Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-228
Topik: Divine Speech
Kamis, 4 Februari 2021
Materi VoB Hari ke-228 Pagi | Perbedaan Penggunaan Tenses yang Begitu Berarti
📕📙📗📘
Perbedaan Penggunaan Tenses yang Begitu Berarti
Oleh: Nurfitri Anbarsanti
#ThursdayDivineSpeechWeek33Part1
Part 1
بسم الله الرحمن الرحيم
Ada perbedaan antara past tense dan present tense.
Dalam bahasa Indonesia, kalimat lampau dan kalimat sekarang tidak terlalu berbeda, namun dibedakan dari keterangan waktunya. Sedangkan dalam banyak bahasa lainnya, seperti Bahasa Inggris dan Bahasa Arab, past tense dan present tense sangat berbeda.
Misalnya,
I eat a burger, dengan
I ate a burger.
Mungkin kita sudah tahu apa bedanya past tense dengan present tense. Tapi kita bisa mengkaji lebih jauh, bukan hanya apa yang terjadi di masa lalu atau apa yang terjadi di masa sekarang, tapi ada perbedaan tambahan.
Contohnya,
I ate a burger. Di kalimat ini, berapa kali kita makan? Sekali.
Sedangkan di kalimat “I eat a burger”, bukankah mungkin kita makan lebih dari sekali? Mungkin kan.
Sehingga, di present tense, terutama present tense dalam Bahasa Arab, yaitu fi’il mudhori dapat mengindikasikan bahwa kegiatan itu berlangsung beberapa kali. Sedangkan past tense mengindikasikan bahwa sesuatu yang terjadi itu hanya satu kali.
Nah hal ini dapat diaplikasikan juga ketika kita membaca Al-Qur’an. Luar biasa sekali tenses ini digunakan dalam Al-Qur’an. Pelajaran tentang tenses dalam Al-Qur’an itu sangat menarik.
Ada dua mimpi yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, yang dialami oleh dua Nabi.
Yang pertama, mimpi yang dialami oleh Nabi Ibrahim a.s., dan mimpi yang dialami oleh Yusuf a.s.
Yang menarik, ketika Nabi Ibrahim a.s. melihat mimpinya,
اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ
“Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu.” (QS 37:102)
Tenses yang digunakan di kalimat ini adalah present tense (fi’il mudhori).
Sedangkan pada mimpi yang dialami oleh Nabi Yusuf a.s., yaitu mimpi tentang matahari, bintang dan bulan,
اِنِّيْ رَاَيْتُ اَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
“Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan” (QS 12:4)
Tenses yang digunakan di kalimat ini adalah past tense.
Sehingga, apa perbedaan kedua mimpi yang dialami oleh Nabi Ibrahim a.s. dengan Nabi Yusuf a.s.? Yang mana yang mengalami mimpinya beberapa kali?
Ya, Nabi Ibrahim a.s. menggunakan fi’il mudhori dalam menceritakan mimpinya kepada Nabi Ismail a.s., karena beliau bermimpi mengenai hal itu beberapa kali. Terus menerus.
Luar biasanya Al-Qur’an dan bahasa Al-Qur’an, tidak ada detail yang terbuang, tidak ada kata-kata yang terbuang. Penggunaan fi’il mudhari (present continuous tense) saja sudah cukup memberitahu kita bahwa Nabi Ibrahim mengalami mimpi tersebut berkali-kali.
Sedangkan Nabi Yusuf a.s. mengalami mimpi hanya sekali, sehingga fi’il yang digunakan adalah fi’il madhi (past tense).
Penggunaan fi’il madhi dan fi’il mudhori ini juga menarik ketika Al-Qur’an membahas tentang pembunuhan. Seperti apakah itu?
Insya Allah bersambung di Part 2.
Sumber:
– Bayyinah TV – Quran – Courses – Divine Speech – 06. Transitions in the Quran (1:10:30-1:13:17)
📕📙📗📘
Materi VoB Hari ke-228 Siang | We are Creatures of Habits
📕📙📗📘
We are Creatures of Habit
Oleh: Nurfitri Anbarsanti
#ThursdayDivineSpeechWeek33Part2
Part 2
بسم الله الرحمن الرحيم
Perbedaan past tense dan present tense ada juga di dalam Al-Quran tentang pembunuhan.
Kita lihat di surat An-Nisa ayat 92,
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا
“Barangsiapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (tidak sengaja)”.
Lalu kita bandingkan dengan yang ada di surat An-Nisa ayat 93,
وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا
“Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja”.
Yang pertama berbunyi “barang siapa yang membunuh dengan tidak sengaja”, yang kedua berbunyi “barang siapa yang membunuh dengan sengaja”. Kita lihat tenses yang digunakan berubah.
Yang pertama menggunakan fi’il madhi (past tense), sehingga artinya menjadi “barang siapa yang dulu pernah sekali membunuh seorang yang beriman karena tidak sengaja”.
Sedangkan yang kedua menggunakan fi’il mudhori (present tense), sehingga artinya menjadi “barang siapa yang saat ini masih (terbiasa dan berkali-kali) membunuh seorang yang beriman dengan sengaja”.
Ust. Nouman memberi contoh tentang hal ini. Misal kita tinggal di apartemen, di lantai ke 15, kita sedang memasak barbeque dan kita mengundang teman-teman untuk makan bersama.
Di teras apartemen kita menyenggol teman kita, “Hai gimana kabar kerjaan barunya?” trus tiba-tiba teman kita itu jatuh dari apartemen dan meninggal. Contoh seperti ini, kita membunuh karena sama sekali tidak sengaja, just by mistake.
Berapa kali kita akan melakukan hal seperti itu? Ya mudah-mudahan cuma sekali saja ya hehe. Jika kita membunuh seseorang benar-benar tidak sengaja, maka seharusnya itu terjadi hanya sekali saja.
Oleh karena itu dalam ayat yang pertama disebutkan tadi (yaitu An-Nisa ayat 92) digunakan fi’il madhi (past tense verb), karena kejadian pembunuhan karena tidak sengaja itu secara logis hanya terjadi sekali saja.
Di ayat selanjutnya, masih dengan topik yang sama, Allah ﷻ berfirman mengenai orang yang membunuh dengan sengaja. Kata kerja yang digunakan adalah fi’il mudhori (present tense verb). Kenapa?
Karena jika kita membunuh dengan sengaja dan terencana, besar kemungkinan kita akan membunuh lagi dengan sengaja di masa depan. Besar kemungkinan juga kita telah membunuh orang lainnya di masa lalu.
Penggunaan fi’il mudhori di ayat kedua menggambarkan kegiatan pembunuhan itu terjadi terus menerus.
We are creatures of habit.
Pelanggaran sebesar pembunuhan, pasti akan sangat sulit dilakukan dengan sengaja oleh orang yang benar-benar tidak terbiasa melakukannya. Sedangkan bagi orang yang terbiasa atau membiasakan diri melakukannya, akan sangat mudah melakukannya dan cenderung akan mudah melakukannya berkali-kali.
Penggunaan past tense dan present tense di dalam Al-Qur’an memberikan pelajaran yang luar biasa.
Ada juga pelajaran tentang ‘waktu’.
Cara kita memandang waktu itu sangat berbeda dengan bagaimana cara Allah ﷻ memandang waktu. Memangnya seperti apa bedanya?
Insya Allah bersambung di Part 3.
Sumber:
– Bayyinah TV – Quran – Courses – Divine Speech – 06. Transitions in the Quran (1:13:17-1:15:23)
📕📙📗📘
Materi VoB Hari ke-228 Sore | Masa Depan Kita adalah Masa Lalu bagi Allah
Masa Depan Bagi Kita Adalah Masa Lalu Bagi Allah
Oleh: Nurfitri Anbarsanti
#ThursdayDivineSpeechWeek33Part3
Part 3
بسم الله الرحمن الرحيم
Cara kita memandang waktu itu sangat berbeda dengan bagaimana cara Allah ﷻ memandang waktu.
Ust. Nouman memberi dua contoh kalimat berikut:
1. Every person will be paid
2. Every person was paid
Kedua kalimat dengan tenses seperti itu digunakan untuk menggambarkan Hari Akhir di dalam Al-Qur’an.
Aneh.
Allah ﷻ menggambarkan Hari Akhir, sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Kita akan berekspektasi bahwa setiap Allah ﷻ berfirman tentang Hari Akhir, tentunya menggunakan kalimat “Every person will be paid”. Tapi ternyata, Allah ﷻ juga menggunakan kalimat “Every person was paid”.
Aneh, berbicara tentang masa depan, tapi tenses yang digunakan kok past tense.
Setiap berbicara tentang manusia, maka Allah ﷻ akan menggunakan tenses yang setara dengan kalimat “Everyone will be paid”.
Tetapi jika ayatnya itu berbicara tentang Allah ﷻ, Allah akan menggunakan tenses yang setara dengan kalimat “Everyone was paid”.
Kenapa?
Karena Allah ﷻ memiliki sudut pandang terhadap waktu yang berbeda, tidak seperti kita, manusia, dalam memandang waktu.
Cara manusia memandang waktu adalah adanya masa lampau yang telah ada di belakang kita, adanya masa sekarang di mana kita ada di sini, dan adanya masa depan yang akan datang di depan kita.
Menurut perspektif Allah, mengapa berbicara tentang waktu dengan menggunakan past tense? Mengapa?
Bagi Allah ﷻ, Dzat Yang Mampu Melihat Seluruh Waktu dan Maha Tahu Segalanya, cara-Nya dalam memandang masa lampau, masa sekarang dan masa depan adalah seakan-akan semuanya sudah terjadi, sudah selesai, sudah diketahui semuanya.
Sehingga Allah melihat seluruh rentang seperti melihat sesuatu yang sudah terjadi di masa lampau (saking luasnya pengetahuan-Nya, beliau sudah tahu bahkan sebelum itu terjadi).
Untuk semua yang terjadi saat ini, Allah ﷻ sudah mengetahuinya, dan pengetahuan atas segala yang terjadi membuat Allah ﷻ melihatnya seperti sesuatu yang sudah terjadi di masa lampau.
Pengetahuan Allah pasti terjadi. Pasti terjadi. Sehingga, Allah ﷻ berbicara tentang sesuatu yang akan terjadi di masa depan bagi manusia, namun sesuatu itu seperti masa lalu bagi Allah ﷻ.
Insya Allah bersambung minggu depan.
Sumber:
– Bayyinah TV – Quran – Courses – Divine Speech – 06. Transitions in the Quran (1:15:23-17:03)
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah