[LBP2020] Children Are A Blessing


Lessons from Bayyinah’s Production (LBP) Hari ke-20

Topik: Parenting

Sabtu, 11 Juli 2020

Materi LBP Hari ke-20 Pagi | Children Are A Blessing

Ditulis oleh: Heru Wibowo

Ada satu kalimat yang menjadi kunci dari akhir tulisan parenting pekan lalu.

يَعْرِفُوْنَهٗ كَمَا يَعْرِفُوْنَ اَبْنَاۤءَهُمْ

Ya’rifuunahu kamaa ya’rifuuna abnaa-ahum.

They recognize him like they recognize their own children. 

Mereka mengenalinya seperti mengenali anak-anak mereka sendiri.

Kalimat ini ada di dua tempat di Al-Qur’an. Di Al-Baqarah, 2:146 dan Al-An’am, 6:20. Kata ganti “nya” merujuk pada Rasulullah SAW. Mereka mengenali Rasulullah SAW seperti mengenali anak-anak mereka sendiri. Lalu “mereka” ini siapa?

اَلَّذِيْنَ اٰتَيْنٰهُمُ الْكِتٰبَ

Those to whom We gave the Scripture.

Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, yakni Taurat dan Injil.

Idenya adalah, sebagian pendidikan tentang keislaman itu telah berjalan. Dari generasi ke generasi. Dari Bani Israil hingga Rasulullah SAW. 

Memang, tidak semua hal terkait pendidikan keislaman itu tersampaikan. Tidak semuanya. Tapi sebagian pelajarannya masih tetap bertahan. Dari dulu hingga kini. Mereka mampu meneruskan tongkat estafet pendidikan itu dari generasi ke generasi.

Yang menarik, Yahudi Arab hanyalah sepotong segmen dari populasi Yahudi. Yang tidak terkoneksi ke populasi Yahudi yang lebih luas. Meski demikian, Yahudi yang secuil ini, yang minoritas ini, mereka tetap mampu melestarikan pendidikan itu. Untuk menyampaikan ajaran-ajaran itu sampai ke titik, di mana, saat Rasulullah SAW datang, Allah membuat ajaran-ajaran itu sebagai bukti. Bahwa pendidikan itu ternyata berlangsung turun-temurun.

Mereka tidak mendapatkan pendidikan itu dari Musa AS, secara langsung. Mereka mendapatkannya dari orang tua mereka. Yang mendapatkannya dari orang tuanya. Yang mendapatkannya dari orang tuanya lagi. Teruuuuuuus begitu sampai ke Musa AS. Melewati semua nabi Bani Israil. Tapi mereka bisa meneruskannya.

“Sesuatu” banget kan? Itu adalah indikasi betapa baiknya mereka mendidik anak-anak mereka. Di satu sisi, tapi, ya. Karena ada sisi yang lain, ada Fir’aun. Saat pengikut Fir’aun ketemu dengan Musa AS, terjadilah percakapan ini:

فَلَمَّا جَاۤءَهُمْ مُّوْسٰى بِاٰيٰتِنَا بَيِّنٰتٍ قَالُوْا مَا هٰذَآ اِلَّا سِحْرٌ مُّفْتَرًىۙ وَّمَا سَمِعْنَا بِهٰذَا فِيْٓ اٰبَاۤىِٕنَا الْاَوَّلِيْنَ

Maka ketika Musa datang kepada mereka dengan (membawa) mukjizat Kami yang nyata, mereka berkata, “Ini hanyalah sihir yang dibuat-buat, dan kami tidak pernah mendengar (yang seperti) ini pada nenek moyang kami dahulu.” (QS Al-Qashash, 28:36) (07:02)

Mereka sebenarnya harus diingatkan, sebagaimana di surah Ghafir:

وَلَقَدْ جَاۤءَكُمْ يُوْسُفُ مِنْ قَبْلُ بِالْبَيِّنٰتِ فَمَا زِلْتُمْ فِيْ شَكٍّ مِّمَّا جَاۤءَكُمْ بِهٖ ۗحَتّٰىٓ اِذَا هَلَكَ قُلْتُمْ لَنْ يَّبْعَثَ اللّٰهُ مِنْۢ بَعْدِهٖ رَسُوْلًا ۗ كَذٰلِكَ يُضِلُّ اللّٰهُ مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ مُّرْتَابٌۙ

Dan sungguh, sebelum itu Yusuf telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu senantiasa meragukan apa yang dibawanya, bahkan ketika dia wafat, kamu berkata, “Allah tidak akan mengirim seorang rasul pun setelahnya.” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (QS Ghafir, 40:34)

Saat mereka bilang, “Kami tidak pernah mendengar yang seperti ini,” bisakah kata-kata itu dipegang? Faktanya, mereka sudah pernah kok, mendengar yang seperti itu. Makanya mereka perlu diingatkan tentang Yusuf AS. Tentang Yusuf AS yang pernah datang membawa bukti-bukti yang nyata. 

Dengan kata lain, mereka tidak meneruskan pendidikan keislaman yang seharusnya mereka teruskan.

Jadi, ada sesuatu yang kontras di sini, antara Bani Israil dan Fir’aun.

Bani Israil itu, salah satu keberhasilan mereka adalah kemampuan mewariskan pendidikan. They were able to pass down the teachings. Dan enggak kira-kira. Cukup banyak pelajaran yang diteruskan menembus lapisan-lapisan generasi. Yakin, bahwa pelajaran itu diwariskan turun-temurun secara sempurna? Tidak ada perubahan di sana-sini? Mungkin. Mungkin ada perubahan. Tapi secara keseluruhan, secara umum, mereka mampu meneruskan pendidikan itu. 

Bagaimana dengan Fir’aun?

Salah satu kegagalan Fir’aun, atau keturunan Fir’aun adalah, bahwa mereka bahkan tidak bisa mengingat salah satu nabi, yakni Yusuf AS. 

Sekarang, kita move on ke topik parenting di mana anak-anak kita adalah berkah. 

Our children are a blessing.

Mari kita simak ayat ini.

وَهُوَ الَّذِيْٓ اَنْشَاَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ فَمُسْتَقَرٌّ وَّمُسْتَوْدَعٌ ۗقَدْ فَصَّلْنَا الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّفْقَهُوْنَ

Dan Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), maka (bagimu) ada tempat menetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda (kebesaran Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS Al-An’am, 6:98)

Dia adalah Dia yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu. Manusia akan menetap di bumi for a little extra time. Beberapa lagi menetap dalam waktu yang lebih singkat. Dalam waktu yang sangat singkat. Lalu menetap di alam kubur. Di sini ada kata mustawda’ yang berarti resting place. Kami menjelaskan ayat-ayat Kami kepada orang-orang yang memikirkannya dengan penuh perenungan.

Dengan kata lain, kita semuanya akan tinggal sementara di dunia ini. Anak-anak kita akan tinggal untuk sementara di dunia ini. Ketika Allah telah memberikan hadiah yang begitu indah berupa anak-anak itu di rumah kita, kita harus menikmatinya dan berterima kasih kepada Allah atas hadiah itu. Dengan penuh kesadaran, bahwa kita dan mereka tidak akan tinggal di dunia ini selamanya. 

Apakah kita yang akan meninggalkan mereka, ataukah mereka yang akan meninggalkan kita, kita tidak pernah tahu. Kedua hal itu, untuk sebagian kita, dan sebagian yang lain, pasti terjadi. Salah satu dari kedua hal itu pasti terjadi. 

Tapi dalam beberapa pasang kesempatan di Al-Qur’an, Allah menyatakan sesuatu yang sangat unik. Yang mungkin akan menyita perhatian Anda. Kejadian yang khusus ini disebutkan di surah Al-An’am, di ayat berikutnya, huwalladzii anzala minassamaa-i maa-an. 

وَهُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءًۚ فَاَخْرَجْنَا بِهٖ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَاَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُّخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُّتَرَاكِبًاۚ وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَّجَنّٰتٍ مِّنْ اَعْنَابٍ وَّالزَّيْتُوْنَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَّغَيْرَ مُتَشَابِهٍۗ اُنْظُرُوْٓا اِلٰى ثَمَرِهٖٓ اِذَٓا اَثْمَرَ وَيَنْعِهٖ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكُمْ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ

Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya pada waktu berbuah, dan menjadi masak. Sungguh, pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. (QS Al-An’am, 6:99)

Dia adalah Dia yang mengirim air dari langit. Dia menumbuhkan dari bumi, semua jenis tanaman. Ada berbagai macam jenisnya. Ada tanam-tanaman. Ada pohon-pohon palem. Ada zaitun, olive, delima. Dan tanam-tanaman yang menumpuk di atas yang lain. Ada tanam-tanaman yang terlihat sama. Ada tanam-tanaman yang terlihat sama sekali tidak sama. Lihatlah buah-buahan yang keluar dari pohon. Saat panen, lihatlah juga apa yang terjadi saat panen tiba. Begitu beragam tanaman dan panenan yang ada. Apa hubungannya dengan parenting


Materi LBP Hari ke-20 Siang | Children Are A Blessing (Part 2)

Ditulis oleh: Heru Wibowo

Ada isyarat di ayat itu. Ayat terakhir yang kita bahas tadi pagi. QS Al-An’am, 6:99. Ayat ini menggambarkannya begitu tepat. Gambaran tentang orang tua yang melahirkan keturunan.

Bumi adalah bagaikan seorang ibu. Yang “hamil” dengan berbagai tanaman. Lalu tiba saatnya melahirkan. Tiba saatnya panen. Sang ibunda hamil lalu melahirkan. Yang lahir adalah anak-anak kita. Lalu kita mengamati, anak-anak kita juga berbeda-beda. Anak-anak kita berbeda satu dengan yang lain seperti tanaman di atas bumi. Tapi beberapa dari mereka sangat mirip. Beberapa dari mereka mungkin juga terlahir sebagai anak kembar. 

Ada anak-anak yang kepribadiannya sangat mirip. Ada anak-anak yang kepribadiannya sangat berbeda. Yang sudah jadi orang tua, apalagi yang anaknya banyak, pasti tahu persis, bahwa anak-anak itu punya kepribadian yang berbeda-beda. Kadang-kadang ada orang tua yang mengomentari anaknya, “Kamu itu sama sekali tidak seperti kakakmu.” Entah kalimat itu diucapkan secara lisan, atau hanya disimpan di dalam hati. 

Ada dua anak gadis yang berbeda sama sekali. Yang satu jago matematika, yang lainnya gandrung akan kesenian. Atau, yang satu sanguine – lincah, murah senyum, dan mudah bergaul; yang lainnya phlegmatic – kalem dan suka berlama-lama di perpustakaan. Sangat-sangat berbeda.

Allah menyoroti hal ini supaya kita memperhatikan. Bahwa kita seharusnya bersyukur. Karena anak-anak kita tidak sama semuanya. Kita harus merayakan keragaman anak-anak kita.

We should celebrate the diversity of our children.

Kita tidak seharusnya bilang, “Kenapa kamu tidak bisa seperti kakakmu?” Kalau anak itu boleh berteriak, dan kalau berteriak itu masih dianggap sopan, maka anak itu akan menjerit, “Karena aku bukan kakakku!!!” Mungkin anak itu tidak berteriak, tapi lari masuk ke kamarnya. Sambil membanting pintu. Seakan-akan sedang protes keras, “Jangan pernah samakan aku dengan kakakku! Aku itu beda! Aku itu beda!! Aku itu beda!!!” 

Yang menarik, dan ini juga faktanya, keragaman anak-anak itu bermula dari sepasang anak pertama yang lahir di dunia. Habil dan Qabil. Mereka berdua sungguh berbeda. 

وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ اَزْوَاجًاۗ وَمَا تَحْمِلُ مِنْ اُنْثٰى وَلَا تَضَعُ اِلَّا بِعِلْمِهٖۗ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُّعَمَّرٍ وَّلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهٖٓ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ

Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. (QS Fathir, 35:11)

Tidak ada seorang wanita pun yang hamil, tidak ada seorang wanita pun yang melahirkan, kecuali semua itu terjadi dengan sepengetahuan Allah. 

Jadi, jika Anda adalah seorang wanita yang sedang mendekati bulan-bulan akhir kehamilan, dan Anda berpikir, “Anakku kalo lahir gimana ya ntar?” Mungkin sempat terlintas di pikiran Anda, bayangan yang tidak-tidak. Yang mungkin juga langsung ditepis dengan dzikrullah. Supaya hati menjadi tenang. Supaya stays positive

Sang ibunda tidak tahu apa yang akan terjadi saat lahiran nanti. Begitu juga sang ayah. Tapi Allah tahu. Allah tahu anak itu akan jadi seperti apa. Bentuknya akan seperti apa. Bahkan juga kepribadiannya, akan seperti apa. Allah tahu semuanya. Begitu sedikit ilmu kita. Dan begitu luas ilmu Allah yang meliputi itu semua. 

Bahkan pengetahuan sang ibu dan ayah terbatas hanya saat bayi sudah keluar dari rahim. Sudah dilahirkan. Sudah “melihat” dunia. Tapi saat bayi masih di dalam kandungan, pengetahuan manusia masih sangat terbatas. Meskipun sudah ada teknologi ultrasonografi (USG) sekalipun.

Jika bayi itu adalah anak kedua, bisa juga ayah bundanya bertanya-tanya, “Kira-kira bakal mirip kakaknya enggak ya?” 

Jika ayah bundanya ingin bayi itu kelak punya hobi basket seperti olahraga favorit Ustadz Nouman, bisa juga muncul pertanyaan, “Kira-kira berapa ya, nanti, tinggi badannya?”

Jika ibundanya pernah punya kesukaan nonton drakor, bisa juga muncul pertanyaan, “Kira-kira bayinya nanti cute dan super imut enggak ya?”

Ayah bundanya hanya bisa bertanya-tanya. Tapi Allah tidak. Allah terbebas dari bertanya-tanya. Allah adalah pemegang kepastian. Allah tahu. Allah tahu segalanya tentang bayi itu.

وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُّعَمَّرٍ

Dan tidak dipanjangkan umur seseorang. Dan tidak pula dikurangi. Bayi itu, bahkan Allah tahu jatah umurnya. Bayi itu ada yang umurnya cuma setahun. Ada yang umurnya cuma enam bulan. Tapi ada yang tetap hidup di usia 90 tahun. 

Pernah ke makam, kan? Dan melihat tulisan di batu nisan? Ada tanggal lahir dan tanggal wafat di situ. Lahir tahun 1997, wafat tahun 1997. Lahir dan wafat di tahun yang sama. Ada yang usianya hampir seabad, lahir tahun 1921, wafat tahun 2012.

Berapa lama anak kita akan tinggal di bumi?


Materi LBP Hari ke-20 Sore | Children Are A Blessing (Part 3)

Ditulis oleh: Heru Wibowo

Berapa lama anak kita tinggal di bumi, Allah yang putuskan. 

Faktanya, setiap hari kita bangun pagi. Dan kita begitu sibuk seharian. Termasuk sibuk mengingatkan anak-anak kita. Supaya jangan sampai ada yang ketinggalan, sebelum berangkat ke sekolah. Bahkan sebelum itu, mungkin kita sibuk membangunkan anak-anak kita. Harus mandi sebelum jam sekian. Jangan sampai salah kostum karena seragam tiap harinya beda-beda. Begitu sibuknya kita, sehingga kita bahkan lupa menyadari, bahwa anak kita hari itu masih bisa bangun tidur. Masih Allah panjangkan umurnya.

Setiap pagi, ketika anak-anak kita masih bisa bangun dari tidurnya, Allah masih memberi kesempatan satu hari lagi bagi kita, para orang tua, untuk menikmati kebersamaan bersama anak-anak kita. Sebuah hadiah yang luar biasa dari Allah!

Sedikit banyak, kesadaran akan hal itu akan memengaruhi perasaan kita. Seiring banyak sedikitnya kasih sayang yang kita curahkan untuk anak-anak kita. Dan juga, seiring banyak sedikitnya keluh kesah yang kita rasakan akibat kenakalan mereka.

Biasanya, orang tua suka mengeluhkan tingkah laku anak-anak mereka. Terutama saat anak-anak itu masih hidup.  Malas ngerjain PR lah. Bertengkar dengan saudara kandungnya, lah. Dan segudang masalah lainnya. Yang selalu terpikir adalah what’s wrong with them. Apa yang salah dengan mereka. 

Jika Anda melihat orang tua yang ditinggalkan oleh anaknya, yang semoga kita semua tidak mendapatkan ujian seperti itu. Ujian yang berat karena Allah mengambil kembali anak itu. Saatnya telah tiba. Dan Anda mendengarkan apa yang orang tua itu katakan tentang anaknya yang wafat itu. Yang akan Anda dengarkan dari orang tuanya adalah semua kebaikan anak itu. 

“Dia sangat cantik.”

“Dia sangat kreatif.”

“Dia sangat baik sama kakaknya.”

“Dia sangat baik sama adiknya.”

“Dia mau mendengarkan nasihat orang tuanya.”

“Saya masih suka, masih belum bisa melupakan, saat-saat dia tersenyum dan tertawa.”

“Dia sangat menyukai kisah ini dan itu.”

“Warna ini adalah warna favoritnya.”

Di saat-saat berkabung, yang bisa diingat oleh orang tuanya, tentang anaknya yang wafat, hanya yang baik-baik saja. Kapan seorang ayah, kapan seorang bunda, mengingat semua kebaikan anaknya? Tatkala anaknya wafat. 

Ayat ini seharusnya membuat kita sadar. Sesadar-sadarnya. Untuk menghargai semua hal yang baik. Dan semua hal yang indah, tentang anak-anak kita. Tentang anak-anak saya. Tentang anak-anak Anda. Saat mereka masih di sini. Masih di dunia. Masih bersama kita. 

Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan Anda saat ini. Tapi saya sendiri tidak kuasa menahan air mata saat saya menulis ini. 

Jangan sampai kita terlambat. Jangan sampai kita mengingat kebaikan-kebaikan anak-anak kita, baru ketika mereka telah kembali kepada-Nya. 

وَّلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهٖٓ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ

Tidak ada seorang pun yang umurnya dikurangi. Jadwalnya sudah Allah tetapkan. Tidak ada yang dikurangi. Tanggal sekian, anak ini harus “kembali”. 

Ayat ini bukan hanya tentang rