Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-211
Topik: First Ayahs of Fatihah
Hari, tanggal: Senin, 18 Januari 2021
Materi VoB Hari ke-211 Pagi | Jalan Lurus ke Depan dan Jalan Lurus ke Atas
Ditulis oleh: Wina Wellyanna
#MondayAlFatihahWeek31Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Apa yang akan terjadi jika kita melupakan pengejaran hidayah sebagai tujuan?
Mengejar pengetahuan sebagai tujuan boleh jadi alih-alih membuat kita diberi petunjuk, malah menjadikan kita tersesat atau bahkan berubah arogan.
“Oh lihat, orang-orang itu tidak tahu ilmu fiqih sebanyak saya.”
“Ya ampun, tajwid bacaan Qur’annya, ha-ha-ha-ha.”
🙄🙄🙄
Saat kita memandang muslim lain tidak memiliki pengetahuan sebanyak kita, itu disebut arogan.
Padahal yang namanya hamba sahaya atau budak selazimnya bersifat rendah hati.
Bukankah kita semua berkedudukan sebagai hamba sahaya atau budak di hadapan Allah?
Maaf nih ya, tapi tidak ada lowongan selain untuk posisi hamba sahaya atau budak.
Jadi mengapa harus merasa lebih tinggi?
😌😌😌
Ketika arogansi hadir di hati kita, saat itu kita sudah tidak lagi memposisikan diri sebagai hamba sahaya atau budak.
Kita menghilangkan makna dari:
ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus”.
Sebelumnya ustaz NAK sudah memberikan penjelasan mengenai ṣirāṭ (jalan).
Jalan semacam apa itu ṣirāṭ? Jalan yang lurus.
Lalu kenapa Allah menambahkan mustaqīm (lurus) setelah ṣirāṭ?.
Padahal ṣirāṭ sendiri sudah berarti lurus.
Ada apa? Pasti ada sesuatu.
‘Jalan yang lurus’ disandingkan dengan ‘lurus’ apakah bisa berarti ‘jalan yang super lurus’?.
Sebetulnya, ٱسْتَقَٰمُ atau (istiqom) bukan hanya memiliki arti jalan yang lurus, tapi juga berarti straight up atau jalan ke atas.
Jalan vertikal, jalan tegak ke atas.
Ketika kita meminta jalan yang lurus, selain ke depan juga meminta jalan menuju ke atas.
ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm.
Pernah dengar Allah menaikkan derajat hamba-Nya? Ini yang dimaksud dengan jalan ke atas.
Jalan ke atas tidak mudah, penuh perjuangan mendakinya.
Berhenti mendaki, maka dengan cepat kita meluncur ke bawah karena gravitasi.
Gravitasi menarik kita ke bawah, seperti dunia yang menarik-narik kita, godaan-godaan tidak hentinya memanggil kita.
Seperti gravitasi yang tidak akan pernah hilang. Dunia yang mencoba menarik kita juga tidak pernah lelah.
Tidak ingin terpengaruh oleh gravitasi? Itu artinya kita sudah tidak di dunia lagi.
Tidak peduli sudah selama apa pun kita mendaki, gravitasi tidak akan hilang, dunia dan godaannya tidak akan berhenti menarik-narik kita ke bawah.
Kita masih dikejar oleh dengki, keserakahan, kemunafikan, hawa nafsu, mereka masih ada di belakang kita.
Sudah sejauh apa pun progres keimanan kita, tidak akan pernah ada kata aman dari godaan, lantaran itu, jangan pernah berhenti meminta ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus dan tetap lurus ke atas,”
Bukankah semakin tinggi kita berada, semakin berbahaya keadaan kita, semakin kuat anginnya.
Itu sebabnya para alim ulama acap kali menangis.
Hey, bukannya seharusnya kita ya yang banyak menangis ya? Para alim ulama kan tinggal selangkah menuju surga?
Lalu kenapa?
In syaa Allah bersambung ba’da Zhuhur.
Sumber: Bayyinah TV / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 05. Al-Fatihah – A Deeper Look (36:23 – 39:00)
Materi VoB Hari ke-211 Siang | Terjatuh Dari Ketinggian
Ditulis oleh: Wina Wellyanna
#MondayAlFatihahWeek31Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Para alim ulama banyak menangis karena menyadari
“Kalau saya jatuh dari ketinggian ini sekarang, saya pasti hancur lebur.”
Bedakan dengan yang baru memulai mendaki, jarak dengan tempat berpijak awal masih dekat, jatuh pun masih belum terasa sakit.
Jatuh dari ketinggian yang bahkan daratan tidak terlihat, dampak jatuhnya akan sangat luar biasa.
Al-A’raf ayat 176
Walau syi`nā larafa’nāhu bihā wa lākinnahū akhlada ilal-arḍi
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia.”
Ada beberapa kisah (tragis) tentang orang yang mengikuti jalan yang lurus dan mereka telah mendaki dengan konsisten, bahkan menjadi panutan orang-orang sekitarnya, sekali waktu mereka tergelincir lalu terjatuh.
Terjatuh yang sangat buruk.
Mereka menjadi lebih buruk dari orang-orang jahiliyah.
Menjadi budak dunia dan tersesat di dalamnya.
Tragis sekali memang, tapi ini kenyataan yang pernah terjadi.
Jalan mendaki ke atas memang berbahaya. Karena itu kita berdoa ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm.
Tentang jalan ke atas ini, Allah tidak hanya menggambarkan keadaan jalan ini, tapi Allah juga memberitahu
ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim gairil-magḍụbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Kita hampir sampai pada kesimpulannya, tapi mari telaah dulu ayat ini.
Ketika kita sedang mengendarai mobil dan melalui jalan yang sulit dan berlubang serta baru pertama kalinya, tentu kita ingin mendapat gambaran bagaimana pengemudi lain melewati jalan tersebut dengan selamat.
Atau kita dihadapan gunung tinggi dan harus melewatinya, tentu kita perlu tau jalan yang aman dilalui lewat mana.
Istilah membuka jalan bagi pendaki gunung bukan hal mudah, mereka harus menyingkirkan semak-semak, atau mencari rambatan akar untuk berpegangan sehingga tercipta jalan setapak yang bisa dilalui.
Orang-orang dibelakang mereka mendapat kemudahan ini.
_ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”
أَنْعَمَ atau nu’uma artinya ease atau kemudahan.
An’am juga berarti hewan ternak atau sapi yang ketika berjalan sangat santai, tidak seperti hewan kuda yang berjalannya menghentak-hentak.
Tidak ada nu’uma pada cara berjalan kuda.
Hewan ternak seperti sapi kalaupun ada harimau yang mengintai dan mendekat, mereka akan tetap rileks.
An’am bisa disimpulkan adalah membuat sesuatu hal lancar atau mulus dan mewah.
Ayat sebelumnya menjelaskan tentang jalan mendaki yang sulit.
Di ayat 7 ini, kita meminta kepada Allah
“Ya Allah, tolong kenalkan dengan orang-orang yang telah Engkau beri jalan yang lancar dan mewah ini”
Jalan mendaki ke atas ini sulit, tapi dengan pertolongan Allah seolah kita akan mendaki sambil menaiki tangga jalan.
In syaa Allah bersambung ba’da Ashar.
Sumber: Bayyinah TV / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 05. Al-Fatihah – A Deeper Look (39:01 – 42:05)
Materi VoB Hari ke-211 Sore | Kisah yang Relevan Sampai Akhir Zaman
Ditulis oleh: Wina Wellyanna
#MondayAlFatihahWeek31Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Jalan yang ditempuh orang-orang terdahulu bukan karena mereka yang mampu melaluinya, tapi Allah yang memudahkan untuk mereka.
An’amta ‘alaihim
“Engkau beri nikmat”
Allah yang memberi nikmat kemudahan.
Ustaz NAK mengingatkan ada dua hal yang penting untuk mencapai jalan yang lurus: usaha dan hasil
🏹🎯
Orang-orang terdahulu tentu saja penuh perjuangan untuk melalui jalan sulit, tapi Allah yang membuat hasilnya menjadi mudah untuk mereka.
Ayat terakhir ini pengulangan permintaan kita kepada Allah, agar kita selalu diberikan kualifikasi seperti orang-orang terdahulu yang Allah beri kemudahan.
Beri kami kemudahan seperti Engkau telah memberi mereka kemudahan, ya Allah.
Beri kami rahmat seperti Engkau telah memberi mereka, sehingga kami bisa mendaki jalan yang sulit ini.
Ayat ini juga pengingat bahwa kita tidak mungkin berhasil jika bukan karena bantuan dan pertolongan Allah, tapi sekaligus juga meminta kualitas seperti orang-orang terdahulu.
‘Bagaimana orang-orang terdahulu mendapatkan jalan yang lurus ini?’
_ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”
Orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, Allah menggunakan past tense untuk an’amta.
Ustaz memberi gambaran, bayangkan kita seorang mahasiswa teknik tingkat dua, kemudian kita ingin berkonsultasi mengenai jurusan yang sedang kita tempuh dan prospeknya, siapa yang lebih kita percayai untuk mencari jawaban? Senior setingkat-dua tingkat di atas kita atau alumni yang sudah masuk ke lapangan kerja dan bekerja sesuai bidang?
Yang jelas kita tidak meminta solusi dari teman di samping kita, karena toh kita setingkat, selevel, meski mungkin dia jauh lebih pintar dengan nilai top score, karena teman kita belum melewati tahapan seperti alumni.
Alumni adalah mereka yang sudah melalui perjalanan yang sekarang sedang kita lalui, tentu mereka lebih berpengalaman, ‘orang-orang terdahulu’.
Doa kita jelas,
“Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”
Bukan mereka yang sekarang sedang melalui tahapan yang sama dengan kita, tapi mereka yang sudah ‘alumni’ dan telah diberi rahmat oleh Allah.
‘Bukan juga mereka yang saat ini sedang Engkau beri kemudahan, ya Allah.’
‘Engkau yang dalam kalam-Mu memberi tahu kepada kami tentang orang-orang yang telah lulus ini, ya Allah.’
Ini sebabnya al-Qur’an penuh dengan cerita mengenai orang-orang terdahulu, untuk kita pelajari jalannya.
Kisah-kisah mengenai orang alim, para nabi, orang-orang terdahulu yang telah Allah beri nikmat.
Kisah-kisah ini menjawab do’a yang kita panjatkan di surat pembuka-nya Al-Qur’an.
Kisah orang terdahulu untuk dijadikan pelajaran, dari sini bisa ditarik kesimpulan, kalau isi Al-Qur’an akan relevan sampai akhir zaman, sampai kiamat tiba.
In syaa Allah berlanjut minggu depan.
Sumber: Bayyinah TV / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 05. Al-Fatihah – A Deeper Look (42:05 – 44:35)
Penutup
Semoga Allah terangkan, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.
Mohon do’akan kami agar bisa istiqomah untuk berbagi mutiara-mutiaraNya. 🙏
Jazakumullahu khairan 😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah