[VOB2020] Kebebasan yang Semu


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-113
Topik : Pearls from Al Fatihah
Senin, 12 Oktober 2020

Materi VoB Hari ke-113 Pagi | Kebebasan yang Semu

Oleh: Heru Wibowo
#MondayAlFatihahWeek17Part1

Part 1

Begitulah para siswa di Amerika. Saat ustaz pindah sekolah ke sana. Tidak ada seragam. Mereka berpakaian sesukanya. 

Mereka bahkan dengerin musik saat pelajaran berlangsung. Tinggal pasang headset atau earphones

Kadang dengerin pelajaran sambil jalan. Kadang sambil ngobrol. 

Mereka juga bebas pakai bahasa apa saja. Kadang bahasa gaul. Kadang bahasa jalanan. Tidak harus bahasa resmi.

Begitu bebasnya. 

Amerika adalah tentang kebebasan.

Awalnya ustaz ‘terpana’ dengan kebebasan itu. Sampai sekitar dua atau tiga bulan kemudian. Saat ustaz menyadari sesuatu.

Yaitu bahwa mereka itu sebenarnya adalah budak. 

Mereka diperbudak oleh kebiasaan mendengarkan musik cadas yang keras. 

Mereka diperbudak oleh kebiasaan cara berpakaian aneh yang sama.

Mereka diperbudak oleh tato dengan corak tertentu yang sama.

Mereka diperbudak oleh cara berpakaian, cara berbicara, gaya berjalan yang sama.

Mereka diperbudak oleh kebiasaan nongkrong di cafe yang persis sama.

Mereka yang fanatik dengan musik hip hop, diperbudak oleh pola kebiasaan yang sama.

Dan jika ada yang ingin bergabung ke geng mereka, dia harus siap diperbudak untuk mengikuti aturan yang sama.

Dia harus mengenakan ‘seragam’ seperti yang mereka kenakan.

Mereka telah diperbudak oleh budaya tertentu.

Budaya yang dianut oleh kelompok itu. 

Kadang ada seseorang yang sangat ingin bergabung ke kelompok itu.

Begitu tinggi hasratnya sehingga apapun dia lakukan asalkan dia diterima.

Jika tidak diterima, dia merasa kurang berharga sebagai manusia.

Sehingga dia memaksakan dirinya untuk menyerupai mereka.

Terpaksa harus begitu.

Karena kalau tidak, pikirnya, siapa yang akan suka dengan dirinya?

Ckckck.

Manusia itu punya delusi. Khayalan. Pikiran atau pandangan yang tidak rasional. Angan-angan tentang kebebasan. 

Padahal sejatinya kebebasan itu tidak pernah ada.

Mereka semua yang tampaknya hidup dalam kebebasan itu, sebenarnya tenggelam dalam kebebasan yang semu.

Manusia pasti akan berada dalam posisi diperbudak.

Mungkin diperbudak oleh budaya tertentu.

Mungkin diperbudak oleh uang.

Diperbudak uang bisa membuat kita salah jalan. Bukan kita yang memiliki uang. Tapi uang yang memiliki kita.

Manusia juga bisa diperbudak oleh mode.

Diperbudak oleh penampilan diri.

Manusia juga bisa diperbudak oleh birahi kekuasaan.

Diperbudak oleh jabatan dan reputasi.

Ada yang menyelenggarakan pesta yang megah. Oh, bukan. Ternyata kalimat yang lebih tepat adalah: Ada yang menyelenggarakan pesta yang lebih megah. 

Karena tidak ‘rela’ dan ‘gatal’ melihat ada orang lain yang bisa menyelenggarakan pesta yang megah.

Dokter kulit tidak bisa menyembuhkannya, karena yang ‘gatal’ adalah hatinya. 

Dia berpikir, harus dia, harus dia yang pestanya paling megah. Begitulah. Dia telah diperbudak oleh keakuannya.

Apa yang terjadi sesungguhnya? Di pesta yang paling megah itu? Apakah dia pemilik pesta termegah? 

Bukan. Bukan dia yang memiliki pesta itu. Tapi pesta itulah yang memilikinya.

