ini jelas tidak menyatakan demikian.
Al-Qur’an menantang gagasan yang dimiliki orang-orang kafir ini secara tegas, jadi bukan hanya menolaknya saja.
Berdasarkan pengalaman Ustaz mempelajari Al-Qur’an, beliau menemukan bahwa Al-Qur’an akan bersikap ofensif ketika berbicara tentang pandangan lain tentang Tuhan, pandangan lain tentang kehidupan setelah kematian (hari kiamat), serta pandangan lain tentang tujuan hidup.
Al-Qur’an tidak membahasnya dengan cara yang defensif, melainkan ofensif.
Tuhan membicarakan ketiga hal tersebut dengan otoritas yang Dia ﷻ miliki, karena hanya Dia ﷻ sajalah yang bisa membahas hal tersebut.
Kita semua adalah hamba-Nya, sehingga kita tidak memiliki otoritas. Para nabi pun demikian, mereka juga tidak memiliki otoritas atas hal itu, karena mereka juga merupakan hamba-Nya.
Satu-satunya yang memiliki otoritas untuk memutuskan perkara tersebut hanyalah Allah ﷻ.
Sehingga, ketika ada orang yang mengolok-olok apa yang Dia ﷻ katakan mengenai tiga perkara tersebut, maka ini merupakan perkara yang besar yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Maka itulah dalam surat An-Naba ini berisi kalimat tantangan:
Apa yang kamu lihat?
Apa yang kamu tanyakan?
Apa berita besar yang mereka saling pertanyakan satu sama lain itu?
Padahal bukankah selama ini mereka memang tidak percaya akan hal itu? Terus mengapa sekarang mereka heboh?
Sehingga pada ayat selanjutnya yaitu QS An-Naba, 78:4, Allah ﷻ berkata:
كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui (tentang berita besar tersebut).
Kata كَلَّا (kalla) dalam bahasa Arab memiliki dua makna yang berbeda.
Makna yang pertama berarti “tidak sama sekali”. Kata “كَلَّا ” diartikan demikian, ketika kata ini disebutkan lalu berhenti, atau tidak disambung dengan kata lainnya.
Seperti ketika ada pesan masuk yang bertuliskan “Tidak”. Atau yang lebih parah lagi tulisannya ditulis dengan huruf kapital dengan vokal yang panjang kemudian diakhiri dengan banyak tanda seru seperti “TIDAAAAAAAAK!!!!!!!”.
Itu berarti sang pengirim pesan bermaksud mengatakan “benar-benar tidak”. Itu makna dari kata “كَلَّا ” yang pertama.
Makna kata “كَلَّا” yang kedua terjadi jika kata tersebut diucapkan tanpa henti dan langsung disambung dengan dengan kata lain.
Seperti kata “كَلَّا” yang terdapat dalam ayat keempat surat An-Naba. كَلَّا سَيَعْلَمُونَ, kita menyebutkan secara langsung, kan? Kita tidak menyebutkan ayat ini dengan كَلَّا berhenti kemudian سَيَعْلَمُونَ.
Kata “كَلَّا” pada kondisi ini bermakna bukan berarti “benar-benar tidak”, seperti pada makna yang pertama tadi.
Lalu, apa makna kata “كَلَّا” pada kondisi ini?
Bersambung insyaa Allah ba’da zhuhur.
Sumber:
Bayyinah TV – Quran – Deeper Look – 01. An Naba (Ayat 1 -13) – A Concise Commentary (23:02-25:23)
Materi VoB Hari ke-260 Siang | Kebijakan yang Diterapkan Bangsa Romawi
💎💎💎💎💎
Kebijakan yang Diterapkan Bangsa Romawi
Oleh: Rizka Nurbaiti
#MondayAnNabaWeek38Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Makna kata “كَلَّا” yang kedua terjadi saat kita mengatakan “tidak” dan kemudian langsung mengatakan kata lainnya.
Ketika hal itu terjadi maka kata “كَلَّا” tersebut bukan bermakna “tidak” secara mutlak, melainkan berarti “oh, yah”. Itulah makna yang kedua.
Ngomong-ngomong perbedaan makna kata “tidak” ini bukan hanya terjadi di bahasa Arab saja, melainkan hampir semua bahasa juga mengalaminya. Jadi, cara mengucapkan kata “tidak” di dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris juga bisa mengubah makna dari kata tersebut.
Contohnya:
“Oh tidak! Aku akan memberitahumu sekarang”
“Oh no boy, you’re going to get it”.
”Tidaaak mungkiiiiiin”
Normally, kita tidak menulis atau mengatakan dengan cara ini ketika keadaannya biasa-biasa saja. Kita mengucapkan ini jika kita marah atau kesal kepada lawan bicara kita. Ini adalah bentuk perkataan yang emosional.
Kembali ke surat An-Naba, Allah ﷻ berbicara menggunakan kata “كَلَّا” yang diucapkan tanpa henti kepada orang-orang yang mengajukan pertanyaan sarkastik tentang hari kebangkitan.
Hal ini berarti kata “كَلَّا” di sini bukan berati “benar-benar tidak”.
Allah ﷻ berkata, “Tidak, tidak, tidak, mereka akan segera mengetahuinya”.
كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
Kemudian di ayat selanjutnya Allah ﷻ kembali mengatakan hal tersebut lagi. Ia ﷻ berkata:
ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui. (QS An-Naba,78:5)
Mufassirun melihat ayat ini dan menerangkan bahwa pada ayat ini Allah ﷻ memberi penekanan atas apa yang Ia ﷻ katakan. Itu sebabnya Allah ﷻ mengatakannya sebanyak dua kali. Jadi, ayat ini berisi suatu kalimat yang kuat (powerful).
Sehingga, ketika ada anak-anak yang membacakan ayat An-Naba ini dengan suara yang imut dan lembut, sesungguhnya ustaz merasa bingung, mengapa?
Karena di satu sisi beliau terhanyut dengan suara lembut mereka, namun di sisi lain beliau mengetahui kalau ayat ini adalah ayat yang sungguh berat.
Kemudian ustaz memberikan satu kisah yang menggambarkan situasi pada ayat ini.
Suatu ketika ada seorang anak yang berperilaku buruk di kelas. Karena perbuatannya tersebut gurunya berkata:
“Tidak, tidak, tidak, kamu harus keluar dari kelas ini.”
“Tidak, tidak, tidak, kamu harus keluar dari sekolah ini.”
Saat itu terjadi, kehidupan sekolah anak tersebut sudah berakhir tanpa penjelasan kesalahan apa yang membuat dia dikeluarkan. Dia langsung saja diberi hukuman tanpa diberi nasihat terlebih dahulu mengenai apa yang harus dia lakukan.
Begitu jugalah situasi yang terjadi di dalam ayat ini,
كَلَّا سَيَعْلَمُون
ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
Allah ﷻ tidak menanggapi argumen mereka secara rasional dengan memberikan penjelasan yang jelas. Allah ﷻ tidak menjelaskan mengapa yang ini salah dan tidak boleh dilakukan. Karena mereka sendiri tidak mengajukan pertanyaan tersebut secara rasional.
Mereka mengajukan pertanyaan dengan sarkastik. Tujuan pertanyaan mereka bukanlah untuk mendapatkan jawaban. Sehingga, mereka tidak pantas mendapatkan tanggapan yang rasional juga.
Al-Qur’an juga bukan Kitab pengetahuan seutuhnya, meski di dalamnya terdapat banyak ilmu pengetahuan. Al-Qur’an juga berisi percakapan Allah ﷻ dengan semua umat manusia.
Al-Qur’an memuat percakapan antara Allah ﷻ dengan para nabi; antara Allah ﷻ dengan orang-orang mukmin; antara Allah ﷻ dengan orang-orang munafik; serta antara Allah ﷻ dengan orang-orang kafir yang paling buruk.
Jadi Al-Qur’an tidak hanya berisi percakapan yang indah antara Allah ﷻ dengan hamba-Nya, melainkan percakapan Allah ﷻ dengan seluruh umat manusia.
Nah jadi, ketika orang-orang musyrik mempertanyakan hari akhir dengan rasa tidak percaya, seperti:
“Dari manakah gagasan mengenai hari kiamat itu berasal?”
“Mengapa saya harus percaya pada hari penghakiman?”
“Apa yang bisa Anda jelaskan tentang pertanyaan saya tersebut?”
Allah pun merespons mereka dengan memberikan tantangan, kemudian dari sinilah bagian selanjutnya dimulai.
Bagaimanakah penjelasannya?
Bersambung insyaa Allah ba’da ashar.
Sumber:
Bayyinah TV – Quran – Deeper Look – 01. An Naba (Ayat 1 -13) – A Concise Commentary (25:23-28:40)
Materi VoB Hari ke-260 Sore | Kesinambungan dalam Surat An-Naba
💎💎💎💎💎
Kesinambungan dalam Surat An-Naba
Oleh: Rizka Nurbaiti
#MondayAnNabaWeek38Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Bagian pertama dari surat An-Naba adalah tentang pertanyaan menjengkelkan dari orang-orang musyrik mengenai kehidupan setelah kematian.
