Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-218
Topik: First Ayahs of Fatihah
Hari, tanggal: Senin, 25 Januari 2021
Materi VoB Hari ke-218 Pagi | Yang Mendapat Murka dan Yang Tersesat
Ditulis oleh: Indri Djangko
#MondayAlFatihahWeek32Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Ketika kita membuka Al-Qur’an mungkin kita pernah bertanya-tanya, kenapa banyak sekali kisah-kisah orang terdahulu di dalam kitab ini.
Mereka kan kehidupannya sudah berlalu ratusan bahkan ribuan tahun. Apakah kisah mereka penting untuk kita?
Well, ternyata setiap kisah masa lalu yang ada dalam Al-Qur’an tidak hanya sekedar sejarah. Tetapi kisah-kisah itu yang akan membantu kita untuk menempuh jalan yang benar. Jalan yang lurus.
Kisah-kisah ini perlu kita lihat kembali sebagai pendamping dalam perjalanan kita.
Kita sudah menyimak bersama di pekan sebelumnya tentang jalan orang-orang terdahulu yang Allah berikan nikmat.
Dan di dalam Al-Fatihah, kita selalu meminta untuk mendapat jalan yang sama dengan mereka.
Tapi selanjutnya kita meminta, ghayri al-maghduubi ‘alayhim wala ad-dholliin.
Apa sih arti dari ghayr? Ghayr berasal dari kata taghayyr yang berarti perubahan.
Permintaan kita dalam ayat ini berubah dan ditegaskan melalui kata ghayr ini.
Ya Allah tunjukkan padaku jalan yang dilalui orang-orang ini, bukan orang-orang yang itu. Aku tidak ingin mengikuti orang-orang itu.
🗒️🗒️🗒️
Kebanyakan terjemahan dari al-maghduubi ‘alayhim ini adalah ‘bukan jalan mereka yang Engkau murkai/yang mendapat murkaMu’.
Jika kita perhatikan ada kata ‘ENGKAU murkai’ atau ‘murkaMU’ dalam banyak terjemahan ayat ini.
Padahal di dalam Al-Qur’an tidak ada kata ‘Engkau’ atau ‘-Mu’. Yang ada di dalam Al-Qur’an adalah ‘bukan mereka yang mendapat murka’.
Allah tidak mengatakan ‘murka-Nya’, tetapi Allah mengatakan ‘yang mendapat murka’.
Kita beralih kepada adh-dhoolliin. Dalam bahasa Inggris kata ini banyak diartikan dengan misguided atau disesatkan. Ini sangat keliru.
Adh-dhoolliin adalah the lost atau orang-orang yang tersesat.
Apabila terjemahannya menggunakan kata misguided, maka berarti ada seseorang yang memberikan petunjuk yang salah. Ada pihak yang menyesatkan.
Tapi ketika dikatakan ‘aku tersesat’, berarti siapa yang salah? Dirinya sendiri.
Jika tetap dengan terjemahan misguided berarti bahasa Arabnya adalah mudhooll bukan dhooll.
Maka dalam konteks ini, tidak ada objek ‘yang disesatkan’.
Sumber: Bayyinah TV / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 05. Al-Fatihah – A Deeper Look (44:35 – 47.20)
Materi VoB Hari ke-218 Siang | Yahudi dan Nasrani di dalam Al-Qur’an, Bukan Tetangga Kita
Ditulis oleh: Indri Djangko
#MondayAlFatihahWeek32Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Di akhir ayat QS Al-Fatihah ini, ada dua kelompok yang ingin kita hindari.
Kelompok orang yang mendapat murka, dan kelompok yang tersesat.
Allah menggunakan noun untuk kedua kelompok ini.
Jika kita kembali ke pelajaran tentang penggunaan noun, maka dua kata yang digunakan bersifat timeless.
Artinya, orang-orang yang mendapat murka tidak hanya ada di masa lalu, tapi bisa juga ada saat ini bahkan di masa depan.
Meski sama-sama noun, jika ditelisik lebih jauh, dua kelompok ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Ustaz memberikan contoh dari kesehariannya.
Misalnya, ada sepiring kue di meja. Anak Ustaz, Imad dan adiknya, Walid sedang menatap lamat-lamat kue itu. Ustaz berpesan kepada Imad untuk tidak memakan kue itu selagi Ustaz menerima telepon.
“Imad, jangan makan kue itu. Walid juga tidak boleh memakannya. Tapi kamu yang Ayah beri tanggung jawab”. Imad setuju.
Ketika Ustaz kembali, Walid dan Imad sedang asyik memakan kue-kue itu.
Dalam kasus ini, siapa yang paling harus dimarahi?
Imad, sang kakak.
Bukan karena dia lebih tua. Tetapi karena Ustaz sudah berpesan kepadanya sebelumnya, dan memberinya tanggung jawab.
Imad mengetahui bahwa memakan kue itu tindakan yang salah karena melanggar, tetapi ia tetap melakukannya.
Bukankah seseorang pantas dimarahi ketika ia melakukan kesalahan setelah tahu bahwa sesuatu itu salah?
Berbeda dengan Walid, ia juga bersalah karena memakan kue itu. Tapi Walid tidak mengetahui bahwa hal itu dilarang ayahnya. Walid termasuk orang ‘yang tersesat’, karena tidak mendapat informasi sebelumnya.
