[VoB2020] An-Naas: Bukan Sekadar Umat Manusia


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Voice of Bayyinah (VoB) Hari ke-66

Topik: Pearls from Ali Imran

Rabu, 26 Agustus 2020

Materi VoB Hari ke-66 Pagi | An-Naas: Bukan Sekadar Umat Manusia

Ditulis oleh: Icha Farihah

#WednesdayAliImranWeek10Part1

Part 1

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ

Pembahasan selanjutnya dari ayat keempat surat Ali ‘Imran adalah tentang an-naas (الناس).

مِن قَبۡلُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَأَنزَلَ ٱلۡفُرۡقَانَۗ إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ لَهُمۡ عَذَابٞ شَدِيدٞۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٞ ذُو ٱنتِقَامٍ

(Taurat & Injil) sebelumnya, sebagai petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqan. Sungguh, orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh azab yang berat. Allah Mahaperkasa lagi mempunyai hukuman. (QS Ali ‘Imran, 3:4)

Menurut Ustaz Nouman, kata an-naas  (النا س) cukup sulit untuk dijelaskan secara sederhana.

Karena kita sudah terbiasa mendengar atau membaca terjemahan dari kata ini sebagai umat manusia. All of humanity.

Padahal, Al-Qur’an menggunakan kata an-naas (النا س) tidak hanya merujuk pada umat manusia secara keseluruhan.

Al-Qur’an menggunakannya secara berbeda di beberapa tempat.

Begini contohnya.

ءَامِنُواْ كَمَآ ءَامَنَ ٱلنَّاسُ…

…“Berimanlah kamu sebagaimana orang lain telah beriman!” (QS Al-Baqarah, 2:13)

Kata an-naas (الناس) pada ayat ini merujuk kepada sekelompok orang, bukan umat manusia secara keseluruhan.

Begitu juga ketika Al-Qur’an menceritakan salah satu kejadian yang dialami Nabi Musa ‘alayhis salam di Negeri Madyan.

…وَجَدَ عَلَيۡهِ أُمَّةٗ مِّنَ ٱلنَّاسِ…

… Dia (Musa) menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya)… QS Al-Qasas, 28:23)

Ayat ini juga menggunakan an-naas (الناس). Makna kata ini lagi-lagi bukan merujuk pada umat manusia. Maknanya adalah sekelompok orang.

Satu lagi contoh terakhir yang paling menarik dari an-naas (الناس).

ٱلَّذِينَ قَالَ لَهُمُ ,ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدۡ جَمَعُواْ لَكُمۡ

(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu… (QS Ali ‘Imran, 3:173)

Ayat ini yang paling tidak masuk akal jika arti dari an-naas (الناس) hanya sebatas pada umat manusia.

Coba perhatikan, ada dua kata an-naas (الناس) dalam ayat ini.

Tidak mungkin arti ayat ini adalah, “umat manusia mengatakan bahwa terdapat umat manusia yang telah berkumpul untuk menyerang…”

Mustahil dan tidak masuk akal jika seluruh umat manusia berkata, tapi seluruh umat manusia juga berkumpul di waktu yang sama.

Artinya tentu lebih tepat sebagai, “ada kelompok orang yang berkata bahwa terdapat sekelompok orang yang telah berkumpul untuk menyerang…”

Jadi, kata an-naas (الناس) memiliki penggunaan yang berbeda dan lebih luas.

Ustaz Nouman mengatakan bahwa analisis akar kata atau makna sebuah kata dalam ayat tidak harus selalu sama persis.

Bahasa tidak dapat diterjemahkan secara serta-merta dari kamus.

*

Kembali pada bahasan ayat keempat dari surat Ali ‘Imran.

Jika kita masih mengacu pada kata an-naas (الناس) yang berarti umat manusia. Kita akan menemukan masalah dalam memahami ayat ini.

Ayat keempat ini sedang menjelaskan tentang turunnya Taurat dan Injil di masa lampau.

Meskipun, beberapa abad terakhir, teologi Yahudi dan Kristen mengatakan bahwa Taurat dan Injil diturunkan sebagai penyelamat untuk seluruh umat manusia.

Kita telah mengetahui bahwa kedua kitab ini hanya diturunkan untuk Bani Israil, bukan untuk umat manusia secara keseluruhan.

Oleh karena itu, terjemah an-naas (الناس) pada ayat ini adalah sekelompok orang, yaitu Bani Israil.

*

Pertanyaan yang muncul sekarang, kalau Taurat dan Injil spesifik untuk Bani Israil, kenapa Allah tidak menggunakan kata Bani Israil saja pada ayat ini?

Bukannya akan lebih jelas dan tidak ambigu kalau kata an-naas (الناس) diganti menjadi Bani Israil?

مِن قَبۡلُ هُدٗى لِّلنَّاسِ -> مِن قَبۡلُ هُدٗى بني إسرءيل

Bersambung in syaa Allah ba’da zhuhur.

Sumber: Bayyinah TV > Surahs > Deeper Look > 02. Ali Imran > Ayah 3-6 Ramadan 2018 (15:11-17:52)


Materi VoB Hari ke-66 Siang | Hikmah di Balik Kata An-Naas

Ditulis oleh: Icha Farihah

#WednesdayAliImranWeek10Part2

Part 2

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ

Penggunaan kata an-naas (الناس) dalam ayat ini memang menimbulkan ambiguitas yang disengaja.

Karena kata ini memunculkan efek tetesan (trickle effect) pada tradisi Yahudi.

Orang-orang Yahudi biasa menyebutnya sebagai Noahide Laws.

Noahide Laws adalah dasar hukum bagi orang asing / non-Yahudi (Torah ethics for non-Jews) yang hidup bermasyarakat bersama-sama dengan orang Yahudi.

Hukum Yahudi mengharapkan kaumnya, orang-orang Israel, baik mereka yang beriman pada Taurat, Musa ‘alayhis salam, maupun etnis-etnis tertentu, untuk patuh dan taat pada hukum Taurat.

Sedangkan, bagi orang-orang non-Yahudi, mereka terhimpun sebagai keturunan dari Nabi Nuh ‘alayhis salam. Orang-orang ini juga diharapkan dapat mematuhi aturan Taurat. Tapi, hanya pada aturan di Noahide Laws saja. Jadi, semacam aturan-aturan fitrah / universal yang harus ditaati setiap manusia.

Orang-orang Yahudi memiliki gagasan seperti itu.

Begitu juga dengan orang-orang Nasrani. Mereka juga merencanakan agar aturan Injil dapat dipatuhi oleh orang lain selain mereka.

Dengan demikian, dalam tradisi Yahudi dan Nasrani sebelum datangnya Islam, orang-orang yang bukan dari golongan mereka, tapi berada di sekitar dan dekat dengan mereka biasanya mengambil sebagian dari prinsip tersebut dan beberapa petunjuk lainnya.

Misalnya, kepercayaan tentang eksistensi Tuhan. Konsep ini diambil atau sejalan dengan Taurat dan Injil.

Contoh lainnya lagi adalah Waraqah bin Naufal.

Ia menyatakan dan mendukung bahwa wahyu yang turun kepada Rasulullaah shalallaahu ‘alayhi wa salam di Gua Hira saat itu adalah sebuah kebenaran.

Ia mengatakan hal tersebut karena telah membacanya di dalam kitab-kitab terdahulu.

Waraqah bin Naufal bukan seorang dari Bani Israil. Tapi, terkadang pesan dan pelajaran dari kitab-kitab tersebut juga sampai kepadanya.

Pelajaran dari Taurat dan Injil dapat menggapai kaum lain, selain Bani Israil.

Jadi, penggunaan kata hudaa linnaas (هُدٗى لِّلنَّاسِ) pada ayat ini menunjukkan bahwa keberadaan petunjuk atau hudaa yang ada pada saat itu tidak hanya terbatas pada beberapa etnis atau kaum tertentu (Bani Israil, pen).

Petunjuk atau hudaa juga memiliki trickle effect kepada kaum atau kelompok lainnya.

An-naas (الناس) memperluas cakupan kaum yang dapat mengambil pesan dan hikmah dari Taurat dan Injil.

Bersambung in syaa Allah ba’da asar.

Sumber: Bayyinah TV > Surahs > Deeper Look > 02. Ali Imran > Ayah 3-6 Ramadan 2018 (17:52-19:19)


Materi LBP Hari ke-66 Sore | Al-Furqan sebagai Ultimate Separation

Ditulis oleh:  Icha Farihah

#WednesdayAliImranWeek10Part3

Part 3

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ

Pembahasan selanjutnya dari ayat keempat surat Ali ‘Imran adalah tentang wa anzala al-furqaan.

مِن قَبۡلُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَأَنزَلَ ٱلۡفُرۡقَانَۗ

Bagian ini menurut ustaz adalah bagian paling menarik, kompleks, dan indah.

Terjemah umum dari bagian ini adalah, “Dia menurunkan kriteria.”

Sebenarnya, Ustaz Nouman mengatakan kata ‘kriteria’ kurang tepat sebagai terjemahan furqaan (فرقان), tapi sampai saat ini belum ada padanan kata yang lebih baik untuk diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris / Indonesia.

Padahal ada implikasi yang berbeda ketika kita gunakan kata ‘kriteria’ dengan kata yang seharusnya, furqaan (فرقان).

*

Kata furqaan (فرقان) berasal dari farq (فرق). Maknanya adalah pemisahan.

Orang-orang biasanya menggunakan kata mafruuq (مفروق) untuk merujuk pada sebuah jengger ayam yang memiliki dua sisi, kanan dan kiri. Atau rambut anak punk yang berdiri di tengah, memisahkan kepalanya antara kanan dan kiri.

Atau bisa juga kata ufruq (أفرق). Kata ini digunakan untuk mendeskripsikan rambut jenggot atau rambut kepala yang terbelah dua. Kalau dibayangkan mungkin seperti seorang pria dengan rambut belah tengah.

Intinya, arti kata ini adalah terbelah dua, terpisah.

*

Jika kita melihat secara fundamental dan harfiah, dalam ayat ini kata furqaan (فرقان) adalah mashdar atau infinitif atau kata dasar.

Selain itu, kata furqaan (فرقان) juga merupakan mubalagh karena terdapat -aan (ان) di akhir.

Konsekuensi dari hal tersebut adalah makna pemisahannya menjadi pemisahan yang paling akhir. Ultimate separation.

Sehingga terjemah ayat ini secara harfiah adalah, “Dia menurunkan pemisah terakhir.”

Arti sederhananya yaitu, wahyu yang turun memisahkan kebenaran dan kebatilan.

يُفَرِّقُ بَينَ الحَقِّ وَالبَاطِلِ

yufarriqu bainal haqqi wal bathil

Furqaan (فرقان) memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Antara pandangan palsu tentang kehidupan dengan pandangan yang seharusnya kita miliki dan rasakan dari wahyu-wahyu yang Allah ta’ala turunkan.

Bersambung in syaa Allah pekan depan.

Sumber: Bayyinah TV > Surahs > Deeper Look > 02. Ali Imran > Ayah 3-6 Ramadan 2018 (19:19-21:15)


Diskusi dan Tanggapan VoB Hari Ke-66 Sore |  Al-Furqan sebagai Ultimate Separation

~hfm:

MashaaAllah. It’s really a deeper look👍🏾👍🏾👍🏾

Jazakumullah khayran 😊🙏🏼

Dessy Arnita:

Waiyakki bu 🙏

R L Kamaruddin:

Bismillah

Ada hal yg menarik tentang Noahide Laws atau Hukum Nuh.

Setidaknya ada 2 rabbi Yahudi yang membahas tentang ini :

– Rabbi Benyamin Abrahamson

– Rabbi Tovia Singer

Pertama, Rabbi Abrahamson. Beliau katakan :

“Jika kita berbicara tentang warisan kita yang sama, di dalam literatur Yahudi kami diajarkan bahwa sebenarnya ada yang namanya keyakinan yang sama, suatu agama yang paling mendasar (fundamental) di mana semua manusia terlahir di dalamnya. Dan ini adalah agama dasar yang diwajibkan bagi seluruh umat manusia. Di masa lalu kita telah menyebutnya dengan nama yang berbeda-beda; yireh shomaym yang artinya ‘orang-orang yang memiliki rasa takut akan langit’, ger toshav atau bnei noah, ‘anak-anak Noah’, atau selama masa Helenistik di Yunani disebut sebagai theosebeia, dan mengacu kepada sekolah dari Rabbi Benamozegh, agama fundamental ini disebut juga dengan nama Islam.”

“Beberapa menyarankan bahwa ini mengacu kepada sejumlah besar penganut agama non-Yahudi yang datang untuk mengurbankan qorban shlamim di Jerusalem bersama-sama dengan Yahudi. Salamai, musalamai, muslimi. Ini bisa merupakan indikasi yang jelas di dalam literatur kami bahwa Islam adalah sebuah agama kuno, berusia jauh kembali ke masa Second Temple atau bahkan lebih awal lagi. Dan jika akar Islam, akar Islam sama dengan apa yang disebut sebagai bnei Noah, maka untuk kami itu jauh lebih tua. Ini adalah agama Nuh, ini adalah agama Adam.”

Bnei Noah = bani Nuh

Referensi:

http://www.thesanhedrin.org/en/index.php/Hachrazah_5769_Kislev_15b

Kedua, Rabbi Singer. Beliau berkata :

“Dalam Keyahudian, Anda tidak perlu memeluk agama Yahudi untuk menjadi orang benar di hadapan Tuhan. Seseorang harus hidup berdasarkan aturan Sheva Mitzvot B’nei Noach (שבע מצוות בני נח‎), yang artinya ‘Tujuh Hukum Nuh’, dan mereka bukanlah hukum-hukum satuan tetapi merupakan tujuh kategori hukum. Dan yang paling terpenting, intinya adalah, untuk menyembah Tuhan yg Maha-esa dan tidak ada yg lain. Itu yg terutama. Untuk jujur dalam perdagangan dan tidak mencuri.”

“Islam berada dalam status yang sepenuhnya unik dalam Keyahudian, dalam hal  bahwa Islam sangat dipandang sebagai monoteisme murni. Bahwa Muslim menyembah hanya satu Tuhan.”

Referensi :

https://id.wikipedia.org/wiki/Tujuh_Hukum_Nuh

Wallahu’alam

Heru Wibowo:

Jazakallah khayran Kang Radit atas tambahan ilmunya.

By the way, Ustaz Nouman juga sempat menyebutkan tentang the lost sheeps. Ada di Bible dan sasarannya adalah Bani Israil.

Saya sendiri merasa lega. Karena selama ini saya merasa ‘ada yang sedang membicarakan saya dan rekan-rekan muslim’ ketika ada umat yang lain yang bicara tentang ‘domba yang tersesat’.

Sebelum-sebelumnya, saya merasa sedang dibicarakan sebagai salah satu ‘domba yang tersesat’ itu.

Ternyata di Bible memang ada. Dan ternyata yang dimaksudkan dengan the lost sheeps adalah bani Israil. Bukan saya. Bukan juga rekan-rekan muslim lainnya.

Jadi selama ini saya salah persepsi. Atau, mereka yang salah persepsi. Dan kesalahan persepsi mereka menimbulkan resonansi yang menyebabkan saya ikut merasa salah persepsi.

Should Kang Radit have any further information on ‘the lost sheeps’, please do not hesitate to share with us, ya Kang.

🙏🏻🙏🏻

***


Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team

Voice of Bayyinah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s