[VoB2020] Raja dan Pemilik


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-155

Topik: Al Fatihah

Senin, 23 November 2020

👑👑👑👑👑

Materi VoB Hari ke-155 Pagi | Raja dan Pemilik

Oleh: Icha Farihah

#MondayAlFatihahWeek23Part1

Part 1

👑👑👑👑👑

مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ

Pemilik hari pembalasan.

Masih ingat tentang kata Rabb?

Deskripsi pertama setelah Allah memperkenalkan diri di ayat pertama surat Al-Fatihah. “Alhamdulillaahi rabbil ‘alamiin.

Kata Rabb mengandung makna malik (pemilik), yang berkuasa atau bertanggung jawab, penjaga, dan pemberi hadiah.

Tapi, kenapa di ayat ini Allah tidak mengatakan “Rabbi yawmi d-diin?”

Allah memutuskan memakai maaliki yawmi d-diin.

Hal ini berkaitan dengan situasi di hari akhir nanti. Karena satu-satunya yang kita khawatirkan adalah tentang kepemilikan-Nya. 

Kita sudah tidak khawatir tentang apakah Allah akan memberikan kita rezeki, hadiah, dan lain-lain.

👑👑👑👑👑

Setelah memperkenalkan diri-Nya sebagai Ar-Rahman dan Ar-Rahim, deksripsi yang mengandung kasih sayang dan kehangatan.

Allah di dalam ayat ini seolah-olah mengubah keadaannya menjadi lebih negatif dan serius.

Hal-hal yang sifatnya kasih sayang dihilangkan dalam percakapan ini

👑👑👑👑👑

Dalam ayat ini, kata malik memiliki dua cara pengucapan.

Yaitu, maaliki yawmi d-diin atau maliki yawmi d-diin (berbeda panjang harakatnya).

Kedua cara ini sebenarnya sama-sama boleh diucapkan dan makna kedua bacaan tersebut saling berdampingan.

Sekarang, mari kita bahas maknanya.

Kata maalik artinya pemilik, sedangkan kata malik artinya raja.

Ketika kita memiliki sebuah pulpen, kita tidak mengatakan bahwa, “saya adalah raja dari pulpen ini.” 

Ada kemungkinan kita ucapkan seperti itu ketika sedang bercanda atau kita ada gangguan kepribadian. 😅

Begitu juga dengan hal-hal lainnya. Kita bisa menjadi pemilik sebuah rumah. Tapi, kita tidak bisa mengatakan bahwa kita adalah raja dari rumah tersebut.

Tapi, kalau skalanya lebih besar. Misalnya, pulau. Kita bisa saja memiliki sebuah pulau dan berkata bahwa kita adalah raja dari pulau tersebut. Sah dan masuk akal, kan?

Jadi, kepemilikan (ownership) itu lebih mengarah untuk hal-hal dalam skala yang lebih kecil atau skala mikro.

Sedangkan, raja (king) digunakan jika kepemilikannya menjadi lebih besar atau skala makro.

Jika kita berbicara tentang raja di sebuah negeri.

Maka, yang ada di bayangan kita adalah sang raja memiliki negeri itu, ia mengontrol dan memerintah negeri yang ia miliki. 

Tapi, apakah setiap percakapan di sudut-sudut negeri itu dapat dikontrol olehnya? Apakah setiap keputusan kecil yang dibuat oleh rakyat atau bawahannya bisa ia diketahui? 

Jawabannya tidak. Ada banyak hal-hal kecil yang luput dan tidak mampu dikontrol oleh sang raja.

Raja hanya mengontrol gambaran besar kerajaannya, skala makro. Tapi, ia tidak bisa mengontrol hal-hal berskala mikro.

Sebaliknya, pemilik bisa mengontrol hal-hal dalam skala mikro, tapi tidak untuk skala makro.

Kedua makna ini penting untuk kita ketahui karena sangat berkaitan dengan keadaan di hari akhir nanti.

In syaa Allah bersambung ba’da zhuhur.

👑👑👑👑👑

Sumber: Bayyinah TV > Quran > Deeper Look > 04. Al-Fatihah – A Deeper Look (0:09:37 – 0:12:31)

⛅⛅⛅


Materi VoB Hari ke-155 Siang | Semua Milik Allah

Oleh: Icha Farihah

#MondayAlFatihahWeek23Part2

Part 2

⛅⛅⛅

Di hari penghakiman akan terjadi banyak hal.

Bumi akan dimampatkan, lautan akan terbakar, matahari dan bulan akan bertabrakan.

Semua itu merupakan kejadian dalam skala besar yang membutuhkan kuasa dan wewenang dari Sang Raja (malik, king).

Di saat yang bersamaan, setiap amalan sebesar maupun sekecil apapun akan tercatat.

…“Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,”… (QS Al-Kahfi, 18: 49)

Semua catatan yang sifatnya detail dan berskala kecil itu juga membutuhkan kuasa dan wewenang. Tapi, bukan dari Sang Raja. Melainkan, dari Sang Pemilik (maalik, owner).

Allah mengambil seluruh kontrol di hari penghakiman dengan mendeskripsikannya melalui kombinasi kata malik dan maalik.

⛅⛅⛅

Kata selanjutnya dari malik bukan langsung penghakiman atau judgement.

Allah menambahkan kata yawm (hari). 

“Allah adalah pemilik hari penghakiman.”

Penggunaan kata yawm (hari) pada ayat ini mengarah pada pembahasan yang lebih filosofis.

Kita tahu bahwa hari merupakan salah satu unit satuan waktu. 

Kita mengelompokkan hari menjadi pekan, pekan menjadi bulan, bulan menjadi tahun.

Sebagai manusia, kita memiliki pengalaman sebagai owner. Misalnya, saya memiliki rumah, saya memiliki pulpen, saya memiliki mobil, dan lain-lain.

Tapi, ada satu hal yang tidak pernah dimiliki manusia. Dan itu adalah waktu.

Manusia hanya bisa memiliki suatu barang, tapi tidak dengan waktu.

Memiliki waktu adalah satu hal yang mustahil.

Dalam ayat ini, Allah mengambil kepemilikan terhadap suatu hal yang hanya bisa dimiliki oleh-Nya.

Karena hanya Allah yang bisa memiliki waktu, Allah bisa dengan mudahnya memanipulasi waktu.

Allah bisa memperlambat, mempercepat, dan bahkan menghentikan waktu.

Jika Allah mau, Allah bisa saja membuat satu hari menjadi sangat panjang sampai ribuan tahun. 

Dan, sebenarnya itu juga menjawab pertanyaan yang terkadang muncul di benak kita.

“Kok hari ini rasanya waktu cepat sekali ya?”

“Kok hari ini rasanya panjang sekali ya?”

Itu semua terjadi karena kita tidak punya wewenang terhadap waktu. 

Allah saja yang dapat memiliki dan mengontrol berapa lama waktu terasa oleh manusia dan makhluk lainnya.

⛅⛅⛅

Ada hal yang menakjubkan lainnya tentang pemilihan kata yawm ini.

Beberapa mungkin bertanya, kenapa Allah tidak langsung menggunakan kata-kata seperti, Allah pemilik kebangkitan, Allah pemilik akhirat, dan lain-lain? 

Allah memilih hari penghakiman.

Coba kita bayangkan waktu itu seperti sebuah tas.

Kita semua hidup di dalam waktu. Jadi, bisa dibilang kita hidup di dalam tas. 

Ketika ada yang memiliki tas tersebut, apa lagi yang ia miliki?

Tentunya, semua isi di dalam tas juga termasuk kepemilikannya. Kita ada di dalam tas. Kita juga dimiliki olehnya.

Dan itu adalah Allah yang memiliki “tas” dan “isinya”. Yang memiliki waktu dan segala isi di dalamnya.

Itulah alasannya kenapa kita, manusia, tidak pernah memiliki satu detik pun. 

Karena semua yang Allah ciptakan ada dan hidup di dalam waktu.

Dengan menggunakan kata yawm, Allah mendeskripsikan semua kepemilikan-Nya secara lengkap dan absolut. 

Bersambung in syaa Allah ba’da ashar.

⛅⛅⛅

Sumber: Bayyinah TV > Quran > Deeper Look > 04. Al-Fatihah – A Deeper Look (0:12:31 – 0:16:08)

 ⚖⚖⚖


Materi VoB Hari ke-155 Sore | Keadilan yang Ideal

Oleh: Icha Farihah

#MondayAlFatihahWeek23Part3

Part 3

⚖⚖⚖

Kata terakhir dari ayat ini adalah ad-diin.

Kita tahu bahwa kata ini berhubungan dengan hari akhir.

Apakah ada nama-nama lain dari hari akhir? 

Ada, contohnya yawmi al-taghabun, yawmi al-qiyamah, yawmi al-hasyr, yawmi as-sa’ah, dan lain-lain.

Tapi, kenapa pada ayat ini, hari akhir dideskripsikan dengan yawmi ad-diin?

Beberapa orang menerjemahkan yawmi ad-adiin sebagai hari kebangkitan. Padahal itu kurang tepat.

Terjemahan yang paling tepat dan layak adalah hari penghakiman.

Apakah ad-diin itu?

Ad-diin berasal dari kata kerja bahasa Arab, daana yadiinu, kamaa tadiinu tudaanu.

Secara singkat, ad-diin dapat diartikan sebagai cara kita berurusan dengan seseorang atau sesuatu. 

Allah adalah pemilik hari di mana pada akhirnya setiap orang akan berurusan dengan orang lain. 

Setiap orang, isu, masalah, janji, dan hutang akan terurus dan terbayar di hari penghakiman.

Kata ad-diin melengkapi alasan kenapa kita harus mengucapkan alhamdulillah di awal surat Al-Fatihah.

Mungkin mudah untuk memahami kenapa kita mengucapkan alhamdulillah kepada Allah karena Dia adalah rabb al-alamin atau karena Dia ar-rahman dan ar-rahim.

Tapi, mengucapkan alhamdulillah untuk hari penghakiman membuat kita mengernyitkan dahi. 

Kenapa kita harus berterima kasih dan memuji Allah untuk hari yang mungkin membawa kita ke dalam masalah dan celaka?

Peralihan ayat dari ar-rahman ar-rahim ke maliki yawmi d-diin memang seolah serius dan berkesan negatif. 

Lalu, bagaimana cara kita melihat ayat ini menjadi positif?

Hal yang perlu kita lakukan adalah memahami konsep keadilan.

Hampir semua orang di dunia ini menginginkan keadilan dengan seadil-adilnya. Tapi, apakah itu kita dapatkan di dunia? 

Secara definisi, kata dunia saja artinya tidak adil (unfair).

Kita tidak akan mendapatkan keadilan yang ideal di dunia.

Ada banyak orang yang melakukan hal-hal baik, tapi hal-hal buruk selalu menimpa mereka.

Ada juga, orang yang selalu berbuat kejahatan, kesalahan, dan keburukan. Tapi hidupnya penuh kemewahan dan kemudahan.

Dan ketika seseorang membunuh seratus orang yang tidak berdosa. Apakah hukuman terbaik untuknya? Dibunuh. Berapa kali dia harus dibunuh? Hanya satu kali. Apakah itu adil?

Beberapa orang memang menegakkan keadilan di muka bumi, tapi keadilan yang seadil-adilnya tidak akan pernah ada.

Fakta kemustahilan ini membuat kita frustasi dan ruh kemanusiaan seolah menghilang. 

Maka, Allah melalui ayat ini membuat press release bahwa tidak ada kejahatan yang tidak terbalas. Tidak ada kebaikan yang tidak mendapat ganjaran. Allah pemilik hari penghakiman setiap transaksi di muka bumi, kecil maupun besar, akan diadili dengan seadil-adilnya.

Bersambung in syaa Allah minggu depan.

⚖⚖⚖

Sumber: Bayyinah TV > Quran > Deeper Look > 04. Al-Fatihah – A Deeper Look (0:16:08 – 0:19:13)


Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team

Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s