Walid juga bisa ditegur karena seharusnya dia bertanya dulu kepada ayahnya, tidak langsung mengikuti kakaknya. Tetapi, kemarahan kepada Walid harusnya tidak sebesar kemarahan kepada Imad yang sudah mengetahui larangan, tapi tetap dilakukannya.
Jika kita kaitkan contoh tersebut dengan al-maghduubi ‘alayhim wala adh-dhoolliin, dan berdasarkan penjelasan Rasulullah saw, maka dua kelompok ini adalah Yahudi dan Nasrani.
Pertanyaannya, mengapa di QS Al-Fatihah tidak langsung saja disebutkan ghayri al-yahuudu wa an-nasaaraa?
Sebaliknya, di kehidupan kita sehari-hari, kita tidak mengatakan “Ustaz, saya punya tetangga al-maghduub ‘alayhim, dan di sebelah sana ada juga beberapa tetangga adh-dhoolliin”. Tidak, kita tidak mengatakan seperti itu.
Ada konteks spesifik yang tidak bisa saling ditukarkan ketika menyebutkan tentang Yahudi dan Nasrani yang dimaksud Rasulullah ketika bicara tentang Al-Fatihah, dan Yahudi dan Nasrani pada saat ini.
Dengan pernyataan Rasulullah tersebut, Beliau SAW. memberikan kita studi kasus, yaitu apabila kita ingin belajar tentang al-maghduubi ‘alayhim, pelajarilah Yahudi yang digambarkan di dalam Al-Qur’an.
Jadi, tidak semua Yahudi. Tapi Yahudi sebagaimana yang ada di dalam Al-Qur’an.
Begitu pun dengan adh-Dhoolliin. Ketika kita ingin belajar tentang orang-orang tersesat, pelajarilah kisah Nasrani dalam Al-Qur’an. Bukan mempelajari tetangga kita yang Nasrani.
Sumber: Bayyinah TV / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 05. Al-Fatihah – A Deeper Look (47.20 – 51.30)
Materi VoB Hari ke-218 Sore | Murka dari Segala Penjuru
Ditulis oleh: Indri Djangko
#MondayAlFatihahWeek32Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Apa sih yang kita hindari dari kelompok al-maghduubi ‘alayhim dan adh-dhoolliin ini? Yahudi dan Nasrani seperti apa yang menggambarkan dua kelompok dalam QS Al-Fatihah ini?
Kali ini kita akan fokus kepada al-maghduubi ‘alayhim.
Orang Yahudi punya tradisi keilmuan yang luar biasa. Para rabi (pendeta Yahudi) tradisional misalnya, memiliki kebiasaan belajar di atas rata-rata, yaitu sekitar 12-16 jam sehari.
Mereka tidak hanya membaca, tetapi juga menulis volume demi volume buku sampai hari ini. Buku ‘fikih’ mereka mungkin sepuluh, lima belas, atau dua puluh kali lebih tebal dari buku-buku fikih Islam.
Sekali lagi, tradisi keilmuan orang Yahudi luar biasa dan yang paling unggul. Artinya, mereka pasti tahu banyak hal dan punya bakat untuk menguasai banyak wawasan.
Yahudi yang digambarkan di dalam Al-Quran adalah kelompok yang berbuat kesalahan, bahkan setelah mereka tahu itu salah, sebagaimana QS Al-Baqarah (2):75,
يُحَرِّفُوۡنَهٗ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا عَقَلُوۡهُ وَهُمۡ يَعۡلَمُوۡنَ
Mereka mengubah firman Allah bahkan setelah mereka memahami. Ketika mereka mengetahui kebenarannya.
Ketika seseorang melakukan sesuatu yang patut diketahuinya sebagai sebuah kesalahan, maka orang tersebut mendapat murka.
Sudah kita bahas sebelumnya bahwa Allah menggunakan kata ‘mendapat murka’, bukan ‘mendapat murka Allah’. Mengapa begitu?
Pertama, Allah begitu murka kepada kelompok ini sehingga Allah tidak mau nama-Nya berdampingan dengan kelompok ini dalam sebuah ayat.
Kedua, bukan hanya Allah yang murka kepada kelompok ini.
Ketika sebuah kelompok mempunyai wawasan yang luas, orang-orang lain akan mengandalkan mereka. Dan ketika kelompok berwawasan luas ini melakukan kesalahan, orang-orang akan mengikutinya dan melakukan kesalahan yang sama.
Dalam hal ini al-maghduubi ‘alayhim memandu dan diikuti oleh adh-dhoolliin.
Kesalahan menjadi dua kali lipat karena orang yang punya pengetahuan dan orang yang tidak tahu sama-sama melakukan kesalahan demi kesalahan.
Maka ketika kesalahan itu sudah berlipat ganda, di hari akhir kelak bukan hanya Allah yang murka pada kelompok al-maghduubi ‘alayhim, tetapi juga para malaikat, orang-orang beriman, dan pastinya orang-orang tersesat yang mengikuti kelompok itu akan murka kepada mereka.
Tidak cukup dari satu arah saja murka itu datang. Kelak, kemurkaan akan menyerang mereka dari segala penjuru.
Sumber: Bayyinah TV / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 05. Al-Fatihah – A Deeper Look (51.30 – 54.00)
Penutup
Semoga Allah terangkan, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.
Mohon do’akan kami agar bisa istiqomah untuk berbagi mutiara-mutiaraNya. 🙏
Jazakumullahu khairan 😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah