بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-186
Topik: Divine Speech
Kamis, 24 Desember 2020
Materi VoB Hari ke-186 Pagi | Fairness Sang Mediator
Oleh: Heru Wibowo
#ThursdayDivineSpeechWeek27Part1
Part 1
Jika ada dua orang bertengkar, misalnya si A dan si B terlibat dalam sebuah pertikaian sengit, kita berpihak kepada siapa? Si A atau si B?
Kita tidak berpihak kepada si A. Kita tidak berpihak kepada si B. Kita berpihak kepada peace. Kita berpihak kepada perdamaian. Kita adalah pihak yang netral.
Kita ingin mewujudkan perdamaian antara si A dan si B. Kita ingin melihat A dan B akur seperti sebelumnya. Lalu Anda berinisiatif mengundang A dan B ke rumah Anda.
Alhamdulillah A dan B memenuhi undangan Anda. Alhamdulillah A dan B mau saling bicara. Dan keduanya pun berjabat tangan. Anda menyaksikannya sendiri, di ruang tamu rumah Anda.
Selesai bertemu, keduanya pamit pulang. Berjalan ke luar rumah. Dan saat keduanya berada di mulut gang masuk mobil, masih di pekarangan rumah, Anda melihat si A menonjok si B!
Anda masih peduli. Anda masih ingin mendamaikan keduanya. Maka Anda berlari menghampiri mereka berdua. Dan Anda berhasil membuat mereka berdua kembali masuk ke ruang tamu rumah Anda.
Ada yang berbeda sekarang dibanding sebelumnya.
Sebelumnya, saat A dan B untuk pertama kalinya ada di ruang tamu rumah Anda, A marah kepada B, B marah kepada A, dan Anda posisinya netral. Misalnya Anda adalah C, maka C tidak marah kepada A maupun kepada B.
Sekarang, saat A dan B untuk kedua kalinya ada di ruang tamu rumah Anda, A marah kepada B, B marah kepada A, dan C juga marah kepada A.
Mengapa?
Karena C telah mengusahakan perdamaian antara A dan B, dan mereka telah sepakat untuk berdamai, tapi C menyaksikan sendiri bahwa si A melanggar kesepakatan damai tersebut.
Tapi ada yang sama di kedua situasi itu. Yakni bahwa C tetap masih menjadi juru damai. C tetap masih berusaha untuk mendamaikan antara A dan B.
Meskipun demikian, untuk saat sekarang, ada kekhawatiran bahwa C tidak bisa bersikap adil seratus persen, karena C ada kecenderungan untuk memihak B.
Ustaz bilang, “Banyak A, B, dan C di sini.” Dan hadirin pun tertawa. 😃😃
Mungkin karena di antara yang hadir ada yang seperti A, B, atau C. Atau karena hal lain.
Setelah A menonjok B, ada tendensi bahwa C cenderung memihak B. Sehingga C perlu diingatkan bahwa tidak boleh bersikap tidak adil, terutama terhadap A.
Fa ashlihuu baynahumaa bil ‘adli wa aqsithuu.
فَأَصۡلِحُوا۟ بَیۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوۤا۟ۖ
(Surah Al-Hujurat, 49:9)
Pihak mediator atau si C perlu diingatkan untuk memastikan bahwa dia tetap melakukan mediasinya dengan adil.
Supaya bersikap adil dan supaya menghindari ketidakadilan, keduanya sekilas terdengar sama saja. Berlaku adil (being just) dan tidak berlaku tidak adil _
(not being unfair) sepertinya sama saja.
Ada dua kata yang digunakan di ayat ini: ’adl yakni keadilan (justice) dan qisth yakni kurangnya ketidakadilan (the lack of injustice).
Ada perbedaan lainnya dari kedua kata ini: ’adl artinya terbuka, bersifat umum, atau transparan (open, public, transparent), sedangkan qisth bisa bersifat umum maupun privat (public or private).
Jadi ada perbedaan yang besar antara ’adl dan qisth.
Di ayat ini, siapa sebenarnya yang sedang bertengkar?
Apakah sesama muslim?
Apakah sesama non muslim?
Ataukah antara muslim dan non muslim?
Kita lanjutkan pembahasannya insyaa Allaahu ta’aalaa ba’da zhuhur.
💎💎💎💎💎
Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / 06. Transitions in the Quran (04:37 – 08:39)
Materi VoB Hari ke-186 Siang | Di Ruang Tertutup di Ronde Pertama
Oleh: Heru Wibowo
#ThursdayDivineSpeechWeek27Part2
Part 2
Pertengkaran ini terjadi bukan antara muslim dan non muslim. Bukan antara sesama non muslim. Bahkan juga bukan antara sesama muslim.
Wa in thaa-ifataani minal mu’miniinaqtataluu.
وَإِن طَاۤىِٕفَتَانِ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِینَ ٱقۡتَتَلُوا۟ فَأَصۡلِحُوا۟ بَیۡنَهُمَاۖ فَإِنۢ بَغَتۡ إِحۡدَىٰهُمَا عَلَى ٱلۡأُخۡرَىٰ فَقَـٰتِلُوا۟ ٱلَّتِی تَبۡغِی حَتَّىٰ تَفِیۤءَ إِلَىٰۤ أَمۡرِ ٱللَّهِۚ فَإِن فَاۤءَتۡ فَأَصۡلِحُوا۟ بَیۡنَهُمَا بِٱلۡعَدۡلِ وَأَقۡسِطُوۤا۟ۖ إِنَّ ٱللَّهَ یُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِینَ
(Surah Al-Hujurat, 49:9)
Minal mu’miniin. Jadi yang bertengkar itu bukan sekadar muslim. Mereka berdua adalah mukmin. Jadi bahkan bukan minalladziina aamanuu, ini adalah minal mu’miniina.
Bukan orang yang munafik, bukan pula muslim. Tapi mukmin. We cannot judge their faith. Kita tidak bisa menghakimi keimanan mereka.
Jadi, meskipun kedua mukmin itu bertengkar, Allah masih memberikan proteksi terhadap keimanan mereka. Mereka berdua masih mukmin.
By the way, bahkan ketika ada dua orang muslim saling bertengkar, menurut Anda, apakah hal ini memalukan?
Absolutely! Pasti. Benar-benar memalukan.
Dan ketika Anda menawarkan bantuan untuk menjadi mediator buat keduanya, seharusnya Anda melakukannya secara terbuka di depan semua orang, atau privately alias empat mata saja dengan Anda sebagai penengahnya?
Ya, seharusnya face to face saja. Artinya, Anda undang mereka berdua ke rumah Anda. Ke ruang tamu rumah Anda. Atau bisa juga di ruang tertutup di sebuah masjid atau yang serupa itu.
Di ruang yang tertutup itu, Anda bisa mendengarkan si A: apa yang telah dia lakukan, apa yang telah dia katakan. Begitu juga dengan si B, Anda bisa melakukan hal yang sama.
Anda juga bisa mengutarakan betapa Anda menghormati si A dan si B, sehingga Anda berinisiatif untuk ngobrol dengan mereka berdua, bukan di ruang publik, tapi secara pribadi.
Tapi si A ternyata kurang menghargai usaha Anda, sehingga setelah keluar dari meeting itu, dia bikin ulah. Si A beranggapan bahwa si B dan si C, Anda adalah si C, sama-sama memusuhi si A. Padahal Anda sudah ‘bermain cantik’ dan berada pada posisi netral.
Tapi si A merasa dia telah menjadi korban. Si merasa perlu untuk menabuh genderang perang sekali lagi kepada si B, bahkan sekarang juga kepada Anda.
Dan si A, He took advantage of the fact that the meeting was held private. Dia memanfaatkan fakta bahwa pertemuan itu diadakan secara pribadi.
Si A bilang ke orang-orang, “Kamu ga tahu sih apa yang terjadi di dalam sana.” Maksudnya saat diadakan pertemuan yang private itu.
Jika saja pertemuan antara si A dan si B diadakan secara terbuka, di ruang publik, disaksikan oleh banyak orang, maka si A tidak akan bisa bilang begitu.
Sekarang, Anda menerapkan strategi yang berbeda. Anda harus mempertemukan keduanya kali ini di ruang publik. Bukannya memalukan? Iya, tapi ada hal yang lebih penting untuk diprioritaskan: menghindari future problem.
Maksudnya adalah menghindari kemungkinan si A akan kembali memanfaatkan pertemuan yang private dengan berbicara yang tidak tepat kepada orang-orang di luar pertemuan itu.
Jadi pertemuan berikutnya, antara si A dan si B, harus diadakan secara terbuka. Disaksikan orang-orang. Kalau perlu publik bisa melakukan streaming melalui YouTube. 😊😊
Inilah kenapa kata yang digunakan adalah al-’adl. Di Part 1, kita sudah mempelajari bedanya al-’adl dan al-qisth.
Qisth bisa bersifat umum maupun privat (public or private).
’Adl artinya terbuka, bersifat umum, atau transparan (open, public, transparent).
Jadi kalau ’adl itu sudah pasti transparan. Terbuka.
Fa ashlihuu baynahumaa bil ‘adl.
Make peace between them using open, transparent justice. Jadilah juru damai di antara mereka berdua menggunakan keadilan yang terbuka dan transparan.
Di Al-Qur’an terjemahan, biasanya baynahumaa diterjemahkan sebagai ‘di antara mereka’. Padahal baynahum juga ‘di antara mereka’. Beruntunglah yang sudah belajar bahasa Arab dan mengetahui bahwa makna yang tepat dari baynahumaa adalah di antara dua – atau, di antara mereka berdua.
Oh iya, by the way, dalam sistem keadilan di mana diterapkan peradilan yang tertutup, tidak ada kamera, tidak ada wartawan, tidak ada journalists, orang-orang akan cenderung percaya atau tidak percaya dengan sistem seperti ini?
Tidak. Orang-orang cenderung tidak percaya.
“Mengapa harus dilakukan secara tersembunyi?”
“Wah, peradilannya kok dilakukan sembunyi-sembunyi. Ada yang ga beres nih sepertinya.”
“Ada yang ga adil nih pasti kalau caranya seperti ini.”
Luar biasa bagaimana Allah mengajarkan kepada tentang langkah perseteruan seperti ini. Pertama, lakukan dulu secara private untuk menjaga martabat dua pihak yang bertikai. Tapi ketika ada satu pihak yang malah memanfaatkannya dan bikin masalah, lakukan secara terbuka: bringing out in the open.
Ini adalah prinsip yang penting dalam urusan berinteraksi di komunitas muslim. Bahkan di komunitas masyarakat secara lebih umum.
Karena kadang-kadang kita jumpai di masyarakat adanya seseorang yang merusak tatanan, yang mbalelo (urakan, sesuka hati, susah diatur), dan bikin masalah.
Dan ketika kita ingin melakukan peradilan secara terbuka, ada yang buru-buru mencegah kita: ga bisa gitu, kita harus menghormati sisi privacy dia, sebaiknya di ruang tertutup saja.
Akhirnya pertemuan pertama dilakukan di ruang tertutup. Begitu seterusnya hingga pertemuan kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Masalahnya pun tidak kunjung selesai.
Ayat ini mengajarkan kepada kita: pertemuan pertama, silakan lakukan di ruang tertutup. Untuk menjaga kehormatan dua pihak yang sama-sama perlu dihormati.
Tapi ketika ternyata masalahnya belum selesai, dan ada pihak yang malah memanfaatkan pertemuan ruang tertutup untuk bicara yang bukan-bukan, maka sudah saatnya untuk melakukan pertemuan berikutnya secara terbuka.
Ini adalah rumus untuk menyelesaikan masalah komunitas yang Allah ajarkan.
Lalu ada aqsithuu.
Fa ashlihuu baynahumaa bil ‘adli wa aqsithuu.
Setelah Allah minta kita untuk melakukan peradilan di ruang terbuka, ada wa aqsithuu.
Mengapa digunakan kata aqsithuu ya?
Bagaimana cara memahaminya?
Kita lanjutkan pembahasannya insyaa Allaahu ta’aalaa ba’da ‘ashar.
💎💎💎💎💎
Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / 06. Transitions in the Quran (08:39 – 12:00)
Materi VoB Hari ke-186 Sore | Sense of Justice
💎💎💎💎💎
Sense of Justice
Oleh: Heru Wibowo
#ThursdayDivineSpeechWeek27Part3
Part 3
Setelah bil ‘adli, kenapa aqsithuu?
Aqsithuu artinya berlaku adil baik secara terbuka maupun secara tertutup. Pastikan kita sebagai juru damai tidak berlaku tidak adil.
Dengan kata lain, al-qisth lebih condong merujuk kepada individu. Dan al-’adl cenderung kepada keseluruhannya (overall, communal).
Jadi di tingkat individu, kita harus memulai inisiatif mediasi tersebut dengan adil. Bahkan ini juga nasihat untuk semua pihak yang bertikai.
Karena pertikaian tidak akan terjadi jika kita tidak memiliki kompas moral yang bengkok.
Karena pertikaian tidak akan terjadi jika kita tidak memiliki rasa keadilan yang buruk.
Di awal, kita menghimbau dua pihak yang bertikai untuk memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Dengan kompas moral yang lurus serta standar keadilan yang tinggi.
Setelah wa aqsithuu, Allah menegaskan sekali lagi: innallaaha yuhibbul muqsithiin. Bukan innallaaha yuhibbul ‘aadiliin.
Allah loves those who show justice publicly. Allah menyukai orang-orang yang menegakkan keadilan secara terbuka. Tidak. Bukan begitu. Redaksinya tidak seperti itu.
Yang benar adalah: Allah menyukai orang-orang yang menegakkan keadilan secara terbuka dan secara tertutup. Itulah muqsithiin. Itulah kenapa Allah menutup ayat ini dengan al-muqsithiin di akhir.
Sekarang, kita akan membahas tentang sense of justice. Rasa keadilan.
Rasa keadilan siapa? My personal sense of justice. Your personal sense of justice. Rasa keadilan saya dan rasa keadilan Anda.
Orang tua Anda mungkin membiayai uang kuliah Anda. Siapa yang mendapatkan pendidikan? Anda? Siapa yang membiayainya? Orang tua Anda.
Anda masuk kuliah terlambat. Anda tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen Anda. Anda tidak peduli dengan ujian perkuliahan. Anda tidak peduli dengan daftar kehadiran. Anda tidak peduli dengan apa pun yang berbau perkuliahan.
Misalnya seperti itu. Misalnya ya, misalnya. 😊😊 Tulisan ini maksudnya tidak ingin menuduh Anda seperti itu. Meskipun saat menerangkannya, ustaz mengatakan seperti itu. 😊😊
Jadi, jika ada kesesuaian tempat, setting dan perilaku, itu kebetulan semata dan bukan kesalahan penulis. 😃😃
Sekali lagi mohon maaf, tapi boleh kita lanjutkan ya? Sekali lagi ini bukan bullying ya 🙏🙏 hanya meneruskan apa yang disampaikan ustaz di hadapan murid-murid beliau.
Anda berkali-kali missing classes atau melewatkan kelas. Alias ga nongol di kampus saat jam kuliah tanpa kejelasan. Ibu Anda tidak mengetahuinya. Ayah Anda juga tidak tahu.
Anda malah nonton. Nonton apa saja yang seharusnya tidak Anda tonton. Mata Anda tak berkedip di situ padahal Anda seharusnya ada di ruang kuliah.
Atau Anda malah ada di restoran saat jam kuliah. Hape Anda berbunyi. Atau, bergetar. Dan Anda melihat bahwa ada panggilan masuk dari ibu Anda.
Anda mengangkat hape Anda, menjawab panggilan ibu Anda dengan berbisik, “Mam, aku lagi ga bisa bicara. Lagi di perpustakaan.”
Anda ga sadar bahwa ibu Anda sedang duduk-duduk di restoran yang sama, sedang mengawasi Anda. 😃😃
You have to hold yourself to a higher standard of justice.
Anda sendiri seharusnya memegang erat standar keadilan yang lebih tinggi.
Ayat Al-Qur’an bukan sekadar dibaca di masjid dengan tajwid yang benar.
Tajwid memang penting.
Tapi ayat Al-Qur’an adalah tentang how you live your life.
Ayat Al-Qur’an adalah tentang bagaimana Anda menjalani hidup Anda.
Ayat Al-Qur’an adalah tentang bagaimana Anda menghabiskan uang Anda.
Ayat Al-Qur’an adalah tentang bagaimana Anda jujur dan punya integritas di tempat kerja.
Are you earning your money, or are you just sitting there on your desk?
Apakah Anda hanya duduk-duduk di tempat kerja, lalu mendapatkan gaji setiap bulannya?
Atau pertanyaan yang agak lebih sulit barangkali adalah: Apakah Anda hanya tampak sibuk?
Tanpa menyadari bahwa kesibukan Anda itu tidak ada manfaatnya buat orang lain atau buat perusahaan.
Apakah Anda mengerjakan apa yang seharusnya Anda kerjakan?
Apakah Anda memiliki etika kerja yang tinggi?
Apakah Anda mendapatkan pekerjaan itu karena Anda punya koneksi dengan orang dalam?
Apakah Anda menghabiskan hari-hari Anda dengan ‘bertamasya’ di tempat kerja?
Apakah Anda ‘membunuh waktu’ di tempat kerja dengan surfing the web?
Berselancar di web melihat-lihat barang untuk dibeli?
Apakah Anda memanfaatkan waktu di kantor untuk mendengarkan ceramah agama?
Padahal seharusnya Anda di tempat kerja, ya untuk bekerja.
”No, brother I watch your video all the time at my job.”
Ada yang bilang gitu ke ustaz.
Mungkin maksudnya ingin bikin ustaz hepi karena di kantor dia menonton video kajian Ustaz Nouman.
Ustaz Nouman justru tidak suka, ”Please don’t watch my videos at your job!”
Ustaz tidak setuju dengan karyawan atau pegawai yang menonton video beliau di tempat kerja.
Bahkan ustaz menegaskan, ”Don’t’ drag me into your problems, Bro!”
Ustaz tidak ingin terseret ke dalam masalah dari orang yang nonton video beliau di tempat kerja!
Ustaz menandaskan, kalau di tempat kerja, ”Do your job!”
Kerjakan tugas kita di tempat kerja, bukan yang lain.
Yang dinasihati ustaz masih mencoba mengelak, ”No, but it’s Islam.”
Ingin membela diri, seharusnya gapapa dong, ini kan untuk kepentingan Islam? 😃😃
“Yes, it is. You wanna watch Islamic lectures, watch them at home.”
Ustaz menasihati bahwa melihat kajian Islam, di YouTube misalnya, lakukan itu di rumah, bukan di tempat kerja.
Work is for work.
Kerja ya untuk kerja, bukan untuk melakukan hal yang lain di luar kerja.
Yang dinasihati ustaz masih gagal paham, “Astaghfirullah, Ustaz Nouman melarang saya untuk mendengarkan kajian!” 😃😃
“Ya iya lah, kalau Anda dibayar untuk melakukan pekerjaan itu, ya Anda jangan malah mempelajari Islam. Sudah seharusnya Anda melakukan apa yang perusahaan Anda minta untuk dilakukan, di tempat kerja!”
Kecuali jika bos Anda datang menghampiri, “Saat ini kita sedang ga ada kerjaan. Tepatnya, kita sedang menunggu kontrak yang baru. Insya Allah sebentar lagi ditandatangani. Lagian ini juga sedang low season. Jadi kamu boleh rileks.”
Lalu Anda memastikan, “Bos, boleh ga aku dengerin ceramah agama?” Bos Anda mengangguk, “Untuk saat-saat sekarang ini, ga masalah.”
Kalau begini situasinya, you don’t cheat your boss. Anda tidak menipu bos Anda. You’re not hiding it. Anda juga tidak menyembunyikannya.
Have a sense of justice. At your work. In your school.
Kita harus memiliki kepekaan atas rasa keadilan. Di tempat kerja. Di kampus atau di sekolah.
Anak-anak juga kadang-kadang suka berbohong.
“PR sudah dikerjakan?” ”Yes!”
“Sudah salat?” ”Yes!”
“Sudah …” ”Yes!”
Bahkan pertanyaan belum selesai atau belum jelas pun anak kita sudah bilang ”Yes!” 😃😃
Kadang-kadang anak kita menambahi, ”Yes!” “Aku sudah salat, dan tentu saja sudah wudhu’ juga tadi!”
Padahal pertanyaannya, “Sudahkah kamu mengerjakan tugas sekolah?!” 😃😃
Apa hubungannya tugas sekolah dengan wudhu’? 😃😃
Orang tua bisa mengenali anak-anak saat mereka berbohong. Karena mereka cenderung kenceng suaranya. ”Sudaaahhh! Sudaaahhh koookkkk!! Asliii sudaaahhh!!!”
Kalau anak-anak itu memang sudah mengerjakan, tidak perlu berteriak-teriak kencang seperti itu. Berdasarkan pengalaman ustaz, teriakan seperti itu justru menandakan anak-anak itu belum mengerjakan. Atau, belum selesai mengerjakannya.
Ada anak yang tahu-tahu menghampiri dan lapor, “Aku tuh ga nonjok siapa pun, oke?” 😃😃 Dari ‘pengakuan’ ini, orang tua seharusnya tahu apa yang baru saja terjadi. 😊😊
Selanjutnya ustaz ingin memberi sebuah contoh. Sebuah contoh yang indah dari Al-Qur’an. Contoh itu terkait dengan cleansing. Pembersihan atau pemurnian dari kotoran jiwa. Dan juga terkait dengan Perang Uhud.
Seperti apa ceritanya?
Kita bahas insyaa Allaahu ta’aalaa minggu depan.
💎💎💎💎💎
Sumber: Home / Quran / Courses / Divine Speech / 06. Transitions in the Quran (12:00 – 16:45)
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah