بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-85
Topik: First Ayahs of Fatiha
Senin, 14 September 2020
Materi VoB Hari ke-85 Pagi | Fleksibilitas dalam Alhamdulillah
Oleh: Indri Djangko
#MondayAlFatihahWeek13Part1
Pagi ini kita hanya akan melanjutkan pelajaran tentang kalimat informatif dan ekspresif.
Untuk mengingat penjelasan tentang hal tersebut, selengkapnya kita bisa buka lagi tulisan pekan lalu dengan hashtag #MondayAlFatihahWeek12Part3.
Bukankah jika Hamd sebagai sifat Allah ditambahkan اِنَّ dan menjadi ‘innalhamdalillah‘ (اِنَّ الحَمْدَ لله) lebih tegas dan powerful? Indeed, for sure Hamd belongs to Allah.
Tapi kenapa tidak menggunakan bentuk innalhamdalillah ya?
Pertanyaan lain pekan lalu, apakah Alhamdulillah termasuk kalimat informatif atau kalimat ekpresif?
Pada ekspresi ‘ Oh, meennnn! 😲’, tidak ada benar atau salah. Ungkapan ini tidak berbentuk informasi.
Ungkapan-ungkapan lain bisa dengan mudah kita identifikasi, apakah termasuk informasi atau ekspresi emosi saja.
Lalu bagaimana dengan Alhamdulillah? Hamd belongs to Allah.
Jika ada seseorang berkata kepada kita ” hey, praise belong to someone else“, lalu kita berkata “No, actually praise belong to Allah“.
Apa yang baru saja kita lakukan? Kita memberikan informasi. Jadi, dalam konteks ini, Alhamdulillah adalah kalimat informatif.
Tapi dalam konteks lain, misalnya, ketika Ustaz Nouman bertanya kepada kita apakah Hamd itu noun atau verb,
kemudian salah satu dari kita mengangkat tangan dan menjawab dengan benar dan berkata ” Alhamdulillah”,
Maka saat itu, Alhamdulillah menjadi kalimat untuk menunjukkan ekspresi emosi kelegaan. Bentuknya ekspresif.
Dari dua contoh tersebut, yang Ustaz Nouman coba sampaikan adalah bahwa Alhamdulillah dapat digunakan sebagai kalimat informatif maupun ekspresif. Fleksibel.
Ketika seorang dosen mengajar tentang Alhamdulillah, dia memberi informasi.
Ketika seseorang berdiri dalam salatnya dan menangis ketika membaca Alhamdulillah, maka dia sedang mengekspresikan emosinya.
Sudah clear, ya?
Lalu bagaimana dengan pertanyaan “kenapa tidak menambahkan اِنَّ untuk menegaskan? اِنَّ الحَمْدَ لله .
Dalam kaidah dasar bahasa Arab, ketika menggunakan inna , for sure, kita sedang memberi tahu bahwa informasi yang kita bawa sangat benar.
Kita sedang menjamin kebenaran informasi, bukan menjamin kebenaran ekspresi.
Allah tidak menggunakan inna pada ayat pertama QS Al-Fatihah untuk menjamin fleksibilitas ungkapan Alhamdulillah,
Fleksibilitas ini tidak akan ada pada ungkapan innalhamdalillah yang hanya berbentuk khabariyah atau informational sentence.
Melalui Alhamdulillah, Allah menjaga bentuknya agar tetap bisa menjadi informasi maupun ekspresi, tergantung konteks.
Selain bentuk Alhamdulillah, dan innalhamdalillah, coba kita ingat kembali, ada bentuk lain kah untuk mengungkapkan Hamd?
Bagaimana dengan kalimat Hamd yang sering kita ucapkan saat takbiran hari raya? Apakah termasuk dua bentuk tadi atau beda lagi?
Sumber: Bayyinah TV – Quran – Surahs – Al-Fatihah – Al-Fatihah – A Deeper Look
(30.43-33.08)
Bersambung insya Allah ba’da Zhuhur.
😇😇😇
Diskusi dan Tanggapan VoB Hari ke-85 Pagi | Fleksibilitas dalam Alhamdulillah
Siti:
A new learning for me.… nominal sentence atau frase kalimat nominal Alhamdulillaah …. bisa berupa informasi (di dalam Al fatihah) dan juga sekaligus ekspresi kalau kita mengucapkannya..
The power of Arabic language ..
Thanks for the knowledge team!
Jazaakumullaahu khayran katshiiran..
Materi VoB Hari ke-85 Siang | ‘Hanya’ yang Tidak Sekadar Hanya
Oleh: Indri Djangko
#MondayAlFatihahWeek13Part2
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Allaahu Akbar.. Allaahu Akbar… Allaahu Akbar.
Laa Ilaaha illallahu, Allaahu Akbar.
Allaahu Akbar, …
Apa lanjutannya?
Wa lillaahilhamd.
📢📢📢
Wait, wa lillaahilhamd?
Bukan Alhamdulillah?
Bentuk baru lagi ya?
Lillaahilhamd diperoleh dari membalik susunan Alhamdulillah. Harusnya artinya sama, al-Hamd adalah milik Allah, atau kalau dibalik, milik Allah-lah al-Hamd (itu).
Kalo dalam bahasa Inggrisnya, Hamd belongs to Allah, or, to Allah, Hamd belong.
Ya, kan?
Dalam versi bahasa Inggris, atau bahasa Indonesia, kelihatannya sama, cuma dibalik saja urutannya.
Tapi dalam bahasa Arab, ternyata ada perbedaan antara dua kalimat tersebut.
Ketika sebuah susunan kalimat diubah, dalam hal ini menjadi lillaahilhamd, ada sebuah makna yang ditambahkan.
Sederhananya, ada kata yang ditambahkan yaitu, hanya (only).
Sebenarnya sih istilah teknisnya adalah al-ikhtishash, tapi Ustaz Nouman mencoba membuatnya sederhana dan mudah dipahami audiens.
Jadi, untuk saat ini, perubahan susunan dari Alhamdulillaah menjadi lillaahilhamd, berarti menambahkan ‘only’, ya.
Jika kita berkata lillaahilhamd, itu berarti, Hamd hanya milik Allah
Btw, Ustaz terus menggunakan kata Hamd, dibanding harus memanjangkan menjadi praise and thanks, sebagaimana penjelasan yang kita dapatkan di sesi-sesi sebelumnya.
Ada penekanan disini, al-Hamd, hanyalah milik Allah. Only.
Kemudian muncul pertanyaan, lalu mana yang lebih powerful?
Bukankah ketika kita bilang ‘Hamd only belongs to Allah’ lebih powerful?
Ketika kita hanya bilang al-Hamd adalah milik Allah, bukankah terkesan umum, biasa, dan tidak ada yang istimewa?
Lalu mengapa QS Al-Fatihah ayat pertama ini tidak menggunakan ‘lilaahilhamdu rabbil ‘aalamiin’?
👌🏻👌🏻👌🏻
Mungkin kita sejak kecil sudah mendengar bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang sempurna.
Kata-kata yang digunakan adalah yang paling tepat, sudah seharusnya seperti itu, dan kita tidak bisa mengganti kata-kata yang sudah ada di dalam Al-Qur’an.
Lalu mengapa kita masih harus mempertanyakan? Astaghfirullah, ga boleh gitu, ga boleh ragu. Udah, ga usah tanya-tanya kayak begitu, lah.
Hehe, kita mempertanyakan dalam rangka belajar. Boleh dong kita penasaran.
Lagipula, Allah meminta kita untuk menjelajahi Al-Qur’an, untuk mengapresiasi dan menyadari bahwa memang semuanya sudah perfect. Sudah sesuai tempatnya.
Membuat kita mengakui bahwa Al-Qur’an ini benar-benar sempurna.
Sehingga sah-sah saja jika kita punya pertanyaan seperti ‘mengapa QS Al-Fatihah ayat pertama ini tidak menggunakan ‘lilaahilhamdu rabbil ‘aalamiin?’
🧐🧐🧐
Hamd only belongs to Allah.
فَلِلَّهِ الْحَمْدُ رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَرَبِّ الْأَرْضِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Di akhir-akhir QS al-Jatsiyah, tepatnya ayat ke-36. Allah menggunakan fa lillaahilhamd.
Kata ‘hanya’ dalam case ini tidak sekedar hanya. ‘Hanya’ ternyata membuat perbedaan besar.
Di sesi selanjutnya, dengan mengambil contoh QS al-Jatsiyah, Ustaz Nouman akan menunjukkan perbedaan besar hanya karena kata ‘hanya’.
———————————-
Sumber: Bayyinah TV – Quran – Surahs – Al-Fatihah – Al-Fatihah – A Deeper Look
(33.08-36.35)
Bersambung insya Allah ba’da Ashar
🔊🔊🔊
Diskusi dan Tanggapan VoB Hari ke-85 Siang | ‘Hanya’ yang Tidak Sekadar Hanya
Hafni:
My Lord..
My Beloved..
Only You…
The only You..
You’re the One and Only..
Only You..
🎼❤️
Siti:
MashAllaah … smart sekali bahasa Arab dalam membedakan ekspresi sebuah kata.. Kalau bahasa Indonesia di bolak-balik ..asal unsur kata atau kalimatnya sama, artinya sama ..
Ternyata Bahasa Arab .. grammatical-nya so…. smart …
*understanding Arabic with VoB …
Hafni:
👍🏾👍🏾👍🏾
Materi VoB Hari ke-85 Sore | The Natural Conclusion
Oleh: Indri Djangko
#MondayAlFatihahWeek13Part3
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Ustaz Nouman memulai penjelasan dengan perumpamaan cerita sehari-hari di dalam rumahnya.
Ustaz datang ke rumah dan mendapati anak-anaknya memainkan iPad beliau.
Padahal Ustaz sudah berpesan agar anak-anaknya tidak menyentuh iPad itu.
Salah satu anak Ustaz, Hulya, sedang asyik bermain iPad, sementara anak yang lainnya menyaksikan.
“Hulya, kenapa kamu memainkan iPad Ayah?”.
“Bukan hanya aku yang bermain iPad ini, Ayah. I wasn’t the only one😖”, bela Hulya dengan nada memelas.
💬💬💬
Ia tidak berkata ‘bukan aku’, tapi dia berkata ‘bukan hanya aku’.
Apa artinya? Itu berarti “Ayah baru saja memergoki aku bermain. Tapi Imad sudah duluan bermain, Husna sudah dapat giliran paling lama, Walid juga sudah dapat giliran, dan aku yang terakhir. Dan sekarang aku yang mendapat masalah?”
Hanya dengan mengatakan ‘I wasn’t the only one’, ia bisa sekaligus membeberkan tentang anak-anak Ustaz yang lain, tanpa menyebutkan “Yang bermain bukan hanya aku. Husna, Huda, Imad, Walid, dan Iman juga bermain”.
Dia tidak perlu menyebut nama mereka satu per satu. Hanya dengan menambahkan kata ‘hanya’, sudah menjelaskan bahwa semuanya terlibat.
💬💬💬
Sekarang, sama juga, ketika kita berkata Hamd hanyalah milik Allah. Ada sesuatu yang kita komunikasikan tanpa mengatakannya, bahwa:
Al-Hamd hanyalah milik Allah (bukan milik yang lain, al-Hamd tidak dimiliki oleh yang lainnya)
Dengan kata lain, ketika kita menggunakan kata ‘only’ (dalam konteks al-ikhtishash ini, ya), berarti kita sedang berdebat dengan pihak lain.
Karena bisa saja orang tersebut mengatakan ‘baiklah, Hamd memang milik Allah, tapi bisa jadi Hamd juga menjadi milik yang lain’.
Dan kita kekeuh ‘ no, no, no, Hamd hanyalah milik Allah’.
Ini mengindikasikan adanya konflik, ada ketidaksetujuan, ada debat.
Dan saat berdebat, kita perlu mengoreksi argumen lawan. Dalam konteks ini, satu-satunya cara mengoreksi adalah dengan menegaskan bahwa Hamd itu hanya milik Allah saja.
Harus menggunakan kata ‘hanya’. Karena jika kita bilang “Hamd adalah milik Allah”, mereka akan bilang juga “Ya memang, tapi juga berarti bisa milik berhala, milik Yesus, dan lain sebagainya”.
Mereka akan sesuka hati menambahkan apapun untuk menjadi tandingan bagi Allah.
Sekarang mari kita ke QS al-Jatsiyah yang menggunakan ‘fa lillaahilhamdu …’ di ayat ke-36-nya.
Jika kita perhatikan dari awal sampai akhir QS al-Jatsiyah, surah ini mendebat orang-orang yang melakukan kesyirikan.
Sehingga di akhir surah, tidak cukup mengatakan Hamd belongs to Allah. Para musyrikin ini perlu mendapat penegasan bahwa Hamd, only belongs to Allah.
Lalu, mari kita balik lagi ke QS Al-Fatihah.
Apakah Al-Fatihah adalah sebuah debat? Apakah di dalam Fatihah ada perdebatan dengan seseorang?
Nope.
Al-Fatihah, adalah suara petunjuk yang berasal dari dalam diri setiap orang.
Allah meletakkan sesuatu di dalam diri manusia dan mereka bisa mengenali bahwa itu dari Allah, itulah fitrah, yang memang sudah ada dalam diri kita.
Jauh di dalam lubuk hati kita, sesuai fitrah, tidak ada perdebatan Tuhan itu ada atau tidak, atau apakah kita harus memuji-Nya atau tidak.
Di dalam hati kita, perdebatan itu sebenarnya tidak pernah ada.
Dan sejak surah al-Fatihah yang menyentuh sifat dan fitrah manusia, tidak ada lagi alasan untuk mengakui ada Hamd untuk pihak lain selain kepada Allah.
Awal surah dan awal dari Al-Qur’an sudah dimulai dengan Alhamdulillah, dan tidak ada lagi perdebatan, tidak perlu ada argumen.
Alhamdulillah is the natural conclusion.
———————————-
Sumber: Bayyinah TV – Quran – Surahs – Al-Fatihah – Al-Fatihah – A Deeper Look
(36.35-40.45)
Bersambung insya Allah pekan depan
📝📝📝
Diskusi dan Tanggapan VoB Hari ke-85 Sore | The Natural Conclusion
Syarifah:
MasyaAllah 🥺
Hafni:
MashaaAllah. 👍🏾👍🏾👍🏾
Al Fatihah is the true guidance from one’s heart
One of the habits of highly effective people written by Stephen Covey is Inside Out not “Outside In”.
I do agree and keep applying the concept of Inside Out
Thank you for the VoB teams who reveal that the Inside Out is the teaching of Allah SWT in His Book.
✍️😊🌹
***
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah