بسم الله الرحمن الرحيم
Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-175
Topik: Leadership
Minggu, 13 Desember 2020
Materi VoB Hari ke-175 Pagi | Kekuatan Word of Mouth (dari Mulut ke Mulut)
Ditulis oleh: Nurfitri Anbarsanti
#SundayLeadershipWeek25Part1
Part 1
———————————
Ust. Nouman memulai program pembelajaran Bahasa Arabnya dengan sebuah ide ‘gila’, yaitu ingin berkeliling Amerika untuk mengajar Bahasa Arab dari masjid ke masjid.
Dan pada saat itu, respon masjid-masjid bukanlah “Oh, kamu bisa mengajar Bahasa Arab? Silakan banget!”, tapi, respon masjid-masjid adalah “Apa yang akan kami dapat dari program kamu?”.
Jadi, sebelum masjid-masjid itu bertanya seperti itu – dan sebenarnya jangan sampai masjid-masjid bertanya seperti itu – Ust. Nouman menulis dalam dokumen proposalnya bahwa sebelum Bayyinah masuk ke komunitas-komunitas (masjid), Bayyinah melaksanakan kegiatannya di hotel-hotel.
Lalu, Bayyinah menarik pembayaran bagi yang ingin dan mampu membayar, jika ada yang tidak bisa membayar, maka boleh ikut gratis, dan berapapun tuition yang dikumpulkan oleh Bayyinah, maka Bayyinah akan memberikan 10%nya untuk masjid. Jika masjid butuh ada yang berkhutbah, maka Bayyinah juga bisa menyediakannya.
Dengan skema seperti itu, masjid-masjid tahu bahwa mereka akan mendapatkan sesuatu dari program Bayyinah. Dan mereka juga tahu bahwa Bayyinah tidak akan membebani mereka dengan biaya apapun.
Dan dalam kebanyakan kasus, orang-orang menjadi lebih banyak datang ke masjid karena program ini (program Bayyinah), dan akhirnya orang-orang tersebut jadi rutin datang ke masjid. Sehingga program ini sebenarnya win-win-win solution untuk mereka (masjid).
Ust. Nouman menegaskan keuntungan-keuntungan tersebut sebelumnya, bukan sesudah menawarkan program Bayyinah ke masjid-masjid. Bahwa program Bayyinah akan terlaksana seperti itu. Jika masjid-masjid ingin menambahkan atau melengkapi, diperbolehkan.
Dan itulah kisah program Bayyinah di masjid pertama. Apakah anda ingin tahu bagaimana Ust. Nouman menawarkan program Bayyinah ke masjid kedua? Apakah dengan mengirimkan banyak email, meminta dan lain sebagainya?
Bukan seperti itu. Dari mulut ke mulut. Dari seorang big player ke big player yang lain. Ust. Nouman mendapat telepon, “Ust, katanya mengisi di masjid sepupu saya ya? Apa mau mengisi di masjid saya juga?”. Lalu Ust. Nouman pun menyanggupinya.
Begitu seterusnya, dari masjid ini, masjid ini, masjid ini, seterusnya sampai sekarang sudah berjalan di 400 masjid. Hampir semuanya berjalan dari mulut ke mulut.
Bayyinah hampir tidak pernah menghubungi masjid-masjid dan menawarkan program Bayyinah. Biasanya seseorang dari komunitas itu menghubungi Bayyinah dan meminta Bayyinah datang. Nah Bayyinah biasanya tanya “Apakah kamu adalah big player (orang yang berpengaruh) di komunitas itu?”. Hehehe. Tidak dengan kata-kata seperti itu sih, tapi biasanya Ust. Nouman tanya (dengan kata-kata lain).
Dan biasanya mereka menjawab iya. Dan lalu, Bayyinah pun menyanggupinya.
————————-
Bersambung insya Allah di Part 2
Sumber: Bayyinah TV – Quran – Courses – Leadership – 05. Leadership Workshop (00:15:15-00:17:21)
Materi VoB Hari ke-175 Siang | Lakukan Bisnis Bukan untuk Dunia, Tapi untuk Our Deen
Ditulis oleh: Nurfitri Anbarsanti
#SundayLeadershipWeek25Part2
Part 2
———————————
Dari email-email yang dikirim oleh berbagai komunitas kepada Ust. Nouman, ada beberapa komunitas yang tidak punya program tertentu. Jadi mereka bertanya kepada Ust. Nouman, “Apakah Ust. Nouman bisa melaksanakan program seperti ini (seperti Bayyinah, red) di masjid kami? Kami juga yang akan (membantu) melaksanakannya.”
Menurut Ust. Nouman, orang yang bertanya seperti itu bukanlah ‘big player’. Big player tidak akan bertanya seperti itu. Yang bertanya seperti itu, menurut Ust. Nouman malah adalah seorang trouble maker. Dan Ust. Nouman tidak ingin mengasosiasikan dirinya dengan orang-orang seperti ini.
Mereka seharusnya mengerti siapa adalah siapa, apa adalah apa.
Jadi, jika kita punya ide, maka seharusnya ide tersebut memiliki business plan bagaimana ide tersebut menghasilkan uang untuk masjid.
Mungkin anda akan marah mendengar pernyataan ini. Mungkin anda berpikir, seharusnya ide untuk masjid itu ya ide seperti, bagaimana orang muda dapat mendapat manfaat dari masjid, bagaimana para wanita bisa mendapat manfaat dari masjid, bagaimana agama Islam dapat dilayani oleh masjid, dan seterusnya.
Ya, menurut Ust. Nouman, itu betul. Tapi saat ini kita berbicara dengan sebuah organisasi. Dan sebuah organisasi pasti punya pengeluaran-pengeluaran, dan pasti punya pertimbangan-pertimbangan keuangan yang pasti ada dan seharusnya diperhitungkan.
Jadi, tidak apa-apa kita menjalankan bisnis, tapi biarkan semua orang tahu bahwa kita melakukan bisnis bukan untuk dunia, tapi untuk deen kita.
Tidak perlu marah ketika ada yang menyampaikan ide bisnis untuk masjid. “Saya bicara tentang agama, kok dia bicara tentang dunia terus? Saya bicara tentang fii sabilillah, tapi kok dia bicara tentang biaya-biaya. Oh dia mau cari uang dari sini? Astagfirullahal azhim, dia ngomongnya uang terus.”
Menurut Ust. Nouman, jangan berpikir seperti itu. Kita harus berpikir secara organisasional, dan ide bisnis tersebut adalah bagian dari proyek keislaman kita. Sebuah proyek keislaman jangan hanya bicara tentang, proyek ini pengeluarannya sedikit atau tidak, tapi juga bagaimana agar proyek keislaman bisa menghasilkan uang untuk biaya operasional proyek keislaman kita.
Uang yang diperoleh dari bisnis itu tujuannya untuk mendukung proyek-proyek keislaman juga. Karena masjid butuh didukung secara finansial. Masjid harus dapat dukungan finansial, satu arah atau dari arah yang lain.
Kita harus menjadi figur yang kreatif, mencari cara gimana mendapatkan penghasilan untuk mendukung program-program masjid, di luar penggalangan donasi.
Karena menurut Ust. Nouman, metode penggalangan dana untuk masjid, seiring berjalannya waktu, akan sampai pada titik di mana sudah tidak relevan lagi. Penggalangan donasi akan menjadi masa lalu.
Kenapa kita harus melakukan bisnis? Karena, menurut Ust. Nouman, sulit sekali memperoleh wakaf dari komunitas Islam Amerika. Tidak mungkin berharap mendapat wakaf dari komunitas Islam Amerika. Berwakaf itu sangat mahal di Amerika Serikat, dan memang kenyataannya begitu.
————————-
Bersambung insya Allah di Part 3
Sumber: Bayyinah TV – Quran – Courses – Leadership – 05. Leadership Workshop (00:17:21-00:19:15)
Materi VoB Hari ke-175 Sore | Masjid yang Independen Secara Finansial
Ditulis oleh: Nurfitri Anbarsanti
#SundayLeadershipWeek25Part3
Part 3
———————————
Ada sebuah masjid di Turki, mungkin anda pernah ke sana. Ust. Nouman pernah ke sana, dan ternyata, lantai pertama masjid itu adalah mall dan pasar. Mall dan pasar itu sebenarnya wakaf, yang tujuannya untuk mendukung masjid secara finansial.
Sehingga seluruh pendapatan dan penghasilan yang diperoleh dari mall dan pasar di bawah masjid itu ditujukan untuk men- support dan membiayai masjid itu sendiri. Komunitas masjid itu sudah menemukan cara bagaimana men-support masjid.
🕌📈🕌📈🕌📈
Kalau kita memberi contoh misal, Masjidil Haram. Masjidil Haram tidak punya bisnis, tuh?
Beda. Masjidil Haram itu mendapatkan support dari pemerintahan Arab Saudi. Kalau dibiayai pemerintah ya pastinya kasusnya beda dengan ‘masjid swasta’. Kalau masjid swasta hanya bergantung pada donasi, maka akan terus menerus menarik dana yang besar. Makanya, bagaimana caranya agar kita menciptakan ‘siklus’.
Mungkin kita tidak punya ide bagaimana caranya agar tidak bergantung pada penggalangan donasi lagi. Dan mungkin untuk kebutuhan operasional mendesak saat ini, kita belum punya ide lain.
Tapi jika kita tidak punya perencanaan, misal perencanaan 10 tahun ke depan, atau 8 tahun ke depan, atau rencana apapun itu. Lalu kita malah membiarkan itu berjalan dengan sendirinya.
Jika kita tidak punya perencanaan bisnis, kita akan meninggalkan generasi selanjutnya dalam kubangan hutang. Dan bagaimana menurut anda generasi selanjutnya? Kondisi ekonominya akan menjadi lebih baik atau lebih buruk? Tentu lebih buruk.
Jadi, mereka sudah punya permasalahan finansial sendiri, dan ditambah lagi inflasi menyebabkan biaya hidup, biaya maintenance, biaya menjalankan organisasi menjadi naik atau turun? Tentu menjadi naik.
Sehingga, pendapatan semakin ‘menderita’, sementara biaya-biaya semakin meninggi, dan 10 tahun ke depan, kita akan mendapatkan komunitas yang punya masalah finansial yang besar dan serius. Jika begitu, apakah komunitas itu masih bisa berkontribusi untuk masjid? Atau malah membebani masjid dengan beban yang semakin besar?
Jadi, janganlah berpikir hanya untuk saat ini. Tapi berpikirlah setidaknya untuk 10 tahun ke depan. Sehingga, menurut Ust. Nouman, proyek-proyek keislaman harus punya bisnis. Bukan untuk dirimu sendiri, tapi bagaimana agar kita bisa berkontribusi lebih banyak untuk masjid.
Bisa saja proyek itu dimulai proyek individual yang unik, yang bisa menambah penghasilan bagi masjid. Dan lalu, insya Allah ﷻ, proyek itu semakin besar dan membuat masjid-masjid itu independen secara finansial. Itu bisa terjadi, bukannya tidak mungkin, dengan izin Allah ﷻ…
————————-
Bersambung insya Allah di minggu depan.
Sumber: Bayyinah TV – Quran – Courses – Leadership – 05. Leadership Workshop (00:19:15-end)
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah