[LBP2020] Menyelam ke Dalam Samudra Al-Qur’an


Lessons from Bayyinah Production (LBP) Hari Ke-39
Topik: Pearls from Surah Al-Kahf
Jumat, 31 Juli 2020

Materi LBP Hari Ke-31 Pagi | Menyelam ke Dalam Samudra Al-Qur’an

Oleh: Icha Farihah

Pagi ini, kita awali menu tentang Surat Al-Kahfi dengan sebuah cerita analogi dari Ustaz Nouman.

Kala itu di bawah langit biru yang cerah, Ustaz Nouman dan temannya menyelami samudra. Setelah beberapa jam menyelam, ustaz sampai ke dasar samudra. Disana beliau berhasil menemukan mutiara yang sangat indah. Tidak hanya ustaz, teman ustaz juga menemukan mutiara lain yang tidak kalah indahnya. Setelah kejadian itu, ustaz dan temannya mengumpulkan orang-orang dan meyakinkan mereka untuk ikut menyelam ke dalam samudra. Mereka membagikan pengalaman tersebut dan berharap orang-orang juga mendapatkan mutiara di dasar samudra.

Seorang pria yang tidak dikenal tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kerumunan. Ia ikut bersuara. Pria itu mengatakan bahwa ia juga menemukan mutiara. Tapi ukurannya jauh lebih besar dan lebih indah. Semua orang yang telah menyelam bersaksi bahwa samudra itu menakjubkan karena adanya mutiara-mutiara yang indah.

Seseorang yang ada di dalam kerumunan mengajukan pertanyaan, “Benarkah hanya mutiara yang membuat samudra menjadi berharga?”

Ustaz menjawab, “Tidak. Sekalipun semua mutiara itu diambil dari samudra. Masih ada sekitar 90% dari kehidupan laut yang belum diketahui dan ditelusuri. Samudra yang tenang dan luas itu tidak pernah habis dari keindahan. Jadi menyelamlah!”

Sekarang coba kita amati mutiara-mutiara di dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah sebuah samudra dengan keindahan tanpa batas. Mutiara-mutiara Al-Qur’an tidak akan ada habisnya, meski seolah-olah semuanya telah diambil.

Keindahan Al-Qur’an tidak bisa dibatasi oleh satu pandangan manusia saja. Ustaz Nouman bisa mengatakan, “Ini mutiara yang saya temukan di dalam Al-Qur’an. Ini benar-benar keren.”

Tapi, orang lain juga boleh berpikir yang berbeda, “Ah, itu biasa saja. Menurut saya, mutiara yang keren dari Al-Qur’an adalah ini.”

Mutiara Al-Qur’an hanya bisa didapatkan oleh orang yang mendekati Al-Qur’an sebagai pencari hidayah (as a seeker), bukan tukang kritik (as a critic). Memperoleh mutiara Al-Qur’an, juga ada ilmunya. Karena jika hanya mengandalkan akal semata, tidak menutup kemungkinan bahwa yang didapatkannya adalah mutiara yang palsu.

Perbedaan atas interpretasi Al-Qur’an sah-sah saja. Karena yang tidak disetujui itu adalah pendapat dan buah pikir manusia terhadap Al-Qur’an. Bukan Al-Qur’an itu sendiri.


Materi LBP Hari Ke-31 Siang | Menyelam ke Dalam Samudra Al-Qur’an

Oleh: Icha Farihah

Mutiara-mutiara yang kita temukan di dalam Al-Qur’an pada umumnya bukan untuk perdebatan tapi, untuk diapresiasi. Ustaz memberikan sebuah permisalan tentang hal ini melalui kisah dari “rohis-rohis” di sekolah / perguruan tinggi Amerika (The Muslim Student Association).

Seorang aktivis dakwah MSA mencoba membuat daftar mutiara keajaiban dan keistimewaan yang ia dapat di dalam Al-Qur’an. Rencananya, saat acara Islamic Awareness yang diadakan MSA berlangsung, ia akan memberikan daftar ini kepada para pengunjung yang non-muslim. Target dalam pantauan. Seorang teman non-muslim datang menghampiri booth MSA.

Sang aktivis ini langsung mendekat dan berkata dengan menggebu-gebu, “Hai, teman kafir. Coba lihat daftar ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang luar biasa dan ajaib ini. Lihat mutiara-mutiara itu, indah bukan? Makanya, samudra Al-Qur’an itu keren.”

Teman non-muslim tersebut mengernyitkan dahi, “Kamu bicara apa sih? Aku tidak mengerti. Aku ke sini cuma untuk meminta pizza gratis. Biasanya acara-acara seperti ini banyak makanan gratis.”

Sang aktivis ini melengos. Ia salah sasaran. Alih-alih mengadakan sebuah Islamic Awareness yang bermakna, ia malah membuat orang lain kebingungan dan tidak nyaman.

Ingat, kita tidak mempelajari mutiara Al-Qur’an untuk berdebat. Ya, memang di dalam Al-Qur’an ada ayat yang berbunyi seperti,

وَإِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ بِسُورَةٖ مِّن مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ

“Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
(QS Al-Baqarah, 2:23)

Tapi, apakah tepat menantang para non-muslim untuk membuat sebuah surah semisal Al-Qur’an? Kebanyakan dari mereka tidak tahu apa-apa tentang Islam. Istilah surah saja mungkin mereka sangat awam. Lalu, bagaimana menempatkan ayat ini dengan benar?

Ayat ini turun bukan di awal masa kenabian (makkiyah). Ia turun jauh setelah periode Mekkah. Kebanyakan ayat-ayat yang Allah turunkan di periode awal tidak meminta orang-orang yang tidak beriman untuk membuat sebuah surah semisal dengan Al-Qur’an. Ayat ini ditujukan khusus bagi mereka yang sangat arogan dan berbahaya. Mereka meremehkan dengan berkata, “Kalau kita mau, membuat Al-Qur’an itu mudah.”

Nah, kalau bertemu dengan orang seperti ini di zaman sekarang. Ayat ini layak digunakan. Jadi, kita harus memahami konteksnya. Kita harus mengerti cara Al-Qur’an berkomunikasi. Terkadang, kita tidak melihat Al-Qur’an secara dalam. Kita hanya melihatnya secara superfisial. Permukaannya saja.


Materi LBP Hari Ke-31 Sore | Menyelam ke Dalam Samudra Al-Qur’an

Oleh: Icha Farihah

Memiliki banyak ilmu tidak sama dengan memiliki banyak petunjuk (guidance).

1. Peningkatan ilmu vs pengikatan guidance

Bisa jadi, setiap hari, kita yang terbiasa duduk di dalam majlis-majlis ilmu, termasuk LBP, mendapatkan tambahan pengetahuan. Tapi, tidak serta-merta ilmu yang meningkat ini sejalan dengan peningkatan guidance.
Guidance hanya akan meningkat dengan meminta dan memohon kepada Allah. Meminta di setiap waktu, termasuk saat berdiri di dalam salat. Itulah yang kita lakukan: memohon guidance.

2. Guidance dan air

Guidance itu ibarat air di dalam tubuh manusia. Kebutuhan terhadap guidance sama dengan kebutuhan terhadap air. Kita tidak bisa mengatakan, “Saya sudah minum air kemarin. Hari ini tidak perlu.”

Dengan berkata seperti ini, kita secara sadar menerima konsekuensi untuk mengalami dehidrasi dan bahkan kematian akibat kekurangan air. Air dikonsumsi setiap hari secara rutin karena tubuh kita membutuhkannya untuk tetap sehat. Guidance juga begitu. Kita meminta setiap hari secara reguler. Agar kita tetap berada pada jalan yang benar.

3. Pengetahuan tetap, guidance datang dan pergi.

Berbeda dengan ilmu pengetahuan. Saat TK, kita diajarkan 2 + 2 = 4. Meski sudah beberapa dekade berlalu, kita masih mengingatnya. Kita masih memiliki ilmu berhitung. Guidance tidak seperti itu. Ia tidak menetap. Bisa datang dan pergi. Itulah sebabnya kita harus meminta kepada Allah terus-menerus.

Guidance datang saat kita mencarinya, kita mendapatkan guidance karena kita pantas untuk itu. Begitu sebaliknya, kita yang kehilangan guidance artinya kita tidak pantas. Momen ketika guidance pergi adalah saat kita berhenti menjadi seorang pencari, a guidance seeker.

4. Aktif vs Pasif

Ilmu bisa didapat dengan metode pasif. Misalnya, seorang anak yang cerdas ketika mengikuti kelas, ia memilih tidur dan tidak memperhatikan pelajaran. Tapi, ketika guru bertanya. Anak itu bisa saja menjawab dengan lancar. Perilakunya itu disebut dengan passive learning. Berbeda dengan guidance. Ia harus dicari dengan cara yang aktif. Kita harus datang kepada Allah dengan merendah. Kita datang kepada Al-Qur’an sebagai peminta-minta, hampa, kosong, dan bangkrut. Itulah perilaku untuk mendapatkan guidance.

Kesimpulan:

Sekarang, kita memahami bahwa menyelami samudra Al-Qur’an adalah sebuah keharusan. Kumpulan mutiara indah menanti untuk ditemukan. Mutiara yang bertujuan bukan untuk perdebatan, melainkan sebagai penunjuk jalan. Ia perlu dicari tanpa henti dan dengan sikap rendah hati.

Jika samudra Al-Qur’an yang indah itu bisa diselami oleh siapa saja. Lalu, kenapa Allah turunkan dalam bahasa Arab? Kenapa tidak diturunkan dalam berbagai macam bahasa? Allah Maha Berkehendak, bukan? Bisakah Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Indonesia  / Inggris saja?

(Insya Allah pekan depan ustaz jelaskan dengan jawaban yang fundamental)

Diskusi Materi LBP Hari Ke-31 | Menyelam ke dalam Samudra Al-Qur’an

Siti Badriyah

Mungkin adakah yang tahu.. apakah kata هُدَ ي : petunjuk dalam bahasa Arab adalah kata istilah petunjuk yang hanya dipakai istilah petunjuk dari Tuhan. Kalau misalnya dalam Bahasa Inggris dan Indonesia baik memohon petunjuk dari manusia atau Tuhan menggunakan term yang sama yaitu kata petunjuk untuk bahasa Indonesia dan kalau bahasa inggris guidance.

Anbarsanti

Setahu saya umum, Mbak. Hanya saja konotasinya, “petunjuk bagi yg tersesat”, jadi kesannya seperti hadiah. Petunjuk ini bisa dari siapapun. Ini yg pernah dikatakan oleh Ust NAK. Tapi di tulisan tersebut seperti nya guidance-nya khusus, the guidance atau al-hidayah. Orang bisa memiliki banyak ilmu tapi gak ngeh juga bahwa yang haram/syubhat harus ditinggalkan. Naudzubillah. Wallahu a’lam

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s