[BMW2020] Melawan Diri Sendiri


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

 

Allah menciptakan manusia dengan segala kekurangannya. Dalam QS An Nisa: 28 Allah menyebutkan bahwa manusia diciptakan lemah. Haus, lapar, adalah kode dari tubuh yang berarti tubuh butuh makan dan minum. Maka kita harus mengisi kekurangan itu. Tubuh kita membutuhkan makanan karena energinya kita perlukan untuk beraktivitas. Allah berfirman bahwa Ia menciptakan malam untuk istirahat. Artinya tubuh kita pun perlu waktu untuk diisi kembali pasca beraktivitas. Demikian pula emosi. Kita memiliki beberapa emosi. Kadang-kadang kita ini terlalu serius memikirkan soal matematika hingga akhirnya pikiran pun lelah butuh istirahat. Atau bisa jadi ketika kita merasa stress, jenuh, lelah, penuh dengan perasaan negatif sehingga harus ada jeda yg perlu kita luangkan untuk mengisi kekosongan itu. Upaya untuk mengambil jeda ini tentu tidak sama pada setiap individu. Ada yang menghibur diri dengan jalan-jalan di taman, naik sepeda, main basket, bahkan ada pula yang mengambil jalan haram seperti minum minuman beralkohol ataupun narkoba. Kesemuanya adalah wujud I need to recharge myself.

Dalam dunia kesehatan, kita dianjurkan untuk self care – peduli pada diri sendiri – dengan  mengonsumsi makanan yang baik, istirahat yang cukup, dan olahraga. Hal tersebut sejalan dengan nilai-nilai islami, Allah sudah mengaruniakan kita tubuh yg sehat maka kita harus menjaganya. Karena Allah pun kelak akan menanyakan apakah nikmat yang Ia berikan sudah dijaga dengan baik. Pun halnya dengan kesehatan mental. Kita perlu melakukan sesuatu yang membuat kita kembali rileks. Tetapi ada satu dimensi yang mungkin terlewat tentang hal ini.

Dalam diri kita ada cahaya ruh yang selalu terhubung dengan Allah. Ada dua cahaya: cahaya ruh dan cahaya melalui perkataan Allah (QS At Taghabun:8). Cahaya dalam diri kita sama halnya dengan tubuh yang kadang melemah, ia juga bisa meredup. Maka kita perlu kembali me-recharge-nya. Dan mengisinya yaitu dengan word of Allah. Manusia diciptakan saling membutuhkan satu sama lain. Misalnya anak membutuhkan ibunya, suami-istri saling memiliki perasaan ingin dihargai dan dicintai. Ruh kita dari Allah. Maka kebutuhannya pun bersumber dari Allah.

Lalu mengapa kita belum juga menemukan kedamaian? Bisa jadi, karena jiwa kita sedang butuh Allah, tetapi kita justru melakukan sesuatu yang melanggar kebutuhan itu. Jiwa kita memanggil menuju cahaya Allah, tetapi kita memilih arah yang bersimpangan dengan panggilan itu. 

Matahari-Bulan, Siang-Malam, Langit-Bumi

Surat Asy Syams mengandung metafor yang indah tentang penyucian jiwa. Allah memulai surat ini dengan enam ayat tentang ciptaan Allah yg saling kontras tapi berharmoni. Inti surat baru dimulai pada ayat ketujuhnya yaitu tentang jiwa.

وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا – وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا – وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا – وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا – وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا – وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا – وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا – فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا – 

Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari,

demi bulan apabila mengiringinya,

demi siang apabila menampakkannya,

demi malam apabila menutupinya (gelap gulita),

demi langit serta pembinaannya (yang menakjubkan),

demi bumi serta penghamparannya,

demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya,

maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaannya

(QS Asy Syams 1-8)

 

Allah bersumpah atas matahari. Ada bulan yang mengorbit matahari. Lalu siang kembali menampakkan matahari yang bersinar gagah. Malam pun tiba menutupi matahari. Langit yang menakjubkan. Bumi yg dihamparkan. Allah menyebutkan dua hal yang masing-masing bertentangan tetapi sempurna saling berharmoni. Matahari-bulan, siang-malam, langit-bumi. Ada keseimbangan pada semua hal tersebut. Orang-orang bumi mungkin kacau balau, tetapi matahari tetap akan terbit pada waktunya. Siang-malam mungkin bergeser, tetapi tidak akan berubah. Tidak ada satu hari yang hanya siang terus-menerus. Keduanya silih berganti. Langit dan bumi pun berbeda. Tetapi langit mencurahkan hujan sehingga bunga-bunga bermekaran hingga akhirnya menguap menjadi hujan dari langit. Deskripsi ini sesungguhnya adalah metafora. Allah ingin menunjukkan pada kita, bahwa keseimbangan itu tidak hanya ada pada semesta, sebenarnya juga ada dalam diri kita. 

Sayangnya kita sering kesulitan menemukan keseimbangan itu. Ada orang-orang yang berlebihan memikirkan masa depan, ada yang memiliki kesedihan berlarut-larut, kekhawatiran yang tidak kunjung usai. Ada orang-orang yg tidak ingin terus-menerus memikirkan masalah mereka, tetapi justru mereka merusak kesehatan mereka dengan makanan dan minuman yang tidak baik. 

Ayat kedelapan surat Asy Syams Allah menyebutkan dua hal yang harus kita seimbangkan. Allah mengilhamkan pada diri kita jalan kejahatan (fujur) dan taqwa. Kata fujur dalam bahasa Arab berasal dari kata fajr. Fajr bisa kita sebut ledakan. Seperti dalam QS al Baqarah:60 Nabi Musa memukul batu lalu memancar dua belas mata air Allah sebut فَانفَجَرَتْ. Langit malam ketika terbelah karena pagi menjelang disebut fajar. Jadi dalam diri manusia ada sesuatu yang berpotensi meledak sewaktu-waktu untuk melakukan perbuatan semau gue. Sama halnya binatang. Hewan bisa sewaktu-waktu menerkam musuhnya jika terancam. Mekanisme manusia pun sama. Ia bisa melakukan hal-hal di luar kendalinya. Ada potensi untuk meledak, tetapi bedanya dengan binatang, selain fujur, Allah juga menganugerahkan taqwa. Allah anugerahkan kemampuan untuk mengontrol ledakan tersebut pada diri manusia. 

Seperti mobil, ada gas ada juga rem. Tanpa gas mobil tidak bisa bergerak. Tanpa rem mobil bisa menabrak. Maka sebenarnya fujur dan taqwa itu dibutuhkan manusia. Fujur ini tidak hanya tentang marah, tetapi juga rasa takut, kesedihan, kekikiran, dan segala kecenderungan perilaku negatif. Tetapi jika kita tidak bisa mengontrol diri sendiri dengan taqwa, maka bisa terjadi ledakan sewaktu-waktu.

Manusia memiliki kebutuhan dasar yang berbeda dengan binatang. Kebutuhan didengar, diterima, untuk tidak terus-menerus disebut kesalahannya, kebutuhan berbicara, dicintai, kebutuhan untuk tidak dihakimi. Kucing, anjing mungkin tidak akan peduli jika ia diabaikan. Allah menciptakan manusia saling membutuhkan satu sama lain. Manusia, jika lawan bicaranya sibuk melihat layar hp, bisa jadi ia merasa kecewa. Ketika kebutuhan dasar itu tidak terpenuhi kondisinya semacam kita sangat lapar tetapi tidak ada makanan. Badan sudah terasa begitu lelah tetapi tidak bisa tidur. Maka orang akan melakukan sesuatu untuk mengisi gap itu. Lalu cahaya Allah kembali memanggil. Menerangi kita mana yg boleh/tidak kita lakukan.

Misalnya ketika perasaan tidak didengarkan itu muncul, halal bagi kita mencari seseorang tempat bercerita, tapi menjadi haram jika kita salah memilih tempat bercerita. Sesungguhnya masih ada cahaya pada diri kita, ada petunjuk dari Allah sebelum kita sampai mengirim pesan pada orang yang salah. Ketika konflik itu terjadi pada diri kita ada setan yang juga berusaha agar kita mengikuti jalannya. Setan menawarkan solusi yang terlihat lebih mudah dan menyenangkan untuk dilakukan. Sedang jalan Allah tampak sulit tetapi itulah jalan yang berkah.

Silih bergantinya siang dan malam, demikian pula jiwa manusia. Pada suatu waktu ada kondisi yang menempatkan kita pada kondisi tergelap kita. Layaknya malam menutup matahari. Tetapi, di tengah kelam malam sesungguhnya masih ada rembulan yang memantulkan cahaya matahari meski temaram.  Maka tugas kita adalah mengontrol konflik di dalam diri, mewujudkan keseimbangan fujur dan taqwa menuju cahaya Allah.

Kembali datang ke hadapan Allah 

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ – ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً 

Wahai jiwa yang tenang

Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya. 

 (QS Al Fajr 27-28)

Tentu tidak sama come back to Allah versimu dan versiku. Masing-masing kita memiliki perjalanan dan kisah hidup yang berbeda. Lalu bagaimana kita tahu bahwa kita sedang berada pada track-nya? Yaitu hati yang ridho dan diridhoi-Nya. Hati yang ridho atas apapun ketetapan Allah sekalipun kita berada dalam kondisi sulit. Serta memastikan bahwa setiap yang kita perbuat bahwa  Allah ridho, Allah pun senang terhadap yang kita lakukan. 

فَادْخُلِي فِي عِبَادِي -وَادْخُلِي جَنَّتِي 

Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu

Dan masuklah ke dalam surgaKu

(QS Al Fajr 29-30)

Urutan ayat ini menarik karena Allah tidak menyebut masuk ke dalam surgaKu dahulu baru ayat masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu, tetapi sebaliknya. Sungguh kedamaian dan ketenangan batin itu ada karena kita memilih menghamba seutuhnya. Ketika kita memilih mengikuti cahaya Allah saat konflik itu hadir dalam diri kita, then you know what jannah is. Masalah yang kita hadapi bisa jadi sangat runyam dan semrawut. Tetapi ada ketenangan pada diri kita karena masalah itu justru mendekatkan kita pada Allah. Dan yang ditawarkan Allah ini spesial karena Allah gunakan kata kepemilikan, jannati (surga-Ku), tidak sekadar masuklah ke dalam surga. Allah menawarkan secara langsung surgaNya yang Ia ciptakan dengan segala keistimewaannya untuk hamba-hambaNya yang berhasil menang. Perjuangan untuk tidak menurutkan hawa nafsu dan selalu kembali pada Allah.

 


Ditulis oleh: Vivin Ardiani


Referensi:
https://www.youtube.com/watch?v=NJqJzI5kGbI&t=1486s

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s