بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Lessons from Bayyinah’s Production (LBP) Hari ke-42
Topik: Leadership
Minggu, 02 Agustus 2020
Materi LBP Hari Ke-42 | Segmentation and Targeting (Part 1)
Oleh: Heru Wibowo
Minggu lalu kita telah belajar tentang pentingnya enrichment. Sebuah komunitas masjid, setelah 10 tahun, akan masih tetap memiliki para aktivis yang loyal, jika mereka enriched, bukan educated. Ilmu yang tinggi tidak menjamin seseorang untuk tergerak menjadi aktivis. Contohnya, Bani Israil. Ilmunya tinggi, tapi hatinya keras. Kita perlu melunakkan hati. Di titik ini, ustaz Nouman membuka sesi tanya-jawab. Sempat hening karena tidak ada yang langsung bertanya.
”Ayolaaah… Anda semua, kan tinggal di sini,” rayu ustaz ke murid-murid beliau yang domisilinya memang di kampus Bayyinah di Dallas, Texas itu.
Langsung ada yang mengangkat tangannya, bertanya tentang program untuk jamaah yang sudah senior. Ustaz menjawab bahwa harus ada program khusus untuk mereka dalam bahasa yang mereka pahami.
Jika mereka lebih paham bahasa Urdu, maka program itu seharusnya diselenggarakan dalam bahasa Urdu. Jika mereka lebih paham bahasa Somalia, maka jalankan program dalam bahasa Somalia. Sangat penting untuk memberitahu para orang tua Somalia bahwa jika mereka tidak ngobrol sama anak-anak mereka, maka mereka bisa kehilangan sebuah generasi. Demikian juga para orang tua dari Bangladesh. Mereka tidak membutuhkan program dalam bahasa Inggris. Mereka butuh program dalam bahasa yang mereka pahami. Kita tidak bisa hanya peduli dengan kaum muda saja. Kita juga harus peduli dengan para senior kita yang sudah sepuh.
“Mereka kan enggak bisa bahasa Inggris. Mereka kan enggak gaul. Lupakan saja mereka!”
Enggak boleh begitu.
Jika komunitas sebuah masjid terdiri dari banyak sekali jamaah dengan berbagai latar belakang bahasa maupun suku bangsa, maka sebaiknya diselenggarakan program yang customized, yang sesuai dengan latar belakang mereka.
Di masjid-masjid di Jawa Barat, misalnya, bisa diadakan program khusus berbahasa Sunda. Mungkin juga program berbahasa Jawa untuk para perantau yang bukan penduduk asli di sana. Programnya juga sebaiknya membahas topik yang penting. Misalnya tentang mempersiapkan pernikahan anak-anak. Topik yang dibahas harus menarik dan penting, yang membuat orang-orang ingin tahu, yang membuat mereka ingin menghadirinya.
Mungkin mereka punya masalah dengan mertua, atau dengan saudara ipar yang enggak selesai-selesai. Kita bikin program yang bisa menawarkan alternatif solusi terhadap masalah-masalah itu. Program-program seperti itu perlu diselenggarakan dalam bahasa lokal. Kita pilih program-program yang tidak hanya penting, tapi juga akut (critical). Jadi, penting untuk mengidentifikasi segmen-segmen apa saja yang ada. Dari keseluruhan populasi yang ada di komunitas kita. Lalu kita pikirkan what will be the most enriching thing for each of those. Hal apa saja yang paling memperkaya (enriching) untuk masing-masing komunitas tadi. Lalu kita bikin berbagai program yang menyasar masing-masing segmen tadi. Mengiklankannya.
Ada poster program untuk segmen A.
Ada banner program untuk segmen B.
Ada kesemarakan spanduk yang rapi yang menawarkan berbagai program yang menarik dan penting. Sungguh-sungguh indah. Di masjid di kompleks Bayyinah Institute di Dallas, Texas, terdapat berbagai macam kelompok etnis. Alhamdulillah, sebuah komunitas yang diberkati. Latar belakangnya beda-beda. Alhamdulillah, semuanya hidup berdampingan secara harmonis (harmoniously coexisting). Sebuah hal yang indah. Langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah: melayani masing-masing etnis dari komunitas ini. Kebutuhan mereka tidak sama. Masalah mereka tidak sama. Masing-masing etnis itu memerlukan solusi untuk masalahnya sendiri. Tapi apakah kita punya bekal dan sumber daya untuk melakukannya?
Materi LBP Hari Ke-42 | Semua (Tak Harus) Jadi Satu (Part 2)
Oleh: Heru Wibowo
Kita sudah punya talent dan resources sebenarnya. Sumber daya yang diperlukan, siapa yang akan melakukannya, sebenarnya kita sudah punya. Tinggal kita menerapkan pengelolaan dan perencanaan secara tepat (proper management and planning). Harus diatur siapa yang in charge untuk segmen tertentu. Ada pembagian ‘jatah’ kepada pengurus masjid untuk memikirkan dan mengurusi program untuk segmen tertentu. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan per segmen, secara lebih spesifik. Kalau misalnya mereka minta diadakan arisan, gimana?
It’s okay. Halal kok. Ini akan menjadi enrichment yang baik, diwadahi sebagai bagian dari aktivitas masjid. Tidak ada yang salah dengan hal itu, yang penting bisa terkumpul dalam satu ukhuwah. Tidak masalah, atau misalnya ada acara makan-makan yang spesifik untuk segmen tertentu.
Di Dallas, segmen komunitas Pakistan bisa mengadakan Biryani Party. Di tanah air, bisa saja diadakan pesta masakan Padang, sate Madura atau pesta gudeg, menyesuaikan dengan segmennya. Jadi ada program-program yang sifatnya kolektif. Dimana semua segmen berkumpul. Tapi juga ada program-program yang sifatnya spesifik untuk merayakan kebersamaan segmen tertentu sebagai bagian dari komunitas masjid.
وَجَعَلۡنَـٰكُمۡ شُعُوبࣰا وَقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوۤا۟ۚ
“… kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal …” (QS Al-Hujurat, 49:13)
Kenyataannya, kan memang begitu. Kenyataannya, keadaan kita kan memang qabaa-il. Itu tidak masalah. It’s fine. Nothing wrong with it. Mau ada pesta pizza, atau barbecue, atau burger, tidak masalah. Bahkan mungkin para mualaf alias the new Muslims atau mereka yang baru saja memeluk Islam, boleh-boleh saja memiliki pestanya sendiri. Pesta untuk segmen new comers. Mereka yang baru masuk Islam itu tidak harus dipaksa untuk langsung bergaul dengan orang-orang yang ‘tidak mereka pahami’. Para mualaf itu saling memahami satu sama lain, diantara sesama mereka, yang sama-sama baru masuk Islam. They can relate with each other. Mereka bisa nyambung ketika ngobrol sesama mereka sendiri.
Jamaah masjid yang berasal dari Jawa Tengah, atau Jawa Timur, atau Sumatera Barat, misalnya, akan merasakan sebuah ikatan persaudaraan tersendiri, karena berasal dari satu provinsi. Kita tidak bisa memaksakan bahwa semua etnis, semua latar belakang, semua jamaah yang berbeda bahasa ibu itu, harus selalu ‘menyatu’ setiap saat.
We can create an environment where everybody feels comfortable.
Kita dapat menciptakan lingkungan dimana semua orang merasa nyaman. Jika kita mendorong terciptanya lingkungan seperti itu, kita justru telah melakukan aksi yang memperkuat eksistensi komunitas, bukannya menghancurkannya. We think everything has to be together all the time. Kita berpikir segalanya harus dikerjakan bersama setiap saat.
Tidak. Tidak harus seperti itu.
Ada suara yang terdengar dari sebelah kiri depan ustaz. Dari barisan tempat duduk akhwat. Ada seorang murid perempuan yang bertanya.
Apa yang ditanyakan?
Materi LBP Hari Ke-42 | Suatu Malam di Fort Lauderdale (Part 3)
Oleh: Heru Wibowo
Murid perempuan itu bertanya tentang proses berpikir (thought process) dan bagaimana mengeksekusi sebuah program (executing a program). Ustaz bilang bahwa jawabannya akan sangat panjang dan memakan waktu. Jadi tidak bisa langsung dijawab di waktu yang, saat pertanyaan itu disampaikan, sudah terbatas dan dijanjikan untuk dibahas di sesi-sesi yang akan datang.
Bagaimana caranya sukses menyelenggarakan program. Termasuk bagaimana caranya mengubah sebuah gagasan menjadi sebuah program yang konkret. Bahkan tidak cuma itu, tapi juga bagaimana program tersebut bisa diterima dengan baik. Umat bisa mendapatkan manfaat yang maksimal dari program itu. Mungkinkah terjadi, kita punya program yang sangat bagus, tapi tak ada seorang pun yang hadir?
Mungkin. Itu mungkin terjadi dan itu memang terjadi.
Bisa jadi karena kegagalan dalam mengiklankan (failure in advertising). Bisa jadi pula karena kegagalan dalam menjangkau massa yang tepat (reaching out to the right crowd). Lalu ada orang-orang yang menyesal, “Ya Allah, aku enggak tahu ada program ini. Kalau saja aku tahu, pasti aku akan datang.”
Jadi kita perlu punya strategic advertising dan strategic planning. Kita perlu serius memikirkan iklannya. Kita perlu serius merencanakannya. Itu sebenarnya tidak sulit. Sungguh. Tidak sulit.
Alhamdulillah, ada beberapa hal yang bisa diceritakan oleh ustaz yang bisa kita pelajari. Meski sisa waktu yang terbatas saat itu, sebenarnya tidak memadai. Ustaz memiliki pengalaman berurusan dengan tiga ratusan masjid di seluruh Amerika. There is a particular kind of standard way of getting things done in the Muslim community. Ada semacam cara tertentu yang standar untuk menyelesaikan berbagai urusan di komunitas Muslim. Kita harus memahami hal-hal tertentu tentang cara kerja komunitas muslim tertentu. Selanjutnya kita bisa mencari cara untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari komunitas muslim tersebut.
Contohnya, minggu lalu. Maksudnya, seminggu sebelum saat ustaz menyampaikan materi ini. Ustaz berada di Fort Lauderdale. Kira-kira 17 menit perjalanan darat di sebelah utara Hollywood. Komunitas muslim di sana relatif sedikit. Ada sekitar 400 orang yang hadir saat shalat Jumat. Ustaz menyelenggarakan sebuah program Bayyinah di malam hari. Jumlah yang hadir 800 orang. Jadi lebih banyak yang hadir di program Bayyinah dibandingkan jumlah yang hadir saat shalat Jumat.
That’s crazy.
That’s unheard of.
Hal seperti itu belum pernah terjadi sebelum-sebelumnya. Tapi ada formula-formula khusus yang kalau kita terapkan, kalau kita latih itu secara strategis, maka kita akan melihat orang-orang tertarik untuk hadir. Sangat ingin hadir. Karena mereka punya alasan yang kuat mengapa mereka harus hadir insyaa Allaahu ta’aalaa.
Tiba saatnya untuk break. Tapi ada seseorang yang mengangkat tangannya. Hendak bertanya.
Apa yang ustaz lakukan? Mengizinkannya bertanya, berarti menunda break, atau bagaimana? Jawabannya tidak perlu menunggu minggu depan.
Ustaz tetap memilih break.
Pertanyaan dari sang penanya tadi akan dibahas selama break yang dibatasi hanya lima menit. Tepat lima menit. Apa yang terjadi berikutnya setelah break lima menit?
Nah, yang ini, baru, akan dibahas insya Allah minggu depan.
(bersambung insya Allah minggu depan)
***
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team
Lessons from Bayyinah’s Production