Tapi tidak banyak orang yang menyadari hal ini.

Mungkin termasuk kita juga.

Saat Allah menawarkan kepada kita sebentuk ‘perbudakan’ kepada-Nya, yang ditawarkan adalah ‘perbudakan’ yang jenisnya beda.

Jenis ‘perbudakan’ yang seperti apa?

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV  / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 02. Al-Fatihah – A Deeper Look (18:07-20:08)


Materi VoB Hari ke-113 Siang | Tuhan yang Semu

Oleh: Heru Wibowo
#MondayAlFatihahWeek17Part2

Part 2 

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Yang jelas, beda. Saat kita menerima tawaran Allah, untuk menjadi hamba-Nya, kita merasakan sebuah bentuk ‘perbudakan’ yang berbeda. Yang membebaskan kita dari segalanya.

Actually the real freedom in this world is slavery to Allah.

Sebenarnya kebebasan sejati di dunia ini adalah penghambaan diri kepada Allah.

Because when someone becomes a slave of Allah, then they are not a slave of fashion, they are not a slave to fit in with everybody else, they’re not a slave of money, they’re not a slave of their job, they’re not a slave of what society says about them, they don’t care about any of that. They’re free from so many pressures.

Karena saat seseorang menjadi hamba Allah, maka dia tidak lagi menjadi budak mode, dia tidak lagi menjadi budak untuk didikte orang lain, dia tidak lagi menjadi budak uang, dia tidak lagi menjadi budak pekerjaan, dia tidak menjadi budak apa kata orang, dia tidak lagi mengurusi berbagai jenis perbudakan semu apa pun. Dia telah terbebas dari begitu banyak tekanan yang biasanya orang rasakan. 

Dia telah terbebas dari begitu banyak beban yang ‘memakan’ kehidupannya.

Tidakkah kita menyaksikan orang-orang yang hancur hidupnya gara-gara tekanan yang mereka terima dari masyarakat? 

Memaksakan diri untuk membeli rumah, padahal sebenarnya tidak mampu, gara-gara ada tekanan dari orang lain?

Memaksakan diri untuk membeli mobil, padahal sebenarnya tidak mampu, gara-gara ada tekanan dari orang lain?

Menikah dengan seseorang yang tidak disukai, gara-gara ada tekanan dari orang lain?

Mereka tidak bebas.

Mereka tidak merasakan kebebasan.

Agama kita, apa yang dilakukannya?

Satu-satunya yang bisa membuat kita bahagia adalah siapa?

Hanya Allah.

Jika kita benar-benar menghambakan diri kepada Allah, kita akan merasakan kebebasan yang sejati. Kita terbebas dari tekanan siapa pun. Membuat kita bahagia.

Untuk alasan itulah kita akan menghargai alhamdulillaahi Rabb

Karena manusia sungguh-sungguh menikmati kebebasan. 

Karena kitaita benar-benar menikmati kebebasan.

Dan satu-satunya kebebasan yang sejati yang bisa kita nikmati di dunia ini sebenarnya adalah penghambaan kita kepada Allah, Rabb kita.

Segala sesuatu yang lain hanya tampak sebagai kebebasan di luarnya saja.

Tapi sebenarnya semua yang lain itu adalah perbudakan. Realitasnya adalah perbudakan. 

Orang-orang yang tampak bebas itu, mereka adalah budak-budak yang sebenarnya.

اَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُۗ

Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhannya. (QS Al-Furqan, 25:43)

Mereka mungkin tahu Allah itu ada.

Tapi mereka tidak menjadikan Allah sebagai tuhan yang sejati.

Mereka justru menjadikan keinginannya sebagai tuhan.

Tuhan yang semu. 

Itulah dia. Itulah tragedi hidup. Orang yang diperbudak oleh keinginannya. Keinginan diri sendiri. Maupun ‘keinginan’ orang-orang di lingkarannya.

Itulah tragedi hidup. Tragedi orang-orang yang melarikan diri dari satu-satunya yang bisa memberi mereka kebebasan sejati. Menjauh dari Rabb yang Maha Segalanya.

Dia adalah Rabb dan kita adalah ’Abd

Apa makna kata ’Abd?

Penyembah.

Hmmm.

Makna itu kurang tepat. 

Apa makna ’Abd lebih tepatnya?

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV  / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 02. Al-Fatihah – A Deeper Look (20:08-22:06)


Materi VoB Hari ke-113 Sore | Selamanya Hamba

Oleh: Heru Wibowo
#MondayAlFatihahWeek17Part3

Part 3

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

’Abd artinya ‘hamba’. Bukan ‘penyembah’.

Beda ya?

Iya, beda. Lebih tepatnya, ‘penyembahan’ adalah bagian dari ‘penghambaan’.

Seorang hamba tetaplah seorang hamba saat dia tidur. 

Seorang hamba tetaplah seorang hamba saat dia bangun tidur.

Seorang hamba tetaplah seorang hamba di akhir minggu maupun di hari kerja.

Seorang hamba tetaplah seorang hamba saat kena macet yang parah.

Seorang hamba tetaplah seorang hamba saat berdiri shalat.

Seorang hamba tetaplah seorang hamba saat kulineran bersama teman-teman.

Apa pun yang mereka lakukan, dan kapan pun mereka melakukannya, seorang hamba adalah seorang hamba. 

Itulah ‘abd.

Itulah ‘hamba’.

Bagaimana dengan ‘penyembah’?

Seorang penyembah hanyalah seorang penyembah saat sedang menyembah.

Jadi, beda.

Kita adalah seorang hamba, kapan pun dan selamanya.

Kita adalah seorang penyembah, hanya paruh waktu. Kita adalah part time worshipper.

Kita menjadi penyembah Allah ketika waktu ‘ashar barusan.

Kita lalu rileks dari menyembah Allah sekarang dan sekitar dua jam lagi.

Kita kembali menjadi penyembah Allah ketika waktu maghrib tiba nanti.

Kira-kira satu jam setelahnya kita menjadi penyembah Allah lagi, saat waktu ’isya’ tiba.

Kita berhenti menjadi penyembah Allah saat kita tidur nanti malam.

Untungnya, hubungan kita dengan Allah bukan sekadar sebagai penyembah.

Hubungan kita dengan Allah tidak dibatasi lima kali sehari saja.

Atau, mungkin sedikit lebih banyak karena kita tekun menjalankan shalat-shalat sunnah di luar shalat-shalat wajib kita.

Ada sebuah label yang sudah menempel pada diri kita.

Yaitu bahwa kita adalah hamba-Nya.

Label itu ada bersama kita kapan saja.

Label itu ada bersama kita ke mana pun kita melangkah.

Kita adalah hamba-Nya, selalu untuk selamanya.

Sayangnya, banyak di antara kita yang telah mereduksi hubungan itu menjadi hanya penyembahan. 

Ya, hanya penyembahan.

Yang beberapa kali sehari saja.

Di luar itu, kita ‘bebas’.

Di luar itu, kita ‘bablas’.

Nastaghfirullaahal ‘azhiim.

Padahal sebenarnya penyembahan, atau saat-saat di mana kita menghadap-Nya dalam shalat, adalah instrumen yang mengingatkan kita bahwa saat-saat di luar penyembahan itu, kita juga adalah hamba-Nya.

Bukan: Kita shalat lalu di luar shalat kita ‘bebas’.

Tapi: Penyembahan itu ada untuk meneguhkan hati kita bahwa di luar waktu shalat, kita adalah hamba-Nya.

Anda sedang bekerja atau Anda sedang nonton film. Lalu terdengar suara azan. Anda pause dulu pekerjaan atau filmnya. Anda bergegas menuju masjid. 

Setelah shalat, Anda berpikir, “Alhamdulillah sudah gugur kewajiban. Sekarang aku bisa melakukan apa pun yang ingin aku lakukan. Karena aku sudah memenuhi shalat yang Allah wajibkan.

Bukan begitu. 🙈🙈

Anda menghadap-Nya saat shalat, artinya Allah mengingatkan Anda bahwa setelah shalat, Anda seharusnya hidup sesuai dengan apa yang Allah tuntunkan. 

Sehingga, seusai shalat, Anda menjadi seorang hamba yang lebih baik.

Itulah poinnya kenapa Anda shalat.

Setiap beberapa jam, Anda dianggap telah lupa bahwa Anda adalah hamba-Nya.

Maka Anda perlu diingatkan.

Shalat itu untuk mengingatkan Anda, supaya Anda tidak lupa bahwa Anda adalah hamba-Nya, selalu dan selamanya.

Selanjutnya, berikut adalah fakta yang menarik.

Seorang hamba, saat dia berdiri di hadapan-Nya, ada disiplin-disiplin tertentu yang harus ditaatinya. 

Seorang hamba harus menunjukkan kedisiplinan dirinya.

Dia berdiri dan fokus menghadap-Nya.

Tidak tengok kiri tengok kanan.

Tidak ngobrol dengan yang lain.

Disiplinnya utuh dan mutlak di hadapan Allah.

Seakan-akan tubuh kita, untuk beberapa menit saat shalat itu, benar-benar tunduk dan tak berdaya.

Kita bahkan seperti sedang tidak pegang kemudi.

Diri kita berada di bawah kendali disiplin shalat.

Artinya, saat ada orang yang ngajak ngobrol, kita tidak bergeming.

Hape kita bergetar, mungkin ada teman kita yang nelpon, tapi kita diam saja.

Tapi kadang ada juga sih, orang yang mengangkat panggilan telpon seperti itu, lalu berbisik lirih, “Aku sedang shalat maghrib sekarang.” Langsung tutup telpon dan “Allahu Akbar”, lanjut ruku’.

🙈🙈

Kita tidak begitu kan, ya?

Kita tidak menyentuh hape sama sekali, meski getarannya terasa di saku.

Kita, beda kan ya?

Bahkan mungkin kita tidak merasakan getaran sama sekali karena hape sudah kita matikan.

Kita mungkin bahkan tidak membawa hape masuk ke masjid; kita tinggal hape di dalam mobil.

Karena kita ingin mengikuti seorang sahabat yang saat melepas sandalnya tepat sebelum memasuki masjid seraya berdoa, 

“Ya Allah, dengan melepas sandal ini, aku lepas juga semua ikatanku dengan dunia. Aku ingin menemui-Mu. Aku ingin bercakap-cakap dengan-Mu. Hanya dengan-Mu.”

Sahabat tadi, menjadikan aktivitas melepas sandal sebagai simbol lepasnya hubungan dia dengan dunia. Dan fokus seratus persen untuk menghadap-Nya.

Kita juga tidak memeriksa barisan shaf dari jamaah yang lain.

Kita juga tidak sok jadi asisten imam, ikut-ikutan merapikan barisan.

Kita hanya fokus menghadap-Nya.

Tubuh kita tunduk sepenuhnya.

Mulut kita tunduk sepenuhnya.

Kedua mata kita tunduk sepenuhnya.

Menakjubkan ya?

Jika ada seseorang yang ingin tahu seperti apa penghambaan itu.

Jika ada yang bertanya-tanya, adakah seorang hamba yang secara tepat melakukan apa yang Tuhannya minta untuk dia lakukan, dan kapan saatnya hal itu harus dilakukan.

Maka shalat adalah sebuah contoh, sebuah demonstrasi yang sebenarnya dari penghambaan kepada Allah.

Demonstrasi praktis setiap hari.

Yang merangkap sebuah pengingat tentang siapa kita, posisi kita terhadap-Nya, dan konsekuensi status sebagai hamba, termasuk bagaimana seharusnya kita bersikap.

Alhamdulillah.

Sampai di sini, selesai sudah ulasan kita tentang Rabb

Insya Allah kita lanjutkan dengan al-’aalamiin.

Bagaimana penjelasannya?

💎💎💎💎💎

Sumber: Bayyinah TV  / Quran / Deeper Look / 1. Al-Fatihah / 02. Al-Fatihah – A Deeper Look (22:06-24:52)

Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya. Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.

Jazakumullahu khairan 

Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s