[VoB2020] Tak Kenal Maka Tak Sayang


Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-103

Topik: Pearls from Al-Kahfi

Jum’at, 02 Oktober 2020

Materi VoB Hari ke-103 Pagi | Tak Kenal Maka Tak Sayang

Ditulis oleh: Wina Wellyanna

#FridayAlKahfiWeek15Part1

Part 1

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ

Mengapa sang mahasiswa punya anggapan bahwa Al-Qur’an tidak menarik?

Karena sang mahasiswa akan membandingkan gaya bahasa Al-Qur’an dengan literatur modern.

Tidak adil membandingkan karya literatur satu dengan literatur lainnya, karena setiap literatur ini unik dan punya standar pada masanya masing-masing.

Al-Qur’an luar biasa mengagumkan dari sisi literasinya sebab Al-Qur’an turun di bumi arab dimana pada masanya setiap peradaban memiliki gayanya sendiri.  

Entah itu peradaban Arab, peradaban Persia, peradaban Romawi, peradaban Eropa, tiga peradaban yang disebut terakhir sudah ratusan tahun dan tentunya memiliki standar literaturnya sendiri-sendiri.

Ketika peradaban Persia (masyarakatnya) mengenal Al-Qur’an, mereka menyadari bahwa Al-Qur’an ini mengagumkan!

Ini berarti di standar peradaban lainpun Al-Qur’an memenuhi hal-hal yang menjadi ukuran literatur high quality.

Kemudian para mufasirun negeri Persia mulai menafsirkan Al-Qur’an sangat berbeda dengan bagaimana masyarakat Arab menafsirkan tentang Al-Qur’an, sebagaimana perspektif mereka terhadap literatur.

Ketika mahasiswa masa kini mempelajari sastra modern atau literasi modern, selalu pastinya yang terbaik adalah bagian dari Al-Qur’an.

Jika kita pernah mendengar Story Night ustaz NAK pasti bisa related kesini atau contoh lain ketika film modern membuat cerita, alurnya atau dialognya pasti ada elemen dari Al-Qur’an.

Dialog yang hanya ada di Al-Qur’an karena biasanya orang jaman dulu enggak ngobrol dengan gaya yang demikian tapi masih dijadikan acuan untuk sekolah-sekolah yang mempelajari akting.  

Jadi memang Al-Qur’an itu timeless atau abadi.

Meski mungkin saat ini kita belum bisa paham sehingga belum sebegitu menghargai gaya bahasa Al-Qur’an, paling tidak kita paham gaya bahasa Arab asli.

Dan gaya bahasa Arab asli tertuang dalam puisi-puisi mereka.

Tapi ya, kalau kita enggak tertarik dengan gaya bahasa puisi Arab kuno atau enggak punya referensi dimana harus membacanya, akan sulit menangkap apa yang menjadi standar sastra Arab kuno ini atau apa yang membuat sebuah karya sastra itu dianggap ‘keren’ oleh mereka.

Sumber: Bayyinah TV > Quran > Surahs > Deeper Look > Al-Kahf > Al-Kahf 1 > 03. Quranic Linguistics – Al-Kahf – A Deeper Look > (31:51-34:10)

(bersambung in syaa Allaahu ta’aalaa ba’da Zhuhur)


Materi VoB Hari ke-103 Siang | Imanku Jadi Goyah

Ditulis oleh:  Wina Wellyanna

#FridayAlKahfiWeek15Part2

Part 2

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ

Jika ingin memahami standar literasi Arab, maka kita harus memiliki rasa ketertarikan pada puisi lama bahasa Arab.

Meski sebetulnya literatur lama bahasa Arab ini sudah enggak terlalu digunakan lagi di literatur modernnya.

Mungkin hanya beberapa persen grammar yang digunakan di Al-Qur’an adalah grammar yang bisa diterapkan sehari-hari, bahkan penulisan artikel pun enggak terlalu menggunakan grammar.

Sekian tentang halaqah kompleksitas dan kerumitan bahasa Arab.

🍁🍁🍁

Tapi yang lebih rumit lagi adalah, kita mengenal profesor dari Universitas Georgetown yang titlenya Ph.D di bidang Sastra Arab dan Timur Tengah, atau Profesor Harvard yang menulis tentang literatur Bahasa Arab Al-Qur’an.

Sebut lagi Profesor dari Universitas Chicago, dan ada beberapa lagi yang cukup terkenal.

Ketika mereka membahas tentang literatur bahasa Arab, Ustaz NAK melihat ada kecenderungan kalau bisa dibilang keganjilan yang sama dari pembahasan mereka.

Tahun 1998, Ustaz pernah menghadiri sebuah konvensi di satu Universitas, dimana mereka membuat surat yang semisal Al-Qur’an.

Sebagai jawaban dari tantangan di Al-Qur’an

‘buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’ân itu’ (QS. Al-Baqarah, 2:23).

The-so-called Surat Muslim ini di print dalam selembar kertas dan dibagikan kepada mahasiswa-mahasiswa Muslim, lengkap dengan tulisan mushaf Ustmani dan berima.  

Kemudian di balik lembaran kertas ini, mereka membuat analisa kesalahan grammar dalam Al-Qur’an.

Di ayat ini, harusnya singular bukan pair.

Di ayat lain, dimana bentuknya rafa’ padahal seharusnya nasb.

Kata di ayat ini harusnya bukan feminine tapi maskulin.

Dan banyak lainnya, listnya panjang deh.

Mereka yang baru satu semester belajar bahasa Arab tentu akan terbelalak dan mengatakan: “oh iya, betul juga analisanya” atau

“Oh, sekarang imanku jadi goyah, karena ternyata Al-Qur’an banyak salah”

Benarkah Al-Qur’an banyak salahnya?

Sumber: Bayyinah TV > Quran > Surahs > Deeper Look > Al-Kahf > Al-Kahf 1 > 03. Quranic Linguistics – Al-Kahf – A Deeper Look > (34:11-36:30)

(bersambung in syaa Allaahu ta’aalaa ba’da Ashar)


Materi VoB Hari ke-103 Sore | We Do Not See Things As They Are, We See Things As We Are

Ditulis oleh:  Wina Wellyanna

#FridayAlKahfiWeek15Part3

Part 3

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ

Pertama kita harus pahami, ketika kita belajar grammar literatur Arab modern, hanya seukuran kecil grammar yang kita pelajari, kemudian ustaz NAK menunjukkan spasi yang sedikit direnggangkan antara ibu jari dan jari telunjuk beliau 🤏🏻.    

Dan ketika kita belajar grammar literatur Arab klasik, kurang lebih baru mencapai dua kali lebih dalam dari ukuran grammar literatur Arab modern.

Setelah melalui beberapa waktu, barulah kita ketahui grammar bahasa Arab klasik dalamnya melebihi lautan.

Jadi, ketika kita mempelajari grammar literatur Arab modern, dan kita mengaplikasikannya ke Al-Qur’an tapi apa yang Al-Qur’an gambarkan enggak bisa matching dengan pengetahuan kita.

Kemudian kita memaksakan isi Al-Qur’an dengan frame kita.  

Semisal, kita baru saja mencetak foto keluarga ukuran 30R (75 cm x 100 cm), ya sangat sangat besar sekali ini fotonya.

Kemudian kita memiliki frame yang ukurannya 10 cm x 15 cm, kebayang kan kalau fotonya tentu enggak akan muat masuk ke dalam frame?

Para profesor ini mungkin memiliki gelar Ph.D, tapi Ph.D untuk pengetahuan yang tidak dia ketahui, khususnya tentang literatur Arab klasik.

Yang jadi ironi kemudian, contoh-contoh yang para profesor ini ambil adalah contoh ayat yang justru secara literatur klasik adalah contoh yang paling menakjubkan grammarnya.  Ironis ya 😅😅😅.

Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.

Para cendekia muslim sendiri memilih untuk tidak usahlah memberi perhatian kepada tuduhan-tuduhan profesor ini.

Mereka lebih memilih menjelaskan kenapa Allah memilih feminin di kata ini dan bukan maskulin, padahal kita akan menebak harusnya maskulin kalau dengan ilmu grammar dasar.

Tapi ketika kita mencapai pemahaman grammar advance lihatlah betapa menggunakan feminin lebih memiliki arti menakjubkan alih-alih maskulin.

Dan kita kemudian bisa kembali terbelalak dan berkata:

“Wogh, ini sih beneran kalam dari Tuhan deh, enggak mungkin manusia bisa terpikir seperti ini”.

Pengalaman spiritual ini hanya bisa didapatkan jika kita memahami grammar advance literatur Arab.  

Kita bisa mengarungi pengalaman menyelam di lautan penuh mutiara.

Sumber: Bayyinah TV > Quran > Surahs > Deeper Look > Al-Kahf > Al-Kahf 1 > 03. Quranic Linguistics – Al-Kahf – A Deeper Look > (36:31-38:01)

(bersambung in syaa Allaahu ta’aalaa minggu depan)

***

Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team

Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s