[BMW2020] Behind The Scene


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Kisah Nabi Musa adalah kisah yang paling banyak disebut dalam al-Qur’an. Allah mengunggulkan pengetahuan Musa di dalam al-Qur’an. Taurat yang berisi petunjuk Allah dan diturunkan untuk Musa semacam al-Qur’an pada masa itu. Sebagian besar hidup Musa dihabiskan untuk mengajar Bani Israil. Tetapi pada kisah ini, Musa bukan sebagai guru, melainkan sebagai murid. Allah menyebut bahwa ada seseorang yang lebih tahu daripada Musa dan Musa harus berguru pada orang ini. Allah dalam His perfect speech – al Qur’an – memutuskan untuk tidak menyebut nama orang tersebut. Ia kemudian kita kenal sebagai Khidir, atau dalam riwayat lain disebut Khadir. Allah menyebut Khidir dalam QS Al-Kahfi:65 sebagai ‘abdan min ‘ibadina, seorang hamba di antara hamba-hamba Kami. Bukankah tidak ada deskripsi yang istimewa pada penyebutan Khidir dalam penggalan ayat ini? Karena kita semua adalah hamba-hamba Allah. ‘Abd = hamba, abdi, budak. Dalam sudut pandang bahasa, makna akurat dari ‘abd adalah slave, budak.

Ada makna yang dalam dari frase ‘abdan min ‘ibadina. Semakin seseorang berilmu, layaknya ranting yang semakin merendah ketika ia berbuah, tak ada benih kesombongan yang ia punya. Ia pun hanya merasa another slave of Allah. Tetapi slavery to Allah bukanlah suatu bentuk kekerasan melainkan sebuah kehormatan. Karena Rabb yang menjadi tuan kita, tidak sekedar mencipta, tetapi Ia pun menjaga, merawat, bahkan al Mun’im, Maha Pemberi hadiah untuk kita whole of your life.

Dalam QS Al Kahfi:65, ada dua bagian yaitu penyebutan Khidir sebagai seorang hamba, dan Allah memberikan rahmah kepada Khidir sehingga ia bisa melihat realita pada sesuatu yang orang lain tidak bisa melihat. Ketika Musa berkata pada Khidir agar Khidir mengajarkannya ilmu, Khidir menjawab, “Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana engkau akan dapat bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”

Padahal, kita tahu track record Musa dalam hal kesabaran sudah sangat banyak. Apalagi yang lebih sulit selain menghadapi Fir’aun? Menyeberang lautan, meyakinkan Bani Israil bahwa mereka tidak akan tersusul oleh Fir’aun melalui petunjuk yang Allah berikan pada Musa.

Tetapi apa jawaban Musa atas perkataan Khidir? Ia tidak menyebutkan ringkasan kesabaran yang telah ia lalui. Ia menjawab dengan segala kerendahan hati, “In syaa Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun.”

Musa kemudian berjalan bersama Khidir. Khidir atas izin Allah bisa melihat kenyataan yang tidak kasat mata. Perjalanan hidup kita diiringi dengan sesuatu yang tampak dan yang tidak tampak. Yang tampak seperti kita bisa melihat orang yang sedang duduk di depan kita. Dan yang tidak tampak itu misalnya kedua malaikat yang tengah mencatat apa yang kita lakukan. Atau misalnya ketika lailatul Qadr, yang kasat mata tampak adalah langit. Padahal malaikat memenuhi langit turun ke bumi. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa kita lihat. 

Perasaan kita akan sangat terpengaruh dengan realita yang tampak. Berita apa yang kita dengar, lihat, pengalaman yang kita alami, semuanya adalah realita konkrit yang kemudian membentuk kita atas tindakan yang kita perbuat.  Sama halnya sebuah aplikasi. Kita hanya bisa melihat tampilan luarnya tanpa tahu rumitnya source code yang menyusun aplikasi itu. Allah berfirman, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam (QS Qaf:22). Allah pada Hari Perhitungan kelak, akan membuka tirai yang selama ini menutup penglihatan kita sehingga kita bisa melihat dengan jelas unseen reality.

Sebagian besar kisah perjalanan hidup kita, kita tidak tahu kenapa Allah memilihkan jalan ini untuk kita. Kita tidak tahu, apa yang tengah Allah lakukan atas satu per satu peristiwa yang kita alami. Apa sih grand scenario Allah? Kenapa sampai tertabrak motor, kenapa didera sakit yang tak kunjung sembuh, mengapa tiba-tiba harus kehilangan pekerjaan. Pun tentang takdir yang tak dapat diubah. Kenapa aku pendek dan adikku tinggi? 

Lalu kita mulai mempertanyakan kehendak Allah. Mengapa Allah melakukan ini padaku. Kenapa Allah ga bilang saja, Allah mau-Nya gimana. Atau mungkin coba buka sedikit pintu liftnya, ya Allah, sedikit saja, biar aku bisa melihat rahasia-Mu. Biar lega.

Beruntungnya Musa, ia mendapat kesempatan untuk mendapat penjelasan bahwa sesuatu yang tampak sebagai suatu bencana, sebenarnya adalah anugrah. “Pintu lift” sedikit terbuka ketika ia bersama Khidir. Ketika Musa melihat Khidir merusak perahu, ia melanggar kesepakatan dengan Khidir dengan langsung bertanya karena ia melihat ketidakadilan. Tetapi di akhir pertemuan Musa mendapat penjelasan atas ketidakadilan yang diperbuat Khidir.

Sekaliber Musa saja, yang Allah langsung bicara padanya, tidak tahu atas realita yang tak tampak itu jika tanpa Khidir, apalagi kita. Allah telah berkata bahwa Ia tidak akan memberitahu apa yang tengah terjadi (QS Ali Imran:79). Allah tidak akan memberitahu fakta yang tidak tampak itu. Maka tugas kita sebagai seorang hamba adalah merendahkan hati, tunduk pada apa yang telah Allah tetapkan untuk kita. Bahwa pandangan dan penglihatan manusia terbatas. We have to be humble and sit back. Percaya bahwa Allah Maha Mengetahui, dan kita tidak. Bahkan meski kita harus mengalami peristiwa yang tidak mudah dalam hidup kita. 

Percaya, bahwa segala sesuatunya just be okay dengan ketentuan Allah. Apakah kita ini lebih bijaksana dari Allah? Perencana yang lebih baik dari Allah? Tentu tidak. Layaknya benih tanaman yang bisa tumbuh dalam beberapa hari, ada pula yang memerlukan bertahun-tahun untuk bertumbuh. Benih pengalaman yang kita alami sekarang mungkin belum terlihat kebaikannya saat ini. Bisa jadi besok. Bisa pula berpuluh-puluh tahun kemudian kita baru mengerti bahwa ada kebaikan yang Allah hadirkan setelah kita harus mengalami masa-masa sulit itu. Itulah kehendak Allah.

Kaum muslim pernah menderita kekalahan yang luar biasa dalam perang Uhud. Jumlah kaum muslim yang meninggal jauh lebih banyak. Hamzah dan Mush’ab bin Umair pun gugur dalam perang ini. Kekalahan yang sangat luar biasa. Kaum muslim mempertanyakan kekalahan mereka. Mengapa bisa kalah? Bukankah Rasulullah bersama mereka? Bukankah mereka sudah banyak berkorban untuk Allah, lalu mengapa kalah? Dan Allah berkata:

Dan masa (kejayaan dan kehancuran itu), Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) (QS Ali Imran:140)

Bersyukur ketika menang, sudah biasa. Tetapi kalo sampai kalah, maka akan semakin tampak karakter sebenarnya. Actual grade kita akan tampak dalam masa-masa sulit seperti itu. 

Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar. (QS Ali Imran 179)

Tetapi sungguh Allah tidak akan meninggalkan kita. Inilah perjalanan yang harus kita tempuh. Berhentilah mempertanyakan terhadap apa yang Allah perbuat. Biarkan mengalir, ridho. Ridho atas apapun pilihan Allah untuk kita sekalipun hal tersebut menyakitkan untuk kita. Semoga ujian yang hadir dalam hidup kita tidak sampai membuat kita kehilangan iman. Hingga Allah memasukkan kita pada golongan radhiyallahu ‘anhu wa radhu ‘anh. Allah ridho terhadap mereka, dan mereka pun ridho kepada Allah.


Ditulis oleh: Vivin Ardiani

Referensi:

One thought on “[BMW2020] Behind The Scene

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s