Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-170
Topik: Pearls from Al-Baqarah
Selasa, 8 Desember 2020
Materi VoB Hari ke-170 Pagi | Menyembunyikan Kebenaran
Menyembunyikan Kebenaran
Oleh: Rizka Nurbaiti
#TuesdayAlBaqarahWeek25Part1
Part 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Ustaz Nouman menyampaikan bahwa ada pemuka agama yang mengubah urusan agamanya menjadi kepentingan bisnis.
Layaknya sebuah bisnis, mereka berkompetisi untuk mendapatkan pelanggan.
Sehingga, khutbah, ceramah, dan nasihat yang mereka sampaikan berisi tentang larangan untuk mendengarkan ceramah-ceramah selain dari kelompok mereka.
Salah satu contoh dari pemuka agama tersebut adalah para rabi Yahudi di Madinah.
Para rabi tersebut melarang para pengikutnya mendekat kepada Islam di setiap khutbah, ceramah, atau diskusi keagamaan mereka.
Ustaz juga mengingatkan bahwa sebenarnya pembahasan ini tidak hanya terbatas pada komunitas Yahudi di Madinah saja.
Pembahasan ini mencakup semua fenomena tentang pemuka agama lain yang rusak, siapa pun, kapan pun, dan di mana pun.
Omong-omong, tidak semua orang Yahudi di Madinah adalah seorang rabi, yah.
Sama halnya tidak semua muslim merupakan alim. Begitu juga komunitas Yahudi di Madinah, tidak semuanya ahli Taurat.
Apa yang mereka ketahui tentang agamanya, adalah apa yang mereka dengarkan di khutbah mereka.
Seperti kebanyakan kita yang mengetahui tentang islam dari ceramah yang kita dengar atau kita saksikan.
🕗🕜🕔🕒
Pada suatu saat mereka mendengar sedikit ceramah yang dibawakan oleh Rasulullah ﷺ.
Dari ceramah tersebut mereka menemukan kesamaan di antara diri Rasulullah ﷺ dengan rasul terakhir yang disebutkan oleh rabi mereka.
Saat itu terjadi, mereka berkata pada kelompoknya:🗣
“Hei, bukankah kita telah mendengar hal ini di khutbah yang dibawakan oleh rabi kita?”
“Rabi telah memberitahu kita tentang ciri-ciri dari rasul terakhir utusan Allah tersebut. Dan kapan pun ciri-ciri ini ada pada diri seseorang berarti dia lah utusan terakhir itu.”
Mereka telah menyadari bahwa Nabi Muhammad ﷺ memiliki ciri-ciri sebagai rasul terakhir yang disebutkan oleh rabi mereka.
“Ya Allah, Ini adalah Rasul terakhir-Mu,” ungkap mereka dengan penuh rasa takjub.
Mereka mulai berpihak kepada Rasulullah ﷺ. Mereka mulai mendengarkan ceramah dan khutbah beliau ﷺ.
Dan saat itu mereka mulai berpikir,
“Wow! Inilah yang sebenarnya kita pelajari.”
“Aku akan memberitahukan rabi tentang hal ini.”
“Aku harus memberi selamat kepadanya.”
“Akhirnya kita bertemu dengan Rasulullah ﷺ yang merupakan utusan terakhir Allah ﷻ.”
“Aku harus mengucapkan selamat kepadanya, karena ciri-ciri yang dia sebutkan adalah benar.”
“Dan ciri-ciri tersebut telah ditemukan di diri Rasulullah ﷺ.”
Jadi, mereka pergi menemui rabi mereka dengan antusias.
Mereka pergi untuk memberitahu apa yang mereka temukan tersebut.
“Rabi, tebak apa yang telah kami temukan”. Kata mereka dengan wajah yang berseri-seri. 🤩
“Kami telah menemukan rasul terakhir utusan Allah yang telah Anda jelaskan ciri-cirinya kepada kami waktu itu.”
“Dia (Rasulullah ﷺ) menyampaikan semua yang Anda ajarkan kepada kami.”
“Bukankah waktu itu Anda telah memberi tahu kami bahwa utusan terakhir akan datang?“
“Dan semua ciri-ciri yang Anda sebutkan itu, 100% cocok dengan beliau.”
“Ini sangat mengagumkan, kan?”
Mendengar hal tersebut para rabi Yahudi itu memberikan respon yang bertolak belakang dengan apa yang mereka ajarkan sebelumnya.
وَإِذَا لَقُوا۟ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍۢ قَالُوٓا۟ أَتُحَدِّثُونَهُم بِمَا فَتَحَ ٱللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَآجُّوكُم بِهِۦ عِندَ رَبِّكُمْ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?” (QS Al-Baqarah, 2:76)
Rabi di Madinah itu mengatakan, “Janganlah kalian katakan hal tersebut kepada orang-orang muslim itu!”
“Jangan katakan kepada mereka bahwa kalian mengetahui bahwa dia benar-benar rasul terakhir!”
“Dan jangan katakan pula bahwa apa yang dia ajarkan sesuai dengan apa yang sudah kalian pelajari!“
“Terlebih lagi janganlah kalian mengatakan bahwa kalian setuju dengan apa yang dia katakan atau ajarkan!”
“No…no…no..no!” ❌
🍀🍀🍀
Padahal sudah sangat jelas bahwa para rabi Yahudi tersebut mengetahui bahwa Rasulullah Muhammad ﷺ merupakan utusan Allah terakhir yang telah dijanjikan di dalam kitab Taurat.
Orang-orang Yahudi sangatlah mengenal Rasulullah ﷺ , seperti yang disebutkan di QS Al-Baqarah, 2:146,
ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَٰهُمُ ٱلْكِتَٰبَ يَعْرِفُونَهُۥ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمْ ۖ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ ٱلْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui.”
Mengapa para rabi Yahudi mengingkarinya?
Dan bahkan meminta pengikutnya untuk mengingkarinya pula?
Bersambung in syaa ba’da zhuhur.
Sumber: Bayyinah TV > Quran > Deeper Look > 04. Al-Baqarah (Ayah 8) – A Deeper Look (0:27:52 – 0:29:15)
Materi VoB Hari ke-170 Siang | Nasehat yang Menyesatkan
Nasehat yang Menyesatkan
Oleh: Rizka Nurbaiti
#TuesdayAlBaqarahWeek25Part2
Part 2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَإِذَا لَقُوا۟ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَا بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍۢ قَالُوٓا۟ أَتُحَدِّثُونَهُم بِمَا فَتَحَ ٱللَّهُ عَلَيْكُمْ لِيُحَآجُّوكُم بِهِۦ عِندَ رَبِّكُمْ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang telah diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan _hujjahmu_ di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?” [Surat Al-Baqarah (2) ayat 76]
Para rabi di Madinah itu meminta pengikutnya untuk tidak mengakui bahwa Rasulullah Muhammad ﷺ adalah utusan Allah terakhir yang telah dijanjikan di dalam kitab Taurat.
Alasan apa yang diutarakan oleh para rabi tersebut untuk meyakinkan pengikutnya?
Para rabi itu mengatakan kepada pengikutnya bahwa jika mereka mengakui Rasulullah Muhammad ﷺ sebagai utusan yang terakhir. Maka konsekuensinya adalah mereka harus bersedia untuk berjuang di medan perang bersamanya.
“Bahkan kalian harus siap terbunuh di medan perang tersebut.”
“Jadi, lebih baik kalian tidak mengatakan apa-apa.”
“Lebih baik kalian pura-pura tidak tahu saja.”
Tidak hanya itu. Rabi tersebut juga mengatakan bahwa jika mereka tidak melakukannya dan mengakui bahwa dia adalah utusan Allah.
Maka, pada hari penghakiman nanti Allah akan menjadikan dia (Rasulullah Muhammad ﷺ) sebagai saksi atas perbuatan mereka.
“So, just play ignorant.“
“Jadi, mending kalia bersikap tidak peduli saja. Atau pura-pura bodoh saja.”
“Dan jangan kesana lagi.” Jangan dengarkan khutbahnya lagi! “
“Karena jika kalian kesana dan menerimanya, maka kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di hari penghakiman nanti.”
Begitulah kira-kira tanggapan para rabi atas berita yang disampaikan oleh pengikutnya tersebut.
Mereka memberikan input yang negatif kepada para pengikutnya tersebut.
Dan terus menerus memberikan nasihat agar para pengikutnya menjauhi Islam, mengingkari kebenaran bahwa Muhammad ﷺ adalah rasul terakhir utusan Allah.
Lalu apakah fenomena ini hanya terjadi di masa tersebut saja?
Dan apakah hanya terjadi pada kaum Yahudi di Madinah saja?
Tidak. Ironisnya, fenomena ini dapat terjadi kapan pun, dan di mana pun.
Buktinya, sampai hari ini masih ada Muslim yang memilih untuk tidak belajar Islam karena mereka tidak mau memikul tanggung jawab akan ilmu yang mereka miliki.
Orang-orang yang termasuk ke dalam golongan ini memilih untuk tidak belajar apa-apa tentang Islam. Karena mereka berpikiran bahwa jika mereka belajar dan mengetahui banyak hal, maka mereka akan bertanggung jawab akan semua hal itu.
Jadi mereka berpikiran lebih baik tidak belajar sama-sekali.
Mereka merasa bahwa mereka lebih aman tidak mengetahui apa-apa, dibandingkan mengetahui banyak tapi harus bertanggung jawab akan hal tersebut.
Pemikiran ini jelas sekali keliru. Karena kita sebagai muslim diminta oleh Allah untuk terus berpikir.
Selain itu, di surah Al-Fatihah yang kita baca pada setiap rakaat shalat kita, kita meminta kepada Allah ﷻ untuk ditunjukkan ke “shiroothal muustaqiim.”
Dan bukan ke jalan “Al-Magdhuubi’alaihim (golongan yang melakukan kesalahan padahal mereka mengetahuinya) dan ” Ad-Dholiin” (golongan yang berbuat kesalahan karena mereka tidak memahaminya)”.
Jadi jelas kita tidak boleh memilih menjadi orang yang tidak berilmu. Karena Al-Fatihah sudah mengajarkan kita untuk meminta petunjuk dari Allah.
Dan kita tidak dapat menjadikan alasan ‘tidak tahu’ untuk terbebas dari penghakiman Allah ﷻ. Hal itu tidak bisa kita lakukan.
Dan by the way, jika ada yang berpikiran demikian, maka berarti dia sepakat dengan apa yang dikatakan para rabi kepada pengikutnya. Naudzubillahi min dzalik
Karena nasihat tersebut adalah nasihat yang diberikan rabi Yahudi di Madinah kepada pengikutnya.
So, Itulah golongan kedua dari komunitas Yahudi Madinah. Golongan yang sebenarnya berada di kelas reguler.
Mereka menemukan keselarasan antara ajaran yang diberikan Rasulullah ﷺ dengan apa yang telah mereka pelajari.
Tapi mereka tidak mau secara langsung menolaknya dan tidak pula menerimanya.
Mereka mencoba memberitahu orang-orang Muslim di sana bahwa pada dasarnya mereka dengan dia (orang-orang muslim) adalah sama.
Kita semua sama dan bisa menjadi satu keluarga yang bahagia.
“Kalian percaya pada Allah, kami juga percaya kepada Allah”
Anda percaya pada kehidupan setelah kematian (afterlife). Kami juga memiliki kepercayaan yang semacam itu, kami percaya pada kehidupan setelah kematian (afterlife).
Jadi kita memiliki banyak kesamaan. Kita adalah satu keluarga besar yang bahagia.
Kita semua akan masuk surga! Yeay!
Itulah yang mereka katakan kepada orang-orang Muslim. Itulah anggapan mereka.
Ngomong-ngomong, ketika mereka mengatakan berbagai hal yang mereka anggap sama itu, mereka melupakan satu hal penting.
Hal apakah yang mereka lewati itu?
Bersambung in syaa ba’da ashar.
Sumber: Bayyinah TV > Quran > Deeper Look > 04. Al-Baqarah (Ayah 8) – A Deeper Look (29:15 – 30:25)
Materi VoB Hari ke-170 Sore | Yang Terlewatkan adalah Yang Membedakan
Yang Terlewatkan adalah Yang Membedakan
Oleh: Rizka Nurbaiti
#TuesdayAlBaqarahWeek25Part3
Part 3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Golongan kedua dari komunitas Yahudi di Madinah melewatkan kepercayaan kepada rasul utusan Allah yaitu Rasulullah ﷺ .
Mereka mengatakan, “kami beriman kepada Allah.”
Kami percaya pada kehidupan setelah kematian, yang mirip dengan apa yang diimani oleh kaum muslimin.
Tapi mereka melewati iman kepada Rasulullah ﷺ .
Mereka tidak mengatakan bahwa mereka beriman kepada Rasulullah ﷺ .
Mengapa mereka melakukan hal itu?
Mereka melakukannya karena mereka berpikir jika mereka menyatakan beriman kepada Rasulullah ﷺ, maka mereka harus taat kepadanya.
Dan kemudian akan ada pengorbanan yang perlu mereka lakukan.
Jadi, agar mereka terbebas dari hal itu mereka mengajak para muslimin untuk melihat kesamaan antara dia dan mereka saja.
Cukup hal yang sama saja. Tidak ada pembahasan mengenai perbedaan. Tidak membahas iman kepada Rasulullah ﷺ .
Mereka menyerukan agar mereka dan kaum muslimin cukup membahas tentang hal-hal yang umum saja. Tentang apa yang mereka sama-sama imani.
Mereka mengajak kaum muslimin untuk mengadakan pertemuan antar agama, yang membicarakan tentang hal-hal yang sama-sama mereka imani.
“Sehingga, kita semua akan bahagia satu sama lain”, begitu katanya.
“Itu ide yang cukup bagus, bukan?.” Kata mereka dengan bangganya.
Itulah yang mereka katakan kepada kaum Muslimin yang ada di sana.
Mereka itu adalah kelompok munafik lain yang ada di Madinah (golongan munafik kedua di Madinah).
Mereka menganggap bahwa mereka memiliki iman yang cukup baik. Maka itulah mereka menyamakan iman mereka dengan imannya kaum Muslimin.
Padahal iman mereka dengan kaum Muslimin jauh berbeda. Perbedaan yang sangat jelas adalah bahwa mereka tidak beriman kepada Rasulullah ﷺ .
Oleh karena itulah, QS Al-Baqarah, 2:8 yang dibahas di sini, bukan hanya ditujukan untuk
orang-orang munafik yang berpura-pura menerima Islam saja.
Melainkan juga untuk sekelompok komunitas Yahudi yang menganggap iman yang mereka miliki sudah cukup.
Dan mereka menganggap apa yang mereka lakukan itu sudah cukup menunjukkan bahwa mereka beriman.
Berikut QS Al-Baqarah, 2:8:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَبِٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Jadi, ayat ini menjelaskan bahwa ‘mereka sama sekali bukan lah orang-orang yang beriman’.
Penilaian mereka atas keimanan mereka sendiri adalah salah total.
Selanjutnya, Ustaz Nouman menyampaikan bahwa ada begitu banyak hal yang menarik di dalam ayat ini.
Pertama, yang menarik untuk dibahas adalah penggunaan frasa مِنَ ٱلنَّاسِ (di antara manusia).
Allah tidak menggunakan kata مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ yang berati ‘di antara orang-orang yang beriman’ melainkan ‘di antara manusia’.
Penggunaan frasa tersebut menunjukkan bahwa Allah menyebutkan ‘golongan itu’ secara umum.
Sehingga yang dimaksudkan di ayat ini tidak hanya untuk orang-orang munafik yang telah berpura-pura menerima Islam saja.
Melainkan juga untuk orang-orang yang menunjukkan kemunafikannya secara terang-terangan.
Dan mereka masih ada di dalam komunitas Yahudi. Tetapi mereka mengatakan bahwa mereka beriman seperti orang-orang muslim beriman.
Mereka mengatakan bahwa mereka dengan orang-orang muslim memiliki iman yang sama. Kita semua sama.
Jadi itulah salah satu hikmah dari frasa مِنَ ٱلنَّاسِ. Yaitu membuat kedua golongan tersebut termasuk ke dalam golongan yang dibahas di QS Al-Baqarah ayat 8 itu.
*****
Hal kedua yang ustaz gali dari ayat ini adalah, frasa مَن يَقُولُ.
Kata مَن (man) dalam bahasa Arab merupakan isim maushul mubham yaitu kata yang memiliki makna yang samar.
Jadi, di ayat ini Allah mengatakan, “seseorang berkata” (mengatakannya secara umum).
Allah tidak mengatakan ٱلَّذِى يَقُول. Di mana kata ٱلَّذِى dalam bahasa Arab merupakan isim maushul mukhtas (spesifik).
Apa hikmah dibalik hal tersebut?
Hikmahnya adalah Allah ingin membuat orang-orang yang termasuk ke dalam golongan ini menjadi sosok yang dirahasiakan.
Allah tidak mengungkap siapa mereka secara spesifik.
Itulah hikmah yang dapat kita petik dari ayat ini. Bahwa, Allah tidak pernah menyebutkan secara spesifik nama orang-orang munafik.
Hal ini berbeda dengan orang-orang kuffar. Allah menyebutkan nama orang-orang yang kuffar tersebut secara spesifik.
Seperti pada QS Al-Masad, 111: 1
تَبَّتْ يَدَآ أَبِى لَهَبٍۢ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.”
Di ayat tersebut Allah menyebutkan nama Abu Lahab dengan sangat jelas.
Begitupun Fir’aun, Allah juga menyebutkan secara spesifik sosoknya.
Hal ini berbeda dengan orang-orang munafik. Allah tidak pernah mengekspos orang-orang munafik dengan menyebutkan ‘nama’ mereka.
Itulah hikmah besar dibalik frasa مَن يَقُولُ.
Ayat ini mengajarkan kita salah satu sunnah Allah yaitu “tidak memberi label munafik kepada seseorang.”
Tidak ada satu orang pun yang dapat menamai atau memberi label orang lainnya sebagai ‘orang munafik’.
Mengapa seperti itu?
Bersambung in syaa Allah minggu depan.
Sumber: Bayyinah TV > Quran > Deeper Look > 04. Al-Baqarah (Ayah 8) – A Deeper Look (0:26:05 – 0:32:47)
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah