[VoB2020] An Easy Audit


بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh: Heru Wibowo
#MondayAlFatihahWeek25Part1

Part 1

Kita tidak ingin ‘diadili’ Allah di hari penghakiman. Yang kita harapkan adalah kasih sayang-Nya. 

Karena siapa pun yang diadili Allah di hari itu, dia ‘selesai’ sudah. He is done. Bisa he, bisa she. Dia berada dalam masalah yang besar.

Siapa pun yang dicecar oleh pertanyaan di hari itu, dia tidak bisa lari. Dia tidak bisa sembunyi. Dia bakal keringetan. Mungkin sebesar butir jagung. Atau lebih besar lagi.

Kadang rahmah Allah itu tampak sepele. Padahal bisa menjadi life changing moment. Bisa menjadi momen yang mengubah hidup. Dan bisa sangat menginspirasi.

Segera setelah kejadian 9/11 di Amerika Serikat, pengamanan menjadi ketat dimana-mana. Termasuk juga di bandara. 

Saat itu, di sana, siapa pun yang traveling, apalagi jika dia muslim, maka dia akan mendapatkan special treatment. Dia akan mendapatkan perlakuan khusus.

Seakan-akan ruang tunggu VIP di bandara dibuat khusus untuk muslim yang sedang bepergian. Pemeriksaan terhadap muslim menjadi super ketat. 

Para petugas bandara menawarkan ‘pijat gratis’. Saking banyaknya bagian tubuh seorang muslim yang diperiksa atau mungkin dicurigai menyimpan sesuatu yang berbahaya. 

Saat itu ustaz masuk melewati pintu pengamanan kira-kira jam 14:50. Petugas pengamanan biasanya ganti shift jam 3 sore. Jadi ustaz diperiksa sepuluh menit menjelang pergantian shift. 

Petugasnya tampak kelelahan di ujung masa tugasnya hari itu. Setelah melakukan pekerjaan yang berulang-ulang dan membosankan. 

Jadwal penerbangan ustaz adalah tepat jam 3 sore, jadi tinggal 10 menit lagi saat itu. Dan kejadian itu adalah kejadian unik yang pertama kali ustaz alami.

Petugas keamanannya benar-benar tampak kelelahan. Dia bilang ke ustaz, ”Come here.” Ustaz diminta mendekat. Ustaz pun melangkah maju.

Lalu petugas itu bilang, ”Go ahead.” Ustaz diminta untuk lanjut aja. 

Aneh!

Ustaz mendadak bingung. “Kenapa aku dibiarkan begitu saja? Kenapa aku tidak diperiksa dengan pemeriksaan yang super ketat? Kenapa aku tidak ditawari pijat gratis?”

Maka ustaz memandang ke arah petugas itu sambil memberi isyarat, tangan beliau memegang dan menggerak-gerakkan jenggot beliau. 

Go ahead, it’s okay.” Petugas itu tetap meminta ustaz untuk lanjut aja. Tidak masalah, kata dia. Ustaz pun melangkahkan kaki menjauhinya. Sambil bergumam dalam hati, ”Wowww, hisaaban yasiiraa.” 

Hisab yang mudah. Tidak ditanya ini itu. Tidak dipijit-pijit. Tidak ada satu kantong pun, baju maupun celana, yang diperiksa. 

Padahal berjalan melalui petugas keamanan bandara itu ustaz berharap untuk diberhentikan. Disambut dengan banyak pertanyaan. Apa warna favoritnya. Berapa ukuran sepatunya. 

Tapi ternyata itu tidak kejadian. Petugas itu tidak ‘memarkir’ ustaz. Petugas itu membiarkan ustaz berlalu begitu saja. 

Padahal ustaz sudah well prepared. Padahal ustaz sudah siap untuk mengantisipasi berbagai macam pertanyaan yang aneh-aneh. Ustaz ‘kecewa’ tidak diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. 

That’s awesome!” Luar biasa sekali, pikir ustaz. Berharap ada ‘penggeledahan’ tapi itu tidak terjadi. Dipersilakan langsung mengambil traveling bag dan berlalu. 

Seakan-akan petugas keamanan bandara itu memasang papan pengumuman, “Tidak ada pijat gratis kali ini!” 

Luar biasa!

Di Hari Penghakiman, ada orang yang akan mendapatkan buku catatan amalnya di tangan kanannya. 

Pengalaman unik ustaz di bandara tadi adalah semacam preview yang membantu kita untuk membayangkan bagaimana kira-kira pemeriksaan yang mudah itu akan terjadi.

Sayangnya, ada juga orang yang akan mendapatkan buku catatan amalnya dari arah kirinya.

Yang mendapatkan kitabnya bisyimaalihii atau di tangan kirinya ini, dia berpikir bahwa kitab itu sebaiknya tidak usah diberikan saja.

وَأَمَّا مَنۡ أُوتِیَ كِتَـٰبَهُۥ بِشِمَالِهِۦ فَیَقُولُ یَـٰلَیۡتَنِی لَمۡ أُوتَ كِتَـٰبِیَهۡ

“Dan adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kirinya, maka dia berkata, “Alangkah baiknya jika kitabku (ini) tidak diberikan kepadaku.” (QS Al-Haqqah, 69:25)

Selain itu ada juga orang yang mendapatkan kitabnya waraa-a zhahrihii. Dari sebelah belakang 

(QS Al-Insyiqaq, 84:10). 

Yang mendapat kitab dari sebelah kirinya, itu adalah sesuatu yang buruk. Tapi yang mendapat kitabnya dari sebelah belakangnya, tidak tahu seberapa buruknya catatannya. 

“Ya Allah, aduh, gimana ini!!!???” Serasa dia ingin memutar kepalanya 180 derajat ke belakang. Karena dia tidak bisa langsung melihatnya: kitabnya ada di belakangnya.

Kita, insya Allah, dengan kasih sayang-Nya, semoga mendapatkan kitab catatan amal perbuatan kita dari sebelah kanan. Sehingga kita pun bisa melihat catatan itu. 

Ustaz menggambarkan bahwa kita semua sedang berada di antrian. Nun jauh di depan kita, malaikat-malaikat sedang menunggu. 

Lalu ada scanning terhadap kitab kita. Hasil pemindaian atas catatan amal kita itu akan menentukan langkah kita selanjutnya. Apakah kita akan masuk surga atau masuk neraka.

Jadi, bahkan, saat kita insya Allah menerima kitab itu dari sebelah kanan, kita masih akan merasa gugup atau tidak? 

Ya.

Kita masih akan merasa gugup. 

Kitab catatan perbuatan kita itu dibuka. Halaman demi halaman. Diperiksa.

Rasanya kita ingin halaman yang dibuka pertama adalah halaman saat kita berduaan dengan Allah di malam laylatul qadar

Coba kita bayangkan saat seorang anak SD mengikuti ujian. Soal-soal ujian sudah dia selesaikan. Tiba saatnya untuk menyerahkan lembar jawabannya ke gurunya.

Kadang-kadang gurunya langsung memeriksa jawabannya. Seketika membubuhkan nilai di atas lembar jawabannya. 

Ustaz juga pernah mengalami masa-masa seperti itu. “Aku tidak suka dengan guru yang seperti itu,” ustaz menirukan anak SD yang lembar jawabannya langsung diperiksa oleh guru tadi.

Tidak suka langsung diperiksa, karena bikin dag dig dug saja. Habis selesai mengerjakan soal-soal dan masih keringetan akibat berpikir keras, langsung diperiksa. Bikin keringetan lagi.

Apalagi jika gurunya bilang, “Kamu jangan kemana-mana dulu. Kamu di sini saja dulu. Aku mau kasih nilai sekarang juga.”

Jadi anak itu sudah menyerahkan lembar jawabannya ke gurunya. Lalu gurunya langsung memeriksanya. Jawaban demi jawaban. Diperiksa satu persatu.

Gurunya punya dua pena. Yang satu tintanya hitam. Satunya lagi tintanya merah. Tinta hitam berarti lulus. Tinta merah berarti nilainya jeblok. Alias bakalan ngulang.

Anak itu menunggu dengan cemas. 

Apa yang terjadi selanjutnya?

Kita lanjutkan in syaa Allaahu ta’aalaa ba’da zhuhur

Sumber: Bayyinah TV  / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 04. Al-Fatihah – A Deeper Look (22:08 – 25:11)


Materi VoB Hari Ke-169 Siang | The First Half of Fatihah

Oleh: Heru Wibowo
#MondayAlFatihahWeek25Part2
Part 2

بسم الله الرحمن الرحيم

Dia melihat gurunya mengambil pena dengan tinta merah. Pena itu makin dekat dengan lembar jawabannya. Makin tinta merah itu siap membasahi lembar jawabannya, anak itu makin dag dig dug dibuatnya. Jantungnya berdegup makin kencang.

Kita mungkin akan mengalami yang seperti itu di akhirat. Lembar jawaban kita, alias hasil kerja keras kita selama di dunia, yang terekam dalam buku catatan amal kita, diperiksa dengan sangat teliti. Pemeriksaan yang sangat adil dan tidak mungkin salah.

Kita bahkan mungkin memikirkan bagaimana caranya supaya bisa ada bookmark yang dijadikan penanda di buku itu. Di beberapa bagian buku itu, yang berisi amal-amal terbaik kita. Supaya amal-amal itu saja yang dibuka lebih dulu. Dan semoga bagian-bagian buku yang lainnya tidak diperiksa.

Tapi para penerima buku catatan amal dari sebelah kanan, tidak perlu terlalu khawatir.

فَأَمَّا مَنۡ أُوتِیَ كِتَـٰبَهُۥ بِیَمِینِهِۦ

فَسَوۡفَ یُحَاسَبُ حِسَابࣰا یَسِیرࣰا

Orang yang catatan amal perbuatannyannya diberikan dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.

(QS Al-Insyiqaq, 84:7-8)

Kitanya masih akan keringetan tapi insya Allah yang kita hadapi adalah an easy audit. Sebuah pemeriksaan yang mudah. Kita akan melewatinya dengan ringan.

Mungkin kita masih ingat betapa beratnya perjuangan kita menabung untuk bisa menunaikan ibadah haji. “Perjuangan saya berangkat haji ada di halaman 30.” 😃😃

Sudah tidak perlu.

Kita sudah diminta lanjut.

Pemeriksaan sudah selesai. 

“Oke, oke Bapak, tidak apa-apa. Pemeriksaan sudah cukup ya, Bapak. Silakan lanjut saja. Lurus saja terus ya, Bapak. Jalan lurus saja di sebelah sini, menuju jannah.”

Pada saat memberi ilustrasi ini, ustaz memegang mik di tangan kanan, dan body language yang mengarahkan si bapak tadi ke jannah adalah tangan kiri. Maka spontan ustaz meralatnya. Karena kebaikan kan dilambangkan dengan sebelah kanan. 

“Maaf, Bapak, maksudnya, yang ke jannah tadi, jalan lurus saja di sebelah sini, Bapak.” Kali ini ustaz menggunakan tangan kanan beliau untuk memperagakan arah ke jannah. 😃😃

Diminta untuk segera melanjutkan perjalanan, menghadapi kenyataan bahwa auditnya begitu mudah, we are in shock. Kita terkejut. Karena kita telah berbuat banyak kesalahan selama di dunia. Tapi semua kesalahan itu tidak diperiksa. Atau, tidak semua kesalahan itu diperiksa.

Padahal kita tahu bahwa buku catatan amal kita punya segalanya. Semua hal yang baik, dan semua hal yang buruk. Menerima kitab kita dari sebelah kanan tidak berarti nilai amal kita sempurna, bukan? 

Jadi wajar kalau kita senewen. Gugup, bingung, cemas.

But they overlook it. Pemeriksa kitab kita itu mengabaikan semua kesalahan kita. 

Sehingga tibalah kita di safe zone. Di zona aman. Berada di karpet hijau. Dan kita tersenyum sendiri bersama kitab kita. 

فَأَمَّا مَنۡ أُوتِیَ كِتَـٰبَهُۥ بِیَمِینِهِۦ فَیَقُولُ هَاۤؤُمُ ٱقۡرَءُوا۟ كِتَـٰبِیَهۡ

Maka orang yang kitabnya diberikan di tangan kanannya, dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini).”

(Surah Al-Haqqah, 69:19)

فَهُوَ فِی عِیشَةࣲ رَّاضِیَةࣲ

Orang itu berada dalam kehidupan yang diridai. 

(Surah Al-Haqqah, 69:21)

Selama di dunia ini, kita harus berjuang supaya kita berada di safe side. Supaya kelak di akhirat kita berada di zona aman.

Orang-orang yang diberi kitab dari sebelah kanan itu, mereka diperiksa atau tidak? 

Hisaaban yasiiraa.

Allah membuat pemeriksaannya mudah.

Lalu ada orang yang kitabnya diperiksa. Selesai sudah, dia. Artinya, dia tidak mendapatkan mercy. Dia mendapatkan justice. Bukan rahmah yang dia dapat. Bukan love and care yang dia dapat. Tapi ad-diin, yakni justice atau peradilan Allah.

Love and care adalah Ar-Rahmaan Ar-Rahiim.

Justice adalah Maaliki Yawmiddiin.

Maaliki yawmiddiin menjadi ayat penyeimbang setelah Ar-rahmaanirrahiim. Kita tidak akan ‘memanfaatkan’ sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Kita segera sadar bahwa, iya benar, Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang, tapi Allah juga Pemilik Hari Peradilan. Kita memilih untuk melangkah di jalan yang lurus selama dunia supaya kita tetap mendapatkan kasih sayang-Nya, dan bukan peradilan-Nya, di akhirat kelak.

Ada sebuah ayat yang luar biasa, yang sangat menusuk ustaz saat beliau mempelajarinya untuk pertama kalinya. 

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلۡإِنسَـٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلۡكَرِیمِ

Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabb-mu Yang Mahamulia?

(Surah Al-Infithar, 82:6)

Human being! What diluted you, what turned you away, from your gracious Rabb? I was so kind with you. I gave you so many chances. And you decided to take advantage of those chances?

Manusia! Apa yang melemahkanmu, apa yang membuatmu menjauh, dari Rabb-mu yang murah hati? Rabb-mu sangat baik kepadamu. Rabb-mu memberimu banyak kesempatan. Dan kamu memutuskan untuk menyalahgunakan peluang itu? 

Kita telah sering menyalahgunakan Ar-Rahmaan Ar-Rahiim dengan berpikir bahwa Allah pasti memaafkan kita, apa pun yang kita lakukan. Kita telah menyepelekan bahkan melupakan Maaliki Yawmiddiin

Oke, kita mungkin masih terus membaca kedua ayat itu dalam shalat kita, tapi kita tidak menyadari apa yang kita baca. Bagaimana bisa kita membaca Maaliki Yawmiddiin di shalat kita tapi melupakannya dalam aktivitas keseharian kita?

Di tiga ayat ini, alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin, arrahmaanirrahiim, maaliki yawmiddiin, terkandung pengantar yang komplet terhadap Allah.

Siapakah Allah itu? 

Allah menceritakan tentang siapa Allah dalam pengantar tersebut.

Jadi jika ada yang bertanya kepada kita, siapa Allah itu?

Tinggal baca tiga ayat tadi.

Itulah Allah.

Tiga ayat itu pada hakekatnya menjawab segalanya.

Segalanya tentang Allah.

It is captured so simply, so precisely.

Segalanya tentang Allah, terhimpun dengan sangat sederhana, dan sangat tepat, di tiga ayat tadi.

Ketiga ayat tadi adalah tentang bagaimana Allah melukiskan Allah SWT sendiri.

Apakah Allah berbicara tentang kita di tiga ayat ini?

Tidak.

Apakah Allah menyapa kita, memanggil kita, di tiga ayat ini?

Tidak.

Di tiga ayat ini, Allah hanya berbicara tentang Allah sendiri.

Allah memperkenalkan diri Allah sendiri kepada kita.

Jadi, di separuh pertama Al-Fatihah, Allah berbicara tentang diri Allah sendiri.

Lalu bagaimana dengan separuh berikutnya?

Kita bahas ulasannya in syaa Allaahu ta’aalaa ba’da ‘ashar.

Sumber: Bayyinah TV  / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 04. Al-Fatihah – A Deeper Look (25:11 – 28:36)


Materi VoB Hari Ke-169 Sore | A Mediator-free Connection

Oleh: Heru Wibowo
#MondayAlFatihahWeek25Part3

Part 3

بسم الله الرحمن الرحيم

Setelah tiga ayat pertama di mana Allah memperkenalkan diri Allah sendiri, apa yang terjadi berikutnya?

Kitalah yang bicara!

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin, arrahmaanirrahiim, maaliki yawmiddiin.

Iyyaaka na’budu wa iyaaka nasta’iin.

Di ayat berikutnya, kitalah yang bicara!

You alone, we worship.

Hanya kepada Engkau, kami menyembah.

Itu adalah terjemahan yang umum dari iyaaka na’budu.

Siapa yang mengatakan itu?

Kita semua.

Allah telah menganugerahkan kepada kita kata-kata itu.

Supaya kita bisa giliran bicara.

Di tiga ayat yang pertama, Allah yang bicara, memperkenalkan diri-Nya.

Di ayat yang berikutnya, kita yang bicara.

Apa hikmahnya?

Fatihah mengajarkan kita bahwa kita harus senantiasa berada dalam percakapan dengan Allah.

Kita seharusnya selalu ngobrol dengan Allah.

Sesering mungkin.

Bahkan ayatnya tidak pakai embel-embel qul di depannya.

Bukan qul iyaaka na’budu wa iyaaka nasta’iin.

Tapi langsung iyaaka na’budu wa iyaaka nasta’iin.

Apa hikmahnya?

Seakan-akan Allah tidak menyuruh kita.

Seakan-akan kata-kata itu otomatis meluncur sebagai respons kita atas tiga ayat yang pertama.

Seakan-akan sudah sepantasnya kita sebagai hamba-Nya membuat dua buah pengakuan itu.

Pengakuan bahwa hanya kepada-Nya kita menyembah, dan pengakuan bahwa hanya kepada-Nya kita minta pertolongan.

Seakan-akan itu adalah kalimat kita sendiri.

Seakan-akan dua pengakuan itu refleks kita ucapkan kepada Allah.

It’s a direct connection with Allah.

Kita langsung terhubung dengan Allah.

Agama Islam ini benar-benar luar biasa, karena tidak ada yang menghalangi keterhubungan kita dengan Allah secara langsung.

Kita tidak perlu pergi menemui seseorang untuk dihubungkan kepada Allah.

Kita bisa memiliki hubungan langsung dengan Allah.

Kita bahkan bisa menjalin kemesraan dengan Allah, secara langsung.

Kita masih ingat betapa utusan-Nya, baginda Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam, berbicara kepada putri beliau sendiri.

“Ya Fatimah binti Muhammad. Bertakwalah kepada Allah karena saya tidak bisa membantumu di Hari Penghakiman, di hadapan Allah.”

Fatimah harus menjalin hubungannya langsung dengan Allah. Tidak melalui ayahnya, baginda Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam

Rasulullah hadir ke dunia bukan untuk menjadi perantara, penghubung, mediator, antara kita dengan Allah. Rasulullah SAW hadir supaya kita terhubung dengan Allah, secara langsung. 

Jadi Anda, yang membaca Fatihah, sebenarnya sedang dihormati.

Karena, seseorang yang sangat penting, sedang bicara dengan Anda.

Pikirkan lagi hal ini.

Seseorang yang sangat penting, sedang bicara dengan Anda.

Dia bisa saja melakukan broadcast, mengirimkan pesan kepada banyak orang, tidak secara personal.

Seorang raja berdiri di atas balkon istananya, dan bicara kepada semua orang di hadapannya.

Disiarkan langsung di semua saluran teve.

Seluruh rakyat mendengarkannya.

Tapi sang raja tadi tidak bicara secara pribadi kepada masing-masing rakyatnya.

Pemerintah atau perusahaan bisa melakukan press release.

Yang bicara adalah orang penting.

Dan dia bicara kepada semua orang.

Tapi tidak bicara secara pribadi.

Melalui balkon dan press release, sang raja dan orang penting lainnya bicara kepada semua orang.

Tapi satu arah saja.

Rakyat hanya mendengarkan.

Rakyat tidak mendapatkan kesempatan untuk ganti berbicara.

Allah bicara kepada manusia.

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin, arrahmaanirrahiim, maaliki yawmiddiin.

Luar biasanya, ya, luar biasanya agama ini, Allah memberi kesempatan kepada kita untuk gantian kita yang bicara sama Allah.

Kita gantian yang ngomong.

Iyyaaka na’budu wa iyaaka nasta’iin, membuat pengakuan.

Selanjutnya, ihdinashshiraathal mustaqiim, memanjatkan doa, memohon petunjuk ke arah jalan yang lurus.

Semoga, apa yang sudah dibiasakan melalui Fatihah ini, yakni ngobrol dengan Allah, bisa kita biasakan pula dalam kehidupan kita sehari-hari.

Diawali dengan dzikrullah, lalu kita bicara sama Allah secara langsung: membuat sebuah pengakuan, dan memanjatkan doa.

Kita bahas iyyaaka na’budu wa iyaaka nasta’iin lebih jauh in syaa Allaahu ta’aalaa minggu depan.

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV  / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 04. Al-Fatihah – A Deeper Look (28:36 – 31:33)[End]


Diskusi & Tanggapan VoB Hari Ke-169 Sore| A Mediator-free Connection

Ilmi: 

MasyaAllah 🥺

Semoga kita semua dikaruniakan hisab yang mudah, atau kalau bisa tanpa hisab sama sekali, dan dimudahkan untuk selalu terhubung (connect) dengan Allah secara langsung ❤️

Aamiin yaa rabbal’aalamiin

***

Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s