Kemudian Allah ﷻ merespons pertanyaan mereka dengan berkata, “Ooooh, mereka semua akan mengetahuinya, mereka akan segera menyadarinya”.
Dalam surat ini Allah ﷻ memberikan respons sebanyak dua kali atas pertanyaan sarkastik mereka.
Ustaz juga mengingatkan kepada kita bahwa terdapat tiga jenis ancaman yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
Ancaman yang pertama adalah kehancuran suatu bangsa. Jika suatu bangsa tidak mendengarkan nabinya, maka ia akan dimusnahkan.
Contohnya, ancaman itu diberikan kepada bangsa nabi Nuh, Luth, Shaleh, Syuaib, serta kepada pengikutnya Fir’aun.
Ancaman yang kedua adalah ancaman hari penghakiman. Apa yang akan terjadi pada hari penghakiman.
Ngomong-ngomong, kematian bukanlah suatu ancaman, yah. Karena kematian adalah suatu realitas.
Kita tidak bisa mengancam seseorang bahwa suatu hari dia akan meninggal. Karena kita semua tahu bahwa kita memang akan meninggal.
Jadi, ancaman yang kedua adalah hari penghakiman, di mana di hari itu kita akan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang telah kita lakukan.
Ancaman yang ketiga adalah neraka.
By the way, ketika kita berbicara tentang kehancuran suatu bangsa, maka apakah ada yang tahu kapan itu akan datang? Tidak, kan?
Seperti yang terdapat dalam QS Asy-Syu’ara, 26:202
فَيَأْتِيَهُم بَغْتَةًۭ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Maka datanglah azab kepada mereka dengan mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya.
Kehancuran suatu bangsa akan datang kepada mereka secara tiba-tiba. Mereka tidak akan menyadarinya sebelum itu terjadi.
Salah satu rahmat dari Allah ﷻ untuk kita adalah kehancuran bangsa terakhir terjadi pada masa Rasulullah ﷺ yaitu kepada kaum Quraisy. Ini adalah rahmat dari Allah ﷻ bahwa pintu ancaman kehancuran bangsa telah tertutup.
Jadi jika terjadi banjir di suatu bangsa, hal itu bukanlah sebuah azab dari Allah ﷻ. Itu adalah sebuah ujian.
Sekarang kita coba ulangi lagi yah, ada tiga ancaman yang disebutkan di dalam Al-Qur’an.
Satu dari ketiga ancaman tersebut terjadi secara mendadak, tanpa adanya petunjuk. Ancaman itu adalah ancaman kehancuran bangsa.
Misalnya gempa bumi besar yang terjadi pada negeri kaum Luth atau banjir yang menenggelamkan negeri orang-orang yang mengingkari nabi Nuh. Bencana itu terjadi secara tiba-tiba, dan langsung menghancurkan negeri mereka.
Kemudian bagaimana dengan dua ancaman lainnya?
Pada ayat keempat dan kelima surat An-Naba, Allah ﷻ mengatakan bahwa kelak mereka mengetahuinya, kemudian Ia ﷻ mengatakan kedua kalinya, bahwa mereka akan segera mengetahuinya.
كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
Jika kita perhatikan kedua ayat ini, maka kita dapat melihat bahwa Allah ﷻ menyebutkan bahwa orang-orang musyrik tersebut kelak mengetahui apa yang mereka pertanyakan, sebanyak dua kali.
Jadi, jika kita hubungkan dengan ancaman yang terdapat dalam Al-Qur’an kita akan melihat kesinambungan di antara keduanya. Mengapa?
Karena ada dua ancaman yang akan membuat orang-orang mengetahui dan Allah ﷻ juga menyebutkan sebanyak dua kali, bahwa orang-orang musyrik tersebut kelak mengetahui. Masyaa Allah.
So, sekarang kita telah memahami bahwa ada dua ancaman yang tidak terjadi dengan tiba-tiba, ada proses di mana orang menyadari bahwa ini adalah ancaman yang telah diperingatkan kepadanya.
Ancaman tersebut adalah ancaman terhadap apa yang terjadi di hari penghakiman (judgement day) dan ancaman terhadap neraka.
Bagaimanakah surat An-Naba menggambarkan kedua ancaman tersebut?
Bersambung Insyaa Allah pekan depan.
Sumber:
Bayyinah TV – Quran – Deeper Look – 01. An Naba (Ayat 1 -13) – A Concise Commentary (28:40-32:07)
Penutup
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah