[VoB2020] Non Muslim Belum Tentu Kafir


Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-128

Topik: Pearls from Al Baqarah

Selasa, 27 Oktober 2020

Materi VoB Hari ke-128 Pagi | Non Muslim Belum Tentu Kafir

Oleh: Heru Wibowo

#TuesdayAlBaqarahWeek19Part1

Part 1

بسم الله الرحمن الرحيم

Mutiara itu memang masih ada. Meski tersembunyi di dalam lumpur.

Makkah tidak seluruhnya berisi kafir Quraisy. 

Di dalamnya masih terdapat mu’miniin dan mu’minaat

Mereka tidak menampakkan keimanan mereka di tempat umum. Bahkan juga di keluarga mereka sendiri.

Nabi SAW dan rombongan dari Madinah saat itu menganggap Makkah sebagai kumpulan keluarga-keluarga yang terdiri dari musuh-musuh Islam. 

Tapi ternyata di keluarga itu, ada yang diam-diam memeluk Islam. Tanpa bilang-bilang ke siapa pun. Salat lima waktu pun diam-diam. Dengan mengedipkan mata. 

Secara fisik, tangan dan kaki mereka mungkin tidak bergerak, tapi hati mereka ruku’ dan sujud kepada-Nya. 

Mereka beriman kepada Allah. Mereka telah meninggalkan syirik.

Keluarga mereka yang lain yang kafir tidak ada yang tahu. Mereka tidak pernah cerita. 

Keimanan mereka adalah sebuah rahasia. Hanya Allah yang mengetahuinya.

Mereka tidak hijrah bersama Rasulullah SAW. 

Mereka tidak ikut Perang Badar, Perang Uhud, Perang Ahzab, atau yang lainnya. 

Tapi mereka telah menjadi muslim. Secara diam-diam. Hanya Allah yang tahu. 

Hanya Allah yang tahu tentang mutiara dalam lumpur ini. 

Hanya Allah yang tahu bahwa mutiara dalam lumpur ini ada yang laki-laki, ada yang perempuan. Ada mu’miniin, ada mu’minaat.

Tentu saja mereka tidak pernah mendeklarasikan keimanan mereka ke siapa pun juga.

Mengapa?

Karena mereka juga perlu menjaga diri mereka supaya tidak dibunuh.

Jadi, situasi ini benar-benar menarik. 

Yang muslim, tidak tahu kalau mereka adalah muslim. 

Muslim yang disebut pertama adalah rombongan muslim dari Madinah. 

Muslim yang disebut kedua adalah mutiara dalam lumpur. Yaitu muslim di Makkah yang keislaman mereka hanya Allah yang tahu.

Rombongan muslim dari Madinah tidak tahu kalau masih ada mu’miniin dan mu’minaat yang tinggal di Makkah. 

Dan saat rombongan muslim dari Madinah akan menyerang Makkah, Allah mencegahnya.

Allah tidak membiarkan serangan itu terjadi. 

Karena ada secret muslims inside Makkah

Karena masih ada muslim di Makkah yang menyembunyikan keislamannya.

Walawlaa rijaalun mu’minuuna wa nisaa-un mu’minaatun lam ta’lamuuhum an tath-uuhum fatushiibakum minhum ma’arratun bighayri ‘ilm 

(وَلَوْلَا رِجَالٌ مُّؤْمِنُوْنَ وَنِسَاۤءٌ مُّؤْمِنٰتٌ لَّمْ تَعْلَمُوْهُمْ اَنْ تَطَـُٔوْهُمْ فَتُصِيْبَكُمْ مِّنْهُمْ مَّعَرَّةٌ ۢبِغَيْرِ عِلْمٍ). 

“Dan kalau bukanlah karena ada beberapa orang beriman laki-laki dan perempuan yang tidak kamu ketahui, tentulah kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesulitan tanpa kamu sadari”.

Liyudkhilallaahu fii rahmatihii man yasyaa’ 

(لِيُدْخِلَ اللّٰهُ فِيْ رَحْمَتِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُۚ). 

“Karena Allah hendak memasukkan siapa yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya.”

Kenapa kita perlu memahami ini semua?

Even in a clear cut case like Makkah, where you can say that the people of Makkah are kuffaar, Allah will never guide them, they deserve punishment, just write them off, even then Allah says there might be somebody who Allah will enter into His mercy, and there are those who might believe.

Bahkan dalam kasus yang jelas seperti Makkah, di mana Anda mengira bahwa semua orang Makkah adalah kafir, bahwa Allah tidak akan pernah membimbing mereka, bahwa mereka pantas mendapatkan hukuman, bahwa sebaiknya kita habisi saja mereka, bahkan kemudian Allah berfirman bahwa ada seseorang yang akan Allah masukkan ke dalam rahmat-Nya, dan ada orang yang beriman di antara mereka .

Apa poinnya?

Saat kita membuka mush-haf Al-Qur’an dan membaca alladziina kafaruu (الَّذِيْنَ كَفَرُوْا), mereka yang tidak beriman, maka ayat itu context-based

Untuk menginterpretasikan ayat itu, harus dipelajari konteksnya. 

Most of the time, it’s referring to very-very bad people. 

Sering kali, ayat itu merujuk pada orang yang sangat-sangat jahat.

It’s not referring to just any non muslims.

Ayat seperti itu tidak mengacu pada sembarang non muslim.

It’s referring to the worst of them.

Ayat seperti itu merujuk pada yang terburuk di antara mereka.

Maka saat kita membaca atau mendengar alladziina kafaruu (الَّذِيْنَ كَفَرُوْا), tidak bisa kita mengartikannya sebagai siapa saja yang non muslim.

▶️ Yang hidup bermasyarakat dengan baik. 

▶️ Tetangga kita non muslim yang baik. 

▶️ Atau bahkan saudara kita non muslim yang juga baik, jika ada. 

Mereka tidak layak mendapatkan label alladziina kafaruu (الَّذِيْنَ كَفَرُوْا).

Yang layak untuk mendapatkan label itu adalah those who have been the most stubborn

Mereka yang paling keras kepala. Mereka yang tidak pernah mau bergeser sejengkal pun dari posisi kekafiran mereka. 

Maksudnya adalah mereka yang ketika kita ingatkan secara baik-baik, sama saja dengan jika kita tidak mengingatkan mereka sama sekali. 

Pokoknya mereka tidak mau dengar. 

Siapa yang paling bertanggung jawab dalam hal ini?

Ya mereka sendiri.

Mereka yang keras kepala itu. 

Mereka telah diingatkan. Tapi mereka tidak pernah menggubris peringatan apa pun. 

Kebaikan dan kesungguhan kita untuk membantu mereka keluar dari lumpur, itu semua ga ngaruh buat mereka. 

Itulah alladziina kafaruu  (الَّذِيْنَ كَفَرُوْا).

Jadi kita harus menyadari bahwa alladziina kafaruu (الَّذِيْنَ كَفَرُوْا) bukanlah light term

Bukanlah istilah atau kata-kata yang ringan. 

Mungkin ringan saat diucapkan, tapi frasa alladziina kafaruu (الَّذِيْنَ كَفَرُوْا) itu berat. 

Sungguh berat.

Dan sudah pasti kata-kata itu tidak diucapkan dengan penuh kasih sayang.

Ketika Allah menyebut seseorang dengan sebutan kafir, ini adalah sebutan yang terburuk yang diberikan kepada orang itu. 

Di awal-awal Al-Baqarah, ada ayat-ayat tentang orang-orang yang beriman (those who believe). 

Apa makna dari sebutan orang-orang yang beriman ini? Apakah mereka adalah seratus persen mukmin? 

Kita bahas lebih dalam insyaa Allaahu ta’aalaa ba’da zhuhur.

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV > Surahs > Deeper Look > 03. Al-Baqarah (Ayah 4-7) – A Deeper Look (39:57 – 42:09)


Materi VoB Hari ke-128 Siang | Muslim Sebelum Syahadat

Oleh: Heru Wibowo

#TuesdayAlBaqarahWeek19Part2

Part 2

بسم الله الرحمن الرحيم

Orang-orang yang beriman artinya bisa dua: 

1️⃣ yang sudah terang-terangan beriman (believers) dan 

2️⃣ yang belum beriman tapi punya kans untuk menjadi mukmin (potential believers).

Siapakah potential believers itu? 

Yaitu mereka yang perilakunya mengindikasikan orang yang bertakwa tapi belum punya iman.

Mereka adalah orang-orang Kristen, orang-orang Yahudi, mereka yang masuk Islam belakangan. 

Dan saat mereka mendekati Islam, lalu akhirnya mereka bersyahadat, Qur’an mencatat testimoni mereka.

Apa yang mereka katakan?

Inilah rekaman di Qur’an tentang apa yang mereka katakan:

innaa kunnaa min qablihii muslimiin 

(اِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلِهٖ مُسْلِمِيْنَ). 

”We are already muslim before this”.

“Kami sudah menjadi muslim sebelum ini.”

(QS Al-Qashash, 28:53)

Mereka mengaku bahwa mereka sebenarnya sudah menjadi muslim bahkan sebelum mereka mengucapkan dua kalimat syahadat. 

Ini Qur’an yang bilang ya. 

Qur’an yang bilang

Jadi tidak main-main. 

Sebelum mengikrarkan syahadat, mereka sudah lebih dulu muslim.

Mengapa?

Karena mereka sebelumnya termasuk potential muslim

Belum tampak sebagai muslim pada awalnya, tapi belakangan mereka menjadi muslim.

Apa itu artinya?

Artinya, Islam selalu ada di hati mereka. 

Jadi, saat kita ketemu dengan kata-kata alladziina kafaruu (الَّذِيْنَ كَفَرُوْا) di Qur’an, lalu kita menyederhanakan maknanya, kita anggap bahwa itu artinya adalah semua non muslim yang ada di muka bumi, maka kita sedang punya masalah yang serius.

Bahkan para sahabat Rasulullah di masa itu pun tidak akan berpikiran seperti itu.

Bahkan para sahabat pun berpendapat bahwa label kafir itu disematkan hanya untuk pentolan-pentolan Yahudi. 

Yaitu: those who are the most adamant against the deen.

Mereka yang paling bersikeras melawan Islam.

Sayangnya kita sering terlalu menyederhanakan masalah ini. Sehingga banyak masalah yang terjadi. 

⏸️⏸️⏸️⏸️⏸️

Contohnya, salah satu masalah yang terjadi adalah ketika seseorang masuk Islam. Dan keluarganya adalah non muslim. 

Sang mu’allaf bilang, ”I worry about my family.”

“Saya mengkhawatirkan keluarga saya (yang belum memeluk Islam).”

Terus kita bilang ke dia, innalladziina kafaruu sawaa-un ‘alayhim 

(اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْ). 

A-andzartahum am lam tundzirhum laa yu’minuun 

(ءَاَنْذَرْتَهُمْ اَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ). 

Kita bilang ke dia, ”Ga perlu khawatir, Bro. Kamu beri dakwah atau tidak, mereka tidak akan beriman. Biarkan mereka. Tinggalkan mereka.” 

Atau, “Kamu jangan lagi mencintai ibumu. Karena ibumu masih memeluk Kristen. Jangan mencintai orang yang menentang Allah.” 

⏸️⏸️⏸️⏸️⏸️

Hmmm.

What kind of nonsense is this?

Omong kosong macam apa ini?

What kind of poison are we giving people?

Racun macam apa yang kita berikan kepada mereka?

Is this what our deen teaches?

Inikah yang diajarkan agama kita?

Ini namanya melecehkan ajaran agama kita sendiri.

Dan juga: melecehkan sejarah.

Coba kita tengok sejarah, sekarang.

Ibrahim ’alayhis salaam, apakah beliau tidak cinta, tidak sayang, kepada ayah beliau?

Beliau sangat-sangat mencintai dan menyayangi ayah beliau.

Sampai di ujung paling akhir.

Sampai Allah akhirnya meminta beliau untuk meninggalkan ayahandanya.

Sampai Allah meminta beliau untuk tidak lagi memohonkan ampunan.

Nuh ’alayhis salaam, apakah beliau tidak cinta, tidak sayang, kepada putra beliau?

Selama 950 tahun lamanya, beliau tidak cinta, tidak sayang, kepada keluarga beliau sendiri?

Sampai di ujung paling akhir.

Sampai Allah menegaskan: innahuu laysa min ahlik (اِنَّهٗ لَيْسَ مِنْ اَهْلِكَ). 

“Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu.”

Mengapa Allah tidak menurunkan penegasan itu 100 tahun sebelumnya? 

Atau 200 tahun sebelumnya? Atau 500 tahun sebelumnya?

What kind of preaching is this, that you tell people, “Because you are a believer, you have to have hatred for non muslims”?

Dakwah macam apa ini, ketika kita bilang ke mereka, “Karena kamu adalah seorang mukmin, maka kamu harus membenci semua non muslim”?

Bahkan kita menyuruh sang mu’allaf untuk membenci dan memusuhi keluarga sendiri?

It’s ridiculuos!. Konyol itu!

Absolutely ridiculuos! Benar-benar konyol!

Lalu bagaimana agama Allah yang lurus ini disebarluaskan ke seluruh manusia?

Jika setiap ada yang masuk Islam, lantas memutuskan tali hubungannya dengan siapa pun yang belum mengimani kebenaran Islam?

Al-Qur’an, pedoman hidup, petunjuk-Nya, adalah hadiah untuk seluruh umat manusia. 

Bagaimana cara mereka terhubung dengan petunjuk-Nya?

Melalui kita-kita yang muslim.

Maka, dapatkah dibenarkan jika kita sebaiknya memusuhi dan membenci mereka?

Mengapa Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam berdiri, saat ada jenazah Yahudi yang lewat? 

Saat itu para sahabat terheran-heran, “Itu kan Yahudi? Kenapa kita harus berdiri?”

Rasulullah justru balik bertanya kepada para sahabat, “Bukankah itu anak keturunan Adam?”

Rasulullah berdiri, untuk menghargai kemanusiaan. 

Laqod karromnaa banii aadam (لَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ). 

Ya, benar, musyrikun itu dipermalukan. 

Ya, benar, orang-orang kafir itu dibenci di Al-Qur’an.

Tapi tidak semuanya adalah kuffaar.

Kita harus ekstra hati-hati memasang label itu.

Tidak semua dari mereka adalah orang kafir.

Jadi, siapa yang kuffaar?

The worst of the enemies of this deen.

Yaitu musuh-musuh terburuk dari agama ini.

Yaitu mereka yang telah mendemonstrasikan kebencian terhadap Islam.

Yaitu mereka yang telah menebar racun kepada umat Islam.

Barulah kita boleh keras kepada mereka.

Tapi perlu diingat dan kita camkan baik-baik yang satu ini.

The second they take syahadah, fa ikhwaanukum fiddiin.

Sejahat-jahatnya mereka, ketika tiba saatnya mereka mengikrarkan syahadah, maka mereka adalah sahabat kita dalam Islam.

Beberapa tahun yang lalu ustaz pernah menghadiri sebuah konvensi perdamaian.

Beliau bertemu dengan seorang politisi dari Swiss yang suka menumpahkan kata-kata beracun kepada Islam  dan menghina Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam.

Tapi di acara itu beliau mengikrarkan syahadat.

Yang dimaksud ustaz adalah Daniel Streich, yang menjadi terkenal karena penentangannya terhadap masjid di tanah airnya, Swiss.

Dia sudah 180 derajat berubah. Dia kini memeluk keyakinan yang pernah dia caci maki.

Apakah tetangga kita yang non muslim pernah sejahat Daniel Streich?

Apakah saudara kita yang non muslim pernah sejahat Daniel Streich?

Seperti apa sih kejahatan Daniel Streich?

Ini dia contohnya, yang pernah dimuat di arabnews.com. 

Daniel Streich was a member of the Swiss People’s Party in Switzerland. A well-known politician, Streich led the calls for a ban on minarets across Switzerland. He was active in building anti-Muslim sentiments throughout Switzerland.

Daniel Streich adalah anggota Partai Rakyat Swiss. Tentu saja di negaranya, Swiss. Seorang politisi yang terkenal. Streich memimpin seruan untuk melarang bangunan menara masjid di seluruh Swiss. Dia aktif menyuarakan sentimen anti-Muslim di seluruh Swiss.

Ustaz bertemu dengan Daniel Streich di konferensi itu. Bahkan putranya juga hadir di situ, dan mengikrarkan syahadat juga. 

Fa ikhwaanukum fiddiin (فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ). 

Streich dan putranya adalah saudara-saudara kita seagama.

Saat Streich masih memusuhi Islam, komen seperti apa yang muncul di YouTube yang menayangkan kejahatannya?

“Semoga Allah mengutuknya!”

“Semoga seluruh umat manusia mengutuknya!”

“Semoga Allah melemparkannya ke neraka!”

“Semoga Allah membakarnya di jahanam!”

Kata-kata seperti itulah yang kita lontarkan.

Tapi apa yang Allah lakukan?

Kisah Streich yang pernah menyerukan penolakan pendirian bangunan menara masjid ini mirip kisah Umar sebelum masuk Islam.

Allah melakukan hal yang sama terhadap Streich dan terhadap Umar radhiyallaahu ‘anhu.

Kenapa ya, kita tiba-tiba berubah menjadi sinting kalau ada orang-orang yang menentang Islam?

Santai, Bro. 

Kita tidak pernah tahu hati mereka nantinya akan condong ke mana.

Sekarang, kita lanjutkan ke Al-Baqarah ayat berikutnya. 

Khatamallaahu ‘alaa quluubihim (خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ). 

Kata khatam (خَتَمَ) artinya adalah to seal. Menyegel. Menutup dengan segel. 

Apakah khatam adalah satu-satunya kata yang digunakan di Qur’an yang berarti menyegel? 

Nantikan pembahasannya lebih lanjut insyaa Allaahu ta’aalaa ba’da ‘ashar.

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV > Surahs > Deeper Look > 03. Al-Baqarah (Ayah 4-7) – A Deeper Look (42:09 – 46:37)


Diskusi & Tanggapan VoB Hari ke-128 Siang | Muslim Sebelum Syahadat

Arif Kelana:

Pernah baca bahwa arti kafir sesungguhnya adalah tertutupi dari hidayah.

Jadi sebutan kafir di Al Quran adalah sebutan yg lembut bukan ungkapan kasar.

Mungkin berbeda pengertian dengan yang kalangan umum mengerti tentang kafir, bahwa kafir adalah ungkapan utk orang yg berbeda aqidah.

Jadi bagaimana kita seharusnya menempatkan arti kafir itu secara Al Quran atau secara pengertian orang umum?


Materi VoB Hari ke-128 Sore | Khatama dan Thaba’a

Oleh: Heru Wibowo

#TuesdayAlBaqarahWeek19Part3

Part 3

بسم الله الرحمن الرحيم

Kata khatama (خَتَمَ) bukan satu-satunya. Ada dua kata di Al-Qur’an yang artinya sama-sama menyegel. Satu lagi adalah thaba’a (طَبَعَ).

Seperti sungai yang meluap. Tak mampu lagi menampung volume air. 

Atau botol yang terus diisi air sampai penuh. Sampai airnya luber ke luar botol. 

Itulah thaba’ (طَبَعَ).

Artinya: terisi penuh.

Khatam (خَتَمَ) tidak seperti itu. Beda dengan thaba’ (طَبَعَ).

Ada beberapa contoh penggunaan kata khatam (خَتَمَ).

Saat belum ada dokumen elektronik, surat ditulis tangan atau diketik dan dimasukkan amplop. 

Lalu amplopnya disegel dengan lilin. Segel ini disebut khatam (خَتَمَ).

Jadi tidak berarti amplopnya penuh berisi surat. Hanya saja, amplop itu disegel karena suratnya sudah selesai ditulis.

Tidak ada kata-kata yang perlu ditambahkan. Tidak perlu lagi pengeditan terhadap isi suratnya.

Konsep khatam (خَتَمَ) sebenarnya sama dengan tutup kontainer. Masakan sudah matang dan supaya tidak cepat dingin, dikasih tutup. Itulah khatam (خَتَمَ).

Jadi tidak berarti isinya sudah penuh. Tapi sudah selesai masaknya. 

Kalau belum selesai masaknya, belum ditutup. Belum khatam.

Nah. Sudah jelas sekarang bedanya. 

Kalau thaba’ (طَبَعَ), ditutup karena sudah penuh. 

Kalau khatam (خَتَمَ), ditutup karena sudah selesai atau sudah matang.

Khatamallaahu ‘alaa quluubihim. Allah sudah memberikan segalanya. Tapi mereka tidak pernah mau melatih hatinya. Selesai sudah. 

Peluang demi peluang sudah Allah berikan. Tapi manusianya tidak mau berusaha. 

Waktunya sudah habis. Saatnya Allah menyegel. Menutup kesempatan untuknya.

Apakah Allah jahat? 

Na’uudzubillaahi min dzaalik. Allah tidak pernah menggunakan segel, kecuali manusianya yang keras kepala. 

Di materi sebelumnya, di Part 2, kita sudah membahas model manusia yang adamant atau keras kepala seperti ini.

Apakah kita berpikir Allah bermain-main dengan segel?

Na’uudzubillaahi min dzaalik

Ar-rahmaan Ar-rahiim tidak mungkin melakukannya.

Apakah kita berpikir bahwa Allah memasukkan manusia ke surga, dan melemparkan yang lainnya ke neraka, itu seperti main undian?

Na’uudzubillaahi min dzaalik. Yang bermain-main itu manusia. Yang tidak mau melatih hatinya. Menjauhi ruuh surgawi. Malah condong ke nafsu duniawi.

Muhammad Rateb Al Nabulsi, seorang ulama besar dari Syria memberikan analogi ini. 

Sebuah mobil seharusnya diisi bahan bakar yang seharusnya. Bisa bensin, Pertamax, atau Pertamax Plus.

Tapi tangki bensin itu malah kita isi air garam. Mesin mobil ga mau dihidupkan dan kita bilang, “Allah berkehendak mobilnya tidak bisa dijalankan.”

Mesin mobil, supaya beroperasi dengan normal, ada SOP-nya. Melanggar SOP berarti kita sedang cari perkara.

Iya, memang sih, Allah berkuasa atas segala sesuatu.

Mau diisi dengan bensin dengan angka oktan yang sangat tinggi seperti V-Power sekalipun, kalau Allah memutuskan mobilnya tidak jalan, ya tidak akan jalan.

Iya, benar, tapi itu kan kondisinya sangat spesial.

Misalnya mobilnya kena petir sehingga merusakkan sirkuit elektrik yang membuat mesin mobilnya tidak bisa dihidupkan.

Jadi, jika kita mengisi tangki bensin dengan minyak jelantah, jangan salahkan Allah jika mesin mobil ga bisa dihidupkan. 

Kitalah yang membuat mobil tidak bisa berfungsi dengan baik karena tidak mengikuti SOP pengisian bahan bakar.

Kita kena diabetes bukan karena malaikat menginjeksi kita diam-diam dengan bibit penyakit diabetes. 

Sementara itu kita terus-menerus mengonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dan rendah serat. 

Yang berarti, kita telah memicu tubuh kita sendiri untuk mudah terkena diabetes.

Tetap saja ada hal-hal yang bisa kita kendalikan. Kitalah yang bertanggung jawab terhadap diri kita jika penyakit itu dipicu oleh perilaku atau kebiasaan kita.

Ada orang yang tidak ingin kolesterolnya tinggi tapi tidak mau mengonsumsi makanan yang sehat. Kerjaannya hanya duduk dan tidur. Tidak mau berolahraga. 

Saat terkena serangan jantung, dia bilang, ”Qadarullaah, ini sudah takdir-Nya. Ini sudah ketentuan Allah.”

Kurangi duduk dan tidur. Keluar rumah, jalan sehat. Jangan lupa pakai masker. Itu yang seharusnya dia lakukan.

Mungkin memang ada sakit yang disebabkan karena faktor keturunan. Tapi jika kita sakit karena perilaku kita sendiri, tidak benar jika kita bilang takdir. Yang berarti, menyalahkan Allah. 

Kita tidak peduli dengan mobil kita, mobilnya bermasalah.

Kita tidak peduli dengan kesehatan kita, penyakit menghampiri.

Prinsip yang sama juga berlaku di ranah spiritual.

Ketika kita tidak peduli dengan hati kita, tidak melatih kekuatan hati kita untuk menerima pesan-pesan ilahiah.

Ketika kita tidak berusaha untuk mengingat-Nya.

Ketika kita tidak berusaha untuk terhubung dengan-Nya.

Ketika kita tidak mematuhi hukum-hukum Allah.

Ketika kita terus-menerus melupakan Allah.

Akan ada konsekuensi di hati kita.

Jika saatnya tiba, Allah bisa saja menyegel hati kita.

Na’uudzubillaahi min dzaalik. Jangan sampai itu terjadi.

Kalau kita orangnya bertanggung jawab, kita tidak akan pernah menyalahkan Allah. 

Khatamallaahu ‘alaa quluubihim (خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ). Allah mengunci mati hati mereka. 

Apakah terjadi begitu saja?

Tidak mungkin.

Lihat ayat sebelumnya.

Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wasallam memberi mereka peringatan.

Tapi ga ngefek. Ga ngaruh.

Diberi peringatan atau tidak, sama saja.

Jadi mereka tidak ada usaha sama sekali untuk menerima pesan-pesan Allah.

Karena keras kepala yang keterlaluan, akhirnya Allah memasang segel itu. 

Mereka itu seperti orang yang terkena diabetes stadium 4 tapi masih nekat makan roti cokelat dan minum susu tinggi lemak. 

Khatamallaahu ‘alaa quluubihim (خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ). 

Sekarang kita bahas kata quluub.

Apa makna kata quluub?

Kita bedah lebih dalam makna quluub insyaa Allaahu ta’aalaa minggu depan.

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV > Surahs > Deeper Look > 03. Al-Baqarah (Ayah 4-7) – A Deeper Look (46:37 – 51:58)


Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team

Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s