[VoB2020] Quraisy adalah Kita (????)


بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ

Voice of Bayyinah (VoB) Hari Ke-185

Topik: Pearls from Al-imran

Rabu, 23 Desember 2020

Materi VoB Hari Ke-185 Pagi | Quraisy adalah Kita (????)

Oleh: Ayu S Larasaty

#WednesdayPearlsWeek27Part1

Part 1

بسم الله الرحمن الرحيم

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَن تُغۡنِىَ عَنۡهُمۡ أَمۡوَٲلُهُمۡ وَلَآ أَوۡلَـٰدُهُم مِّنَ ٱللَّهِ شَيۡـًٔ۬ا‌ۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمۡ وَقُودُ ٱلنَّارِ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka.”

QS. ‘Ali Imran : 10

Hari ini kita akan membahas mengenai ayat di atas, Ustaz Nouman mengatakan bahwa surat ini turun saat terjadi perang Badar. Teman-teman pasti sudah mengetahui bahwa perang Badar adalah perang pertama yang harus dilalui oleh Rasulullaah ﷺ atas perintah Allah, setelah beliau hijrah ke Madinah. 

Untuk perang yang pertama kali dilakukan Rasulullaah ﷺ dengan jumlah pasukan hanya 313 orang, alias sepertiga dari jumlah pasukan Quraisy tentu Rasulullaah ﷺ merasakan banyak kekhawatiran, karena jika kalah perang berarti hampir semua orang yang membersamai Rasulullaah ﷺ akan syahid dan sekaligus memperberat perjuangan Rasulullaah ﷺ dalam meneruskan risalah-Nya.

That’s why, banyak sekali ayat Al-Qur’an yang turun di saat perang Badar, Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahiim tidak meninggalkan Rasulullaah ﷺ dalam kegusaran dan kekhawatiran. Saat mengetahui jumlah pasukan dan perlengkapan perang yang dimiliki oleh Kaum Quraisy, tentu secara logika wajar saja kalau kaum Quraisy superb confident bahwa mereka akan memenangkan peperangan ini, meski mereka pasti jauh lebih takut akan kekalahan dibandingkan pasukan muslim saat itu.

Ini cukup bisa menjadi pesan untuk kita semua bahwa dalam melawan kebathilan, yang menjadi hal utama itu bukanlah seberapa banyak pasukan, seberapa edgy orang-orang yang membersamai kita, seberapa keren teknologi yang digunakan untuk melawan, dan hal keren lainnya yang bikin superb confident bahwa dengan memenuhi hal-hal tersebut pasti akan memenangkan suatu peperangan.

Itu penting sih, nomer satu, tapi bukan 1a. Bagi muslim, dalam melawan kebathilan yang harus pertama kali dipastikan adalah apakah benar Allah ridho dan saya ada di jalan Allah karena kebutuhan muslim kepada Allah adalah hal yang harus menjadi prioritas. 

Di tengah-tengah syubhat hari-hari ini, banyak sekali pemikiran yang menjerumuskan muslim pada hal yang tipis sekali karena telah tercampurnya haqq dan bathil, menjadikan kita semua wajib memastikan dengan jeli apakah kita sudah ada pada jalan yang benar?

Di ayat ini, kata “harta benda ( أَمۡوَٲلُهُمۡ ) dan anak-anak mereka ( أَوۡلَـٰدُهُم)” konteksnya adalah pada harta yang mereka habiskan untuk berperang melawan kaum muslim, begitu juga dengan anak-anak mereka. Ustaz Nouman mengatakan, setiap orang di Quraisy mengirimkan anak-anak mereka untuk ikut berperang dalam perang Badar.

Bayangkan!

Di saat banyak sekali orang tua yang berat hati dan sulit melepas anaknya untuk mondok di pesantren saat ini, perasaan seperti apa yang menjadikan orang tua dengan percaya diri mengirimkan anak-anaknya pada peperangan?

Keyakinan kaum Quraisy akan kemenangan mereka itu lah yang menjadikan mereka yakin untuk mengikutsertakan anak-anaknya pada peperangan. Ustaz Nouman juga mengatakan, pada saat itu kaum Quraisy tidak merasa membutuhkan pertolongan Allah karena mereka merasa sudah memiliki harta dan kekuasaan (power).

Dan seperti halnya penyakit orang-orang yang berkuasa, kaum Quraisy kira kekuasaan mereka, kekuatan mereka tidak dapat dikalahkan oleh siapapun, termasuk kekuasaan dan kekuatan Allah. Mindset kaum Quraisy saat mereka memiliki harta dan kekuasaan adalah mindset orang-orang kebanyakan saat mereka merasa mampu melakukan sesuatu, tidak butuh dengan Allah.

Hooo gitu, lalu kenapa judul artikel ini seperti itu? 

Kok judgemental sekali?

Coba muhasabah, kalo kita lagi kepepet, mau ujian, mau presentasi di kantor tapi kita enggak terlalu menguasai materi, apa yang kita lakukan? Apakah kita langsung memperbanyak dzikir? Kemudian melangsungkan tahajjud, memperbanyak dhuha?

Ya, itu bagus. Tapi bagaimana saat kita semua dihadapi oleh hal-hal yang bisa kita lalui dengan mudah. Apakah kita masih bergantung kepada Allah dengan kuantitas dan kualitas yang sama saat kita terdesak membutuhkan-Nya?

Apakah kita beribadah kepada Allah, meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah, hanya di saat kita membutuhkan-Nya di saat kita terdesak saja?

Sumber: Bayyinah TV > Quran > Surah > A Deeper Look > Ali Imran > 04. ‘Ali ‘Imran – Ayah 10-13 Ramadan 2018 (0:20:43 – 0:25:16).


Materi VoB Hari Ke-185 Siang | Influencer Bisa Lebih Berbahaya Dibandingkan Covid-19

Oleh: Ayu S Larasaty

#WednesdayPearlsWeek27Part2

Part 2

بسم الله الرحمن الرحيم

Pada pembahasan sebelumnya, kita baru saja bermuhasabah bahwa jangan-jangan, ketika kita sedang merasakan kemudahan, kita tak lagi menganggap bahwa ada Allah yang Mahakuasa di atas kekuasaan kita yang enggak seberapa, ada Allah yang Mahakaya di atas kekayaan kita yang enggak ada apa-apanya, ada Allah yang Maha Mengetahui melampaui ilmu seluruh makhluk-Nya dari manusia pertama hingga nanti insan terakhir yang memijakkan kakinya di muka bumi ini.

Anda pasti memahami bahwa hal-hal tersebut biasa terjadi di kalangan orang-orang yang berkuasa, memiliki dampak (impact), berpengaruh, memiliki kekayaan, dst. Layaknya apa yang selalu kita lihat di media sosial beberapa tahun belakangan ini. Ustaz Nouman, menyebut hal ini sebagai “The mentality of someone who is surrounded by luxury” alias mental orang-orang yang dikelilingi dengan kemudahan, kemewahan, kekuasaan. Beliau juga tak ragu menyebut hal tersebut sebagai penyakit.

Tapi kalau dilihat-lihat dengan kondisi yang sekarang, ini sih pas banget dengan kenyataan!

Dulu kita masih melihat kemewahan itu dimiliki oleh artis-artis luar negeri dan hal ini masih bisa menjaga kita semua dari ketertarikan yang berlebihan terhadap materi. Tapi sekarang, kita tidak hanya dipengaruhi oleh artis-artis luar negeri, melainkan juga orang-orang yang dahulunya bukan sesiapa, namun kita tertarik dengan ceritanya, dengan kisah hidupnya yang nyentrik, dengan pemikirannya yang open-minded hanya karena sudah ke luar negeri dan belajar di sana.

Bukankah tidak sedikit dan bukan sekali dua kali kita melihat, atau barangkali ada di dalam lingkaran kita, saudara saudari kita yang berasal dari kota kecil kemudian ketika ia berkesempatan untuk kuliah atau kerja di luar negeri, dia lupa siapa dirinya?

Mereka menganggap semua bangunan tinggi itu sangat luar biasa, kagum dengan orang-orang yang bukan muslim tapi bisa mengantri, bukan muslim tapi profesional, bukan muslim tapi kaya, bukan negara muslim tapi negaranya bersih, tidak berjilbab tapi populer dan cerdas, tidak menutup aurat tapi kaya, berpacaran dan tinggal bersama tanpa menikah tapi bahagia, minum minuman beralkohol tapi cerdas luar biasa. Semua kekaguman yang tidak disertakan dengan pemikiran yang lurus hanya mengantarkan pada logika yang tidak tepat yakni kesalahan diletakkan pada status Islamnya, pada menutup auratnya, pada berjilbabnya, bisa tetap bahagia meski tinggal bersama dan tidak menikah, dst.

Orang-orang seperti ini, terkadang pulang lalu membagikan pandangannya tentang “jilbab itu piihan”, “tidak mengapa minum alkohol yang penting profesional”, orang yang berpacaran bukan berarti dia tidak relijius, jangan menilai kerelijiusan seseorang meski mereka mempertontonkan aurat, minum alkohol, dlsb. Hal yang cukup lucu, karena di saat mereka menolak penilaian orang lain terhadap kerelijiusan orang-orang yang mereka bela, tapi di saat mereka melihat seorang muslim yang melakukan kesalahan yang dituduh adalah kerelijiusannya. Misal: Sering baca Al-Qur’an tapi kok bohong, padahal orang gak pernah baca Qur’an juga banyak banget yang bohong, lebih sering malah.

Padahal, tidak sedikit muslim yang mengantri, tidak sedikit muslim yang profesional dengan pekerjaan, tidak sedikit perempuan muslim yang menutup aurat dan cerdas luar biasa, betapa banyak keluarga muslim yang melahirkan anak-anak hebat dan berpengaruh untuk bangsa ini padahal mereka berasal dari keluarga biasa-biasa saja, bahkan termasuk si influencer hehe.

Namun, Ustaz Nouman mengatakan hal ini adalah yang terjadi di masyarakat kini, orang-orang mudah sekali menerima logika seperti itu karena ketika kita meniru sebuah negara maju atau bercita-cita untuk menjadi sukses dalam perkara materi seperti orang-orang sukses. Kita tidak hanya akan meniru bagaimana cara suatu negara maju mengelola uangnya, membangun infrastruktur, lalu bagaimana cara orang sukses melakukan bisnisnya. Tidak hanya itu.

Kita pasti meniru mindset orang yang kita anggap sukses tersebut, kita pasti meniru kultur satu negara tersebut. Selain itu juga cara berpikir, ibadah, pandangannya terhadap banyak hal, prioritasnya, personalitasnya, dan hal-hal lainnya, kita pasti menirunya karena kita hanya ingin bisa menjadi sesukses mereka.

Di akhir bahasan Part 2 ini, Ustaz Nouman menyampaikan, jika kita menjadi influencer, ketika Allah mengamanahkan kita untuk menjadi seseorang yang berpengaruh kita harus memperhatikan diri kita dan apa yang kita sampaikan kepada masyarakat. Mereka meniru kita dan ketika kita memberikan contoh yang buruk atau pemikiran yang sesat, kita juga memiliki peran dalam buruknya suatu masyarakat.

(Sumber: Bayyinah TV > Quran > Surah > A Deeper Look > Ali Imran > 04. ‘Ali ‘Imran – Ayah 10-13 Ramadan 2018 (0:25:16 – 0:29:15)


Materi VoB Hari Ke-185 Sore | Jangan Menjadi Seperti Quraisy

Oleh: Ayu S Larasaty

#WednesdayPearlsWeek27Part3

Part 3

بسم الله الرحمن الرحيم

 ڪَدَأۡبِ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ‌ۚ كَذَّبُواْ بِـَٔايَـٰتِنَا فَأَخَذَهُمُ ٱللَّهُ بِذُنُوبِہِمۡ‌ۗ وَٱللَّهُ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ (١١)

“(keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.”

QS. ‘Ali Imran : 11

Okey, kembali lagi ke orang-orang Quraisy yang merasa mereka superb worth it.

Di ayat sebelumnya, Ustaz Nouman membahas bahwa meski bagaimana pun kaum Quraisy menganggap dirinya worth namun menurut Allah mereka hanya worth sebagai bahan bakar neraka (وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمۡ وَقُودُ ٱلنَّارِ).

Lalu di ayat ini ada hal yang menarik untuk disorot oleh Ustaz Nouman, yakni kata ڪَدَأۡبِ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ.

“(keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir’aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” QS. ‘Ali Imran : 11

Da’ berarti the case of something atau the legacy of something yang berarti konsistensi yang dilakukan fir’aun yang menjadikannya fir’aun. Seperti peribahasa “When your habit becomes you”.

Al yang berarti seseorang (identitas), keluarga, seseorang yang mengikuti seseorang, atau pertalian yang tercipta karena adanya kepemimpinan politik.

Nah, di ayat ini Allah mengkritik keras orang-orang yang ada di sekitar Fir’aun, bukan Fir’aun-nya loh. Karena siapa lah Fir’aun tanpa orang-orang yang memujanya? Fir’aun menganggap dirinya berkuasa itu bukan hanya karena dia adalah seorang Raja, tapi orang-orang di bawahnya lah yang memujanya sehingga ia menganggap dirinya super power layaknya Tuhan. 

Padahal Ustaz Nouman mengatakan bahwa Fir’aun adalah orang tua biasa yang bahkan tidak bisa berdiri dengan lurus.

Ustaz Nouman memberikan contoh, di suatu negara bisa saja Panglima Tentaranya mengatakan kepada seluruh anak buahnya untuk menangkap presiden karena memang presiden tidak memiliki kekuasaan secara fisik tetapi presiden berkuasa karena kekuasaannya diakui oleh orang-orang di bawahnya, diikat dalam suatu aturan hukum perundang-undangan hingga rakyatnya mengakui bahwa ia adalah seorang presiden.

Demikian juga dengan Fir’aun, Fir’aun bukanlah Fir’aun tanpa orang-orang yang memujanya, sehingga saat itu Fir’aun tidak melihat kekuasaan lain selain kekuasaannya.

Di QS Ali Imran ayat 11, Allah mengkritik kaum Quraisy yang melakukan hal yang sama layaknya Fir’aun dalam melihat kekuasaannya. Quraisy tidak melihat kekuasaan lain selain kekuasaan kaumnya yang menduduki kota paling strategis, rumah Allah, keturunan dari nasab yang mulia, apalagi yang menghalangi mereka untuk berkuasa?

Namun, bagi Allah hal paling kriminal yang dilakukan oleh kaum Quraisy bukanlah itu, melainkan penolakan mereka terhadap Al-Qur’an. Tak sampai disana, bahkan mereka melakukan superb criminal dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah sebuah dusta. 

Padahal Al-Qur’an turun di hadapan mereka, Rasulullaah ﷺ hidup bersama mereka, ayat-ayat turun sedemikian jelasnya hingga mereka mengetahui bahwa tidak mungkin ayat tersebut bersumber kepada selain Allah. Namun mereka mendustakannya, hal ini lah yang menjadikan mereka mendapatkan ‘iqob yakni siksa, hukuman, konsekuensi yang teramat pedih dari perilaku jahat mereka kepada Allah.

Wallahu’alam

Sumber: Bayyinah TV > Quran > Surah > A Deeper Look > Ali Imran > 04. ‘Ali ‘Imran – Ayah 10-13 Ramadan 2018 (0:29:16 – 0:37:34)

***


Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team

Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s