بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-74
Topik: Divine Speech
Kamis, 03 September 2020
Materi VoB Hari ke-74 Pagi | Mengikat Simpul
Ditulis oleh: Icha Farihah
#ThursdayDivineSpeechWeek11Part1
Part 1
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ
Pembahasan kali ini adalah tentang ungkapan “mengikat simpul.”
Ungkapan ini terdapat pada Surat Az-Zukhruf ayat 79,
أَمۡ أَبۡرَمُوٓاْ أَمۡرٗا فَإِنَّا مُبۡرِمُونَ
Di dalam ayat ini, ada kata yang diulang dua kali yaitu abrama (أبرم).
Menurut Ustaz Nouman, kata abrama (أبرم) merupakan kata yang menarik dalam bahasa Arab.
Ustaz memberikan prolog sebelum masuk ke penjelasan makna kata ini secara harfiah.
Di era modern, ketika kita membangun sebuah gedung, kita menahan bangunan supaya kokoh dengan membuat tiang. Tiang biasanya terbuat dari baja, beton, dan bahan kokoh lainnya.
Ada berbagai macam cara agar tiang-tiang dapat menahan bangunan. Misalnya, dengan meletakkan beton, mengelas, menyambung satu dengan yang lainnya, dan lain-lain.
Tapi, di masa lalu, cara orang-orang membuat sebuah bangunan sangat jauh berbeda. Mereka biasa membuat tiang dengan meletakkan dua balok kemudian diikat dengan tali.
Tali seperti apa yang seharusnya digunakan? Tali yang kuat atau lemah?
Tentunya, tali yang sangat kuat. Supaya tidak mudah putus dan terpisah.
Kita tidak menggunakan tali yang kendur dan lemah. Karena bangunan akan mudah runtuh dan membahayakan orang-orang yang ada di dalam bangunan tersebut.
Jadi, mereka benar-benar mengikatnya dengan tali dan simpul yang kuat.
Mereka mengikat dan membelit dua balok itu dengan tali yang kuat secara berulang-ulang. Diikat di bagian bawah, tengah, atas. Dililit hingga tidak ada pergerakan dari balok-balok tersebut.
Kata abrama (أبرم) secara harfiah memiliki arti mengikat dengan simpul. Tying with knots.
Tiap ikatan simpul itu berbeda.
Misalnya, antara mengikat simpul untuk sepatu dan mengikat simpul untuk bangunan.
Ketika kita mengikat tali sepatu, kita ikat dengan simpul yang mudah dilepas. Karena kita tidak menggunakan sepatu terus-menerus. Kita akan melepas dan memakainya kembali. Sehingga simpul sepatu bersifat sementara.
Sedangkan, ketika mengikat tali untuk sebuah bangunan, simpulnya berbeda. Simpulnya harus kuat, tidak boleh terlepas. Simpul bangunan bersifat permanen.
Nah, kata abrama (أبرم) digunakan untuk mengikat sesuatu yang tujuannya permanen.
Al-Qur’an memilih kata ini untuk menggambarkan atau menanyakan kepada orang-orang yang berbuat syirik, yaitu orang-orang Makkah atau suku Quraisy.
Allah memberikan pertanyaan retorik kepada mereka,
أَمۡ أَبۡرَمُوٓاْ أَمۡرٗا
“Sudahkah mereka mengikat simpul ketika harus mengambil keputusan?”
Bagaimana maksudnya?
InsyaAllah bersambung ba’da zhuhur
Sumber: Bayyinah TV > Course > Divine Speech > 03. The Quran is Beyond Explanation (00:00-02:30)
Materi VoB Hari ke-74 Siang | Dua Simpul
Ditulis oleh: Icha Farihah
#ThursdayDivineSpeechWeek11Part2
Part 2
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ
أَمۡ أَبۡرَمُوٓاْ أَمۡرٗا
“Sudahkah mereka mengikat simpul ketika harus mengambil keputusan?”
Maksud dari penggalan ayat ini adalah…
Apakah para kaum musyrikin telah membuat keputusan paling akhir bahwa mereka tidak akan menerima Islam?
Apakah mereka telah membuat keputusan terakhir bahwa mereka benar-benar tidak akan kembali kepada Islam?
Apakah tekad mereka sudah bulat untuk tidak mempertimbangkan apa yang Rasulullaah shalallaahu ‘alayhi wa salam sampaikan tentang Islam?
Ayat ini tidak membicarakan tentang konstruksi sebuah bangunan. Tidak tentang mengikat balok. Tidak juga tentang tali.
Pembicaraan yang ada adalah tentang keputusan.
Terkadang kita membuat keputusan, tapi kita tidak terlalu yakin dengan keputusan itu.
Kita masih goyah. Kita mencoba untuk mempertimbangkan kembali, kita mencoba untuk mendengarkan saran atau alasan, dan kita juga bisa menarik kembali apa yang kita putuskan tersebut.
Sebaliknya, terkadang kita juga membuat keputusan yang kita sangat yakin seratus persen. Kita merasa sangat teguh pada keputusan itu.
Melalui ayat ini, Allah mengajukan pertanyaan yang sangat kuat kepada kaum Quraisy,
“Apakah mereka telah membuat keputusan bahwa mereka tidak memedulikan apa yang disampaikan oleh Rasul dan tentang ayat yang turun?”
Perlu diingat bahwa Allah tidak memberikan pernyataan. Melainkan, Allah memberikan pertanyaan kepada mereka tentang keputusan tersebut.
Apakah itu yang benar-benar mereka inginkan?
Jika, iya. Maka, Allah mengatakan,
فَإِنَّا مُبۡرِمُونَ
“Lalu kami juga mengikatkan simpulnya.”
Jika mereka, para kaum musyrikin, telah mengikat tali mereka, Allah juga mengikat tali-Nya.
Ada dua perbandingan dalam ayat ini. Yaitu, tali mereka dan tali Allah. Ada mereka yang mengikat simpul mereka, ada Allah yang mengikat simpul-Nya.
Ketika mereka mengikat simpul mereka. Artinya, mereka itu keras kepala dan tetap ingin melakukan syirik.
Mereka tidak mau menerima Islam, Al-Qur’an, dan pesan dari Rasulullah shalallaahu ‘alayhi wa salam.
Lalu, Allah katakan kepada mereka bahwa Dia juga akan mengikat simpul-Nya secara permanen.
Mereka yang menginginkan simpul tersebut terikat, maka Allah juga meyakinkan bahwa simpul-Nya pun akan terikat tepat di atas simpul mereka.
Di beberapa tempat dalam Al-Qur’an, Allah mengatakan bahwa Dia-lah yang menutup hati mereka. Hati mereka tersegel dan terkunci. Di saat keadaan seperti itu, tidak ada lagi kesempatan untuk mereka.
Kata ‘terkunci’ pada ayat ini digambarkan sebagai tali yang terikat. The rope is tied.
Apa pelajaran yang bisa kita ambil dari ayat ini?
In syaa Allah bersambung ba’da ashar
Sumber: Bayyinah TV > Course > Divine Speech > 03. The Quran is Beyond Explanation (02:30-04:28)
Diskusi dan Tanggapan VoB Hari Ke-74 Siang | Dua Simpul
Agus Subagio:
Masya Allah…
Materi VoB Hari ke-74 Sore | Simpul dan Sesal
Ditulis oleh: Icha Farihah
#ThursdayDivineSpeechWeek11Part3
Part 3
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ
Bagian yang paling luar biasa dari ayat ini adalah bukan hanya tentang perbandingan antara mengikat simpul dan dua macam simpul saja.
Ada bagian lain yang indah, tetapi juga cukup menyeramkan.
Bagian yang sebenarnya mempunyai pelajaran penting bagi muslim.
Penggalan ayat ‘ketika mereka mengikat simpul mereka’ (أَمۡ أَبۡرَمُوٓاْ) merupakan sebuah kata kerja, verb. Kata abramuu (أَبۡرَمُوٓاْ) adalah kata kerja lampau (fi’l madhi, past tense verb).
Kemudian, penggalan ayat ‘Lalu Allah mengikat simpul-Nya’ (فَإِنَّا مُبۡرِمُونَ) merupakan kata benda, noun. Bagi yang familier dengan bahasa Arab, ini merupakan ism fa’il.
Ustaz Nouman mengulas sedikit tentang perbedaan verb dan noun.
Verb berarti merujuk pada sesuatu yang sementara.
Noun berarti merujuk pada sesuatu yang permanen.
Menariknya, dalam ayat ini, mereka telah mengambil keputusan (mengikat simpul mereka), tetapi secara retorik Allah mengatakan meskipun mereka telah mengambil keputusan yang seolah-olah final, ada sesuatu yang membuat keputusan itu menjadi sementara.
Dan, Allah juga akan mengambil keputusan-Nya. Namun, keputusan yang Allah buat bersifat permanen.
Di mana letak hikmah dan pelajarannya?
Di dalam kehidupan dunia, orang-orang ini telah mengambil keputusan.
Jika memang seperti itu keputusan yang telah mereka ambil. Maka, Allah akan menutup hati mereka. Tersegel dan terkunci.
Artinya, Allah tidak pernah menutup hati mereka sampai mereka benar-benar telah mengambil keputusan.
Allah tidak menutup, menyegel, dan mengunci hati orang secara acak.
Kita tidak bisa mengatakan, “orang ini akan tersesat, kafir, dan lain-lain.”
Tidak, kita tidak bisa mengatakan demikian.
Harus ada keputusan dari mereka terlebih dahulu. Keputusan yang benar-benar bulat dan tidak dapat diganggu gugat. Bukan keputusan yang main-main semata.
Dan hanya Allah yang mengetahui paling baik tentang keputusan mereka. Mana yang ragu, mana yang yakin.
Kemudian, Allah baru memutuskan untuk menutup hati mereka dan mengikat simpul-Nya.
Di dalam kehidupan akhirat, orang-orang yang telah mengambil keputusan ini kelak akan menyaksikan hari kiamat.
Meskipun mereka telah membuat keputusan yang bulat bahwa mereka tidak akan menerima Islam, mereka akan melihat realitas yang sesungguhnya. Realitas yang selama ini mereka tolak.
Apakah mereka akan menyesal dan menarik kembali keputusan tersebut? Tentu saja.
رُّبَمَا يَوَدُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوۡ كَانُواْ مُسۡلِمِينَ
“Orang kafir itu kadang-kadang (nanti di akhirat) menginginkan, sekiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang Muslim.” (QS Al-Hijr, 15:2)
Mereka akan berharap bahwa seandainya mereka dapat kembali kepada tali yang telah tersimpul kuat itu. Mereka pasti akan kembali untuk melepas simpul tersebut.
Dan, Allah merespons hal tersebut dengan bentuk kata benda (noun), sesungguhnya simpul-Nya adalah simpul yang permanen. Simpul yang tidak bisa dilepas lagi.
Jadi, pengandaian mereka sia-sia. Mereka tetap tidak bisa kembali untuk melepas simpul tersebut.
Sekuat apapun simpul keputusan yang mereka buat, ternyata tidak sekuat yang mereka pikirkan.
Saat waktunya tiba, mereka akan memohon untuk melepas simpul yang telah mereka ikat sendiri.
Bersambung in syaa Allah minggu depan
Sumber: Bayyinah TV > Course > Divine Speech > 03. The Quran is Beyond Explanation (04:28-07:03)
Diskusi dan Tanggapan VoB Hari Ke-74 Sore | Simpul dan Sesal
~hfm:
MashaaAllah.
Allah SWT has sent His Messeger and His Book. Every good deed and its reward is clearly written in His Book. Every detail on the consequences for non believers is very well informed, too.
He, the Master and the Creator gives the freedom for everyone to decide.
The choice is yours. Everyone is responsible for his choice.
May Allah SWT lead us to be always in the right choice.
Aamiiin 🤲🤲🤲
I do learn a lot on today’s text. Thanks a lot for the writer and the whole team of VoB.😊🌹❤️
Jazakumullahu khayran. 🤲🤲🤲
***
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Voice of Bayyinah