Lessons from Bayyinah Productions (LBP)
Hari Ke-30
Topik: Pearls From Al-Baqarah
Selasa, 21 Juli 2020
Materi LBP Hari Ke-30 Pagi | Di Mana Letak Keajaiban Al-Qur’an?
Oleh: Indri Djangko
Pekan lalu, kita sudah membahas beberapa hal unik yang bisa didapatkan dari 2 ayat pertama QS Al-Baqarah, bahwa:
1.) Kitab Al-Qur’an bukan berasal dari kata-kata Rasulullah ﷺ
2.) Salah satu nama lain dari Al-Qur’an adalah Alif-Laam-Miim yang menjadikan manusia rendah hati (atas ketidaktahuannya tentang arti Alif-Laam-Miim yang misterius)
3.) Al-Qur’an adalah kitab yang ditunggu-tunggu oleh kaum Yahudi dan Nasrani saat itu.
Kita juga sudah membahas tentang Al-Muttaqin, dari kata Taqwa-Wiqaya yang bermakna perlindungan. Manusia yang bertakwa akan memposisikan dirinya sebagai orang yang selalu selektif terhadap jalan yang akan ditempuhnya, memperhatikan perbuatannya, dan selalu mengambil keputusan terbaik untuk dunia dan akhiratnya.
Sebelum melangkah lebih jauh kepada isi QS Al-Baqarah, sejak awal kita sudah harus mempunyai orientasi bahwa, pasti ada alasan dan hikmah yang besar mengapa QS Al-Baqarah yang ada setelah QS Al-Fatihah.
Surah ini akan memberikan gambaran besar tentang Islam dan bahwa Al-Qur’an tidak sama dengan kitab/ buku lain. Oleh karena itu, sebagai permulaan dari QS Al-Baqarah, ayat kedua ini menjadi sangat bernilai. Ust. Nouman tidak ragu untuk memberikan penjelasan panjang tentang ayat ini sehingga kita bisa menghayati maknanya sejak awal dan siap untuk menyelami Al-Qur’an seumur hidup kita.
Setelah Alif Laam Miim, dzalikalkitab, ada dua prinsip yang Allah ungkapkan untuk menentukan kualitas hubungan kita dengan Al-Qur’an. Prinsip pertama adalah Laa Rayba Fiihi. Tidak ada ruang bagi keraguan apapun. Kitab ini tidak membuka ruang bagi kecurigaan, kesangsian, ketidakjelasan, atau prasangka seperti ‘aku tidak begitu yakin ini benar-benar dari Allah’.
Tapi pertanyaannya, bagaimana bisa begitu yakin bahwa tidak ada keraguan pada kitab ini?
Mungkin ketika kita mencoba meyakinkan seseorang dengan mengatakan, ini kitab dari Tuhan, orang tersebut akan mengatakan, “Injil juga dari Tuhan.”
Orang lainnya membawa kitab suci umat Hindu, lalu juga akan berkata, “Ini juga dari Tuhan, bahkan ini adalah kitab dari beberapa tuhan.”
Kita akan menghadapi pertanyaan, “Bagaimana kamu bisa tahu kitab yang benar dan kitab yang salah?”
Atau model pertanyaan lain dari teman kita misalnya, “Di dunia ini ada banyak agama. Pasti ada yang benar dan ada yang salah. Bagaimana kamu bisa tahu kalau agamamu adalah agama yang benar?”
Apakah teman-teman pernah ditanya atau mengalami hal seperti ini? Lalu bagaimana kita bisa tahu dan tidak ragu bahwa ini adalah kitab dari Allah?
Materi LBP Hari Ke-30 Siang | Di Mana Letak Keajaiban Al-Qur’an?
Oleh: Indri Djangko
Di bagian sebelumnya ada pertanyaan, “Bagaimana kita bisa tahu dan tidak ragu bahwa ini adalah kitab dari Allah?”
FYI, umat sebelumnya melihat keajaiban dari utusan Allah, lalu keraguan mereka hilang, sebagai contoh:
1️.) Bagaimana pengikut Musa AS merasa yakin (tanpa keraguan sedikitpun) bahwa Musa AS adalah utusan Allah? Mereka sebelumnya banyak mempertanyakan hal ini, bukan? Tapi ketika Musa memukulkan tongkat, dan laut di depannya terbelah membuat sebuah jalan, jika kita menyaksikan langsung, pasti tidak ada keraguan bahwa Musa AS adalah utusan Allah. Begitupun dengan pengikut Musa AS. Bagaimana mereka bisa ragu, pengikut Musa AS saat itu bisa berjalan di antara air yang tiba tiba kokoh membentuk dinding, mengosongkan bagian di tengah agar bisa mereka lewati.
2️.) Atau pada kejadian lainnya ketika tongkat Musa AS berubah menjadi ular, keraguan para pengikutnya hilang.
3️.) Begitu pula dengan pengikut Isa AS. Ketika mereka melihat tanah liat berubah menjadi burung yang hidup dengan izin Allah, keraguan mereka hilang.
Contoh di atas menunjukkan bahwa keraguan akan hilang jika kita melihat keajaiban secara langsung.
Lalu, bagaimana dengan Al-Qur’an? Dimana letak keajaiban Al-Qur’an?
Kitab ini tidak memisahkan air menjadi dua bagian dan membuat jalan di tengahnya. Kitab ini tidak mengubah tongkat menjadi ular. Kitab ini hanya berbentuk cetakan, beberapa dengan kertas mengkilap. Jadi, di mana letak keajaibannya?
Allah memberikan kitab ini kepada kita, dan keajaibannya bukan untuk penglihatan kita, tetapi untuk pendengaran kita.
Tujuan dari keajaiban adalah untuk menghilangkan keraguan. Keajaiban pada nabi-nabi sebelumnya menghilangkan keraguan yang ada pada pengikutnya. Tetapi jika keajaiban itu disaksikan dengan mata, maka ia akan hilang dalam satu generasi. Kenapa? Karena bagi generasi selanjutnya, keajaiban itu hanya akan menjadi kisah, mereka tidak melihatnya.
Tetapi keajaiban Al-Qur’an–kitab terakhir yang Allah turunkan untuk kita–bukan untuk mata kita, tetapi untuk telinga namun bukan untuk setiap telinga.
Jadi, telinga orang seperti apa yang akan mampu menangkap keajaiban Al-Qur’an?
Materi LBP Hari Ke-30 Sore | Di Mana Letak Keajaiban Al-Qur’an?
Oleh: Indri Djangko
Pada bagian sebelumnya ada pernyataan bahwa keajaiban Al-Qur’an bukan untuk setiap telinga. Ada semacam syarat dan ketentuan yang berlaku. Telinga siapa yang akan mampu menangkap keajaiban Al-Qur’an?
Pada kondisi umat terdahulu, mereka secara nyata melihat keajaiban dan mengalaminya langsung, sehingga mereka yakin. Tapi ketika membaca Al-Qur’an, apakah setiap orang mendapatkan keajaiban?
Belum tentu.
Ada orang-orang yang justru bertambah kebencian terhadap Islam ketika membaca terjemahan Al-Qur’an. Ada pula orang-orang yang menguji Al-Qur’an, mempelajari Al-Qur’an hanya untuk menemukan kelemahannya.
Keajaiban dalam Al-Quran ini mahal harganya, tidak didapatkan secara cuma-cuma. Keajaiban demi keajaiban itu tidak akan didapat jika kita hanya membacanya sekilas.
Ust. Nouman memberi contoh melalui cerita tentang temannya yang berasal dari keluarga muslim yang tidak terlalu religius. Teman beliau ini mengambil jurusan filosofi dan kemudian menjadi agnostik, skeptis dan tidak percaya tuhan, bahkan tidak percaya akan eksistensi dirinya sendiri. Kemudian, dia mempelajari Al-Qur’an hanya untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan filosofisnya, dan agar teori filosofinya dapat menghancurkan Al-Qur’an. Setelah dua tahun, ia mengatakan bahwa ia buntu. Tetapi tetap saja, ini tidak menjadikan ia beriman kepada Al-Qur’an.
Satu-satunya cara untuk menemukan keajaiban dari Al-Qur’an adalah menghadirkan diri untuk mencarinya, merefleksikannya, merenunginya, sehingga akhirnya menjadi jelas bahwa ini hanya bisa datang dari Allah. Jika kita hanya melihat Al-Qur’an secara dangkal, maka Al-Qur’an tidak akan memberi kita apa-apa.
Allah memberikan keterangan untuk merenungi Al-Qur’an,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur’an? Sekiranya (Al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.”
(QS An-Nisaa:82)
Jika kita melakukan tadabbur, maka kita tidak akan menemukan pertentangan. Sebaliknya, jika kita tidak melakukan tadabbur dan hanya melihat Al-Qur’an sekadarnya, kita akan menemukan banyak pertentangan.
Ada banyak pihak yang sampai membuat situs web, tulisan, video, membuat daftar pertentangan-pertentangan yang mereka temukan di dalam Al-Qur’an, karena mereka tidak melakukan tadabbur atau perenungan terhadap Al-Qur’an. Jika mereka melakukan tadabbur, tentulah mereka akan yakin bahwa Al-Qur’an hanya bisa berasal dari Allah.
Jadi, bagian pertama dari hubungan kita dengan Al-Qur’an adalah laa rayba fiihi, meyakini dan tidak ada keraguan sedikitpun, bahwa Al-Quran adalah keajaiban/ mukjizat.
Lalu apa bagian kedua dari hubungan kita dengan Al-Qur’an?
(bersambung insya Allah pekan depan)
[…] 21 July 2020 https://nakindonesia.com/2020/07/29/lbp2020-di-mana-letak-keajaiban-al-quran/ […]
LikeLike