[VoB2021] Time Travel


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-200

Topik: Divine Speech

Kamis, 07 Januari 2021

Materi VoB Hari ke-200 Pagi | Time Travel

Oleh: Indri Djangko

#ThursdayDivineSpeechWeek29Part1

Part 1

Bicara tentang time travel, mungkin beberapa dari kita akan teringat tentang serial jadul berjudul ‘Lorong Waktu’, dimana Pak Haji sering mengajak Zidan ke masa lalu melalui sebuah mesin waktu untuk mengambil hikmah.

Atau teringat Film Stand by Me Doraemon. Ketika Nobita ‘menengok’ seperti apa dia di masa depan.

Tayangan-tayangan hiburan tentang time travel itu bersifat fiktif. Beda halnya dengan time travel di dalam Al-Qur’an. 

Yang ada di dalam Al-Qur’an sifatnya real, nyata baik yang sudah terjadi di masa lalu, atau yang akan terjadi di masa mendatang. 

Berita-berita masa depan akan terjadi, baik di kehidupan dunia atau tentang keadaan kita kelak di akhirat.

Dalam sebuah ayat atau beberapa ayat berturut-turut dalam Al-Qur’an, kita bisa menemukan sesuatu bergeser dari segi waktu maupun objek yang dituju. 

Ada transisi di sana. Misalnya transisi dari kita, ke mereka. Atau dia, ke kita. Dan seterusnya.

QS Ath-Thur: 18-19 adalah contohnya. 

Di dalam ayat ini ada transisi waktu. Time travel. Ayat ini berbicara tentang  situasi di surga. Bukan keadaan kita saat ini di dunia.

Dan dimulai juga dengan objek ‘mereka’. Bukan kita, tapi orang lain.

فَاكِهِيْنَ بِمَآ اٰتٰىهُمْ رَبُّهُمْ ۚ وَوَقٰىهُمْ رَبُّهُمْ عَذَابَ الْجَحِيْمِ

Mereka akan memakan buah-buahan dan menikmati keberadaannya disana. Mereka tersenyum karena apa yang Allah berikan kepada mereka berupa perlindungan dari api neraka yang menyala-nyala. Mereka merasa aman dan bahagia.

Jadi, awal ayat ini tentang siapa? 

Tentang kita atau mereka? Mereka.

Sekarang atau masa depan? Nanti, kelak di surga. 

Dalam ayat ini, ada dua derajat yang berbeda dengan kita.

Derajat pertama, karena bercerita tentang orang lain, bukan tentang kita.

Kedua, karena bukan tentang apa yang kita alami sekarang, tapi masa depan.

Kemudian Allah di awal QS Ath-Thur:19 berkata:

كُلُوْا وَاشْرَبُوْا هَنِيْۤئًا

“Makanlah, dan minumlah, sesukamu”. Bukan “mereka akan memakan, dan meminum sesukanya”.

Ketika kita mengatakan “makanlah, dan minumlah”, bukankah kita berkata kepada orang yang ada di tempat yang sama dengan kita? Bukan orang yang tidak ada di sana.

Setelah menggambarkan keadaan ‘mereka’ di surga, di ayat ini, Allah langsung berbicara kepada kita.

Mengapa begitu?

Karena Allah mendorong kita untuk membayangkan diri kitalah yang ada di surga. 

Dan Allah sedang menyuguhkan kepada kita, “makanlah, dan minumlah”. Sesukamu. Tidak perlu cek apa ada label halalnya atau tidak.

Lalu Allah melanjutkan,

بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Makanlah dan minumlah sesukamu, bersebab hal-hal baik yang sudah kamu kerjakan.

Allah menyebutkan balasan di masa depan atas apa yang dilakukan di masa lalu, which is technically the present. Yaitu apa yang kita lakukan di hari-hari ini.

Time travel di dua ayat ini diakhiri dengan kesadaran tentang sesuatu.

Hikmah besar apa yang terkandung dari cerita time travel ini?

(Bersambung  In syaa Allah ba’da Zhuhur)

Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / 06. Transitions in the Quran (26:10 – 30:24)


Materi VoB Hari ke-200 Siang | Compliments Matter

Oleh: Indri Djangko

#ThursdayDivineSpeechWeek29Part2

Part 2

Penjelajahan kita terhadap QS Ath-Thur: 19 tidak berhenti karena sudah selesai bicara tentang menakjubkannya time travel ayat ini. 

Ada hadiah besar yang Allah berikan di ayat ini.

Bukan sekedar makanan dan minuman yang bisa penduduk surga dapatkan sepuasnya. 

Lalu, apa, ya?

Well, setelah mendorong kita untuk membayangkan bahwa kita akan menjadi penduduk surga yang mendapatkan kenikmatan sebagaimana di ayat 18, 

Allah memberikan hadiah besar yang tak kalah berharga, yaitu kesempatan berbicara langsung dengan-Nya.

Allah akan langsung memberitahu kita, “you did a great job”.

Bisakah membayangkan rasanya dipuji langsung oleh Allah? 🥺

Bagaimana rasanya ketika guru kita mendekati bangku kita, lalu berkata, “good job”?.

Mungkin tidak berarti apa-apa bagi sang guru. Tapi bagi si murid, kita, itu sangat berarti.

Hanya dengan sedikit pujian,  kita sebagai murid akan merasa sangat berharga.

Ada yang berpikir seorang manusia tidak boleh memuji manusia lain, karena salah paham bahwa segala pujian hanya boleh ditujukan kepada Allah. 

Pemahaman ini perlu diluruskan. Yang perlu kita lakukan terhadap sesama manusia bukan pujian yang berlebihan. Hanya sedikit, satu atau dua kalimat pujian saja, dan tidak perlu overreacting.

Kita tidak pernah tahu seberapa sakti efek dari sebuah pujian kecil. 

Sekadar berkata “nice job”, atau “aku suka hasil kerjamu”, atau “aku sangat menghargai bantuanmu”, bisa jadi akan berefek besar kepada orang yang kita berikan pujian atau ucapan terima kasih.

Ustaz Nouman lalu menceritakan pengalaman mengajarnya. By the way, sebelumnya Ustaz tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang pengajar. Beliau nyaman dengan pekerjaannya di bidang teknologi.

Tetapi kemudian di suatu waktu, saat ada halaqah /pertemuan kelompok kecil di Masjid, Ustaz diminta untuk melakukan presentasi selama 5 menit.

Lalu salah satu anggota halaqah, yang mana adalah mentor Ustaz di bidang teknologi dan lulusan S2 di MIT, mengatakan bahwa Ustaz berbakat dalam mengajar.

Pengakuan terhadap kemampuan ini mengubah hidup Ustaz yang sekarang lebih memilih menjadi pengajar.

Mungkin bagi mentor Ustaz, pujian tersebut tidak berarti apa-apa. Mungkin beliau juga sudah lupa-lupa ingat pernah mengatakannya di mana atau kapan. 

Tapi lihatlah perubahannya bagi diri seseorang, dan akhirnya berdampak juga pada pelajaran yang saat ini kita simak sehari-sehari dari Ustaz.

Kita tidak selalu bisa mengukur kekuatan dari perkataan seseorang. Ada yang sangat berdampak bagi orang lain, terlebih jika yang menyampaikan adalah seseorang yang kita kagumi atau yang menjadi panutan kita.

Jadi, jangan pelit dalam memberikan pujian, sekalipun kecil. Because compliments matter.

Jangan pelit memuji, apalagi kepada anak-anak kita, atau kepada orang yang menjadikan kita panutannya. 

Apabila melihat sesuatu yang baik pada diri mereka, tunjukkan kekaguman, terima hasil karyanya, dan dorong mereka untuk berkarya lebih baik.

Kembali kepada QS Ath-Thur:19, suguhan makanan dan minuman plus pujian akan penduduk surga dapatkan langsung dari Allah. Directly.

Pujian langsung dari Allah ini tentu membuat kita jadi tidak ingin makan apa-apa dan tersanjung, kan. Semoga Allah memperkenankan kita kelak menjadi penduduk surga-Nya dan merasakan sanjungan itu. Aamiin

(Bersambung  In syaa Allah ba’da Ashar)

Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / 06. Transitions in the Quran (30:24 – 33:06)


Materi VoB Hari ke-200 Sore | Mereka, Lalu Kamu

Oleh: Indri Djangko

#ThursdayDivineSpeechWeek29Part3

Part 3

Masih berbicara tentang transisi. 

Jika di QS Ath-Thur:18-19, transisinya indah dan membuat optimis. Maka transisi dalam Al-Qur’an juga bisa menggambarkan sesuatu yang menakutkan.

Mari kita lihat di QS Maryam:88.

وَقَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱلرَّحْمَٰنُ وَلَدًا

Mereka berkata, Ar-Rahman mengambil (mempunyai) anak.

Siapa mereka?

Orang-orang nasrani.

Ketika menyebutkan kata ‘mereka’, berarti kita sedang membicarakan orang lain yang tidak ada di tempat itu, yang jauh.

Tapi segera setelah berbicara tentang orang nasrani yang berkata Allah mempunyai anak, di ayat selanjutnya, pihak yang Allah tuju langsung bergeser. Menyebut ‘kamu’. Memperingatkan ‘kamu’ .

لَـقَدۡ جِئۡتُمۡ شَيۡــًٔـا اِدًّا

Kamu, telah membawa sesuatu yang mungkar. Kamu telah mengatakan sesuatu yang mengerikan.

Di ayat ini bukan “mereka sudah mengatakan sesuatu yang mengerikan”, tapi ‘kamu’, yang sudah mengatakan sesuatu yang mengerikan.

Lalu bagaimana penjelasan dari transisi ini? Ustaz lalu menjelaskan dengan sebuah perumpamaan. 

Misalnya, ada dua orang yang curang dalam ujian di kelas Ustaz. 

Ustaz mengetahuinya karena jawaban mereka benar-benar sama, bahkan tulisannya pun sama. Dan mereka, duduk bersama di barisan belakang.

Ustaz lalu melakukan pengantar yang dramatis, dengan memukulkan tongkat ke atas meja, dan berkata,

 “Ada orang-orang yang berpikir, mereka bisa lolos setelah curang  dalam ujian. Mereka pikir saya tidak tahu kalau tulisan mereka mirip”.

“mereka pikir, saya tidak melihat kelakuan mereka di belakang sana, dan saya tidak tahu apa-apa”, dst.

Dua orang yang curang dalam ujian itu masih merasa tenang karena Ustaz menggunakan kata ‘mereka’, dan berpikir Ustaz mungkin tahu ada kecurangan, tapi tidak tahu siapa pelakunya.

Tapi kemudian, di tengah-tengah berlangsungnya kelas, Ustaz memanggil nama dua orang ini, secara langsung. “Zaid, Syu’aib, bisa bicara sebentar?.

Pasti Zaid dan Syu’aib merasakan sekali situasinya memburuk. Keadaan jadi mengerikan ketika ‘mereka’ berubah menjadi ‘kamu’.

(Hanya perumpamaan. Apabila ada kesamaan nama, itu merupakan sesuatu yang tidak di sengaja. Yang punya nama Zaid atau Syu’aib, don’t get me wrong, please 😬)

Transisi objek pembicaraan di dalam Al-Qur’an juga bisa menakutkan. Allah seringkali berbicara kepada orang-orang yang bahkan tidak menyadari bahwa mereka yang sedang dibicarakan.

Atau tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya berdampak buruk, sehingga biasa saja menanggapi ayat-ayat Allah.

Allah mengawali dengan menyebut ‘mereka’, sehingga orang-orang ini masih merasa punya jarak dengan objek yang Allah bicarakan. 

Tapi tiba-tiba, objeknya berubah menjadi ‘kamu’. Dan orang-orang ini baru tersadar sedang menjadi objek.

Sebagaimana pada QS An-Nahl:55

لِيَكْفُرُوا۟ بِمَآ ءَاتَيْنَٰهُمْ ۚ فَتَمَتَّعُوا۟ ۖ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ.

‘Mereka’ mengingkari (nikmat) yang telah Kami berikan kepada mereka. Bersenang-senanglah ‘kamu’. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya).

By the way, pergeseran atau transisi seperti dalam Al-Qur’an ini akan dianggap salah jika diterapkan di kelas bahasa Inggris. 

Karena dalam bahasa Inggris, sekali subjeknya ‘aku’, maka sepanjang paragraf harus menggunakan ‘aku’, dan seterusnya.

Al-Qur’an mempunyai standar sendiri. Jika kita mencoba untuk membandingkan Qur’an dengan standar lain, kita tidak akan memahaminya. Dan tidak akan dapat mengambil pelajaran darinya.

Masih ada satu contoh transisi lagi yang akan Ustaz berikan, dan lebih ‘visual’. Apa itu?

(Bersambung  In syaa Allaah pekan depan)

Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / 06. Transitions in the Quran (33:06 – 39:12)


Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team 

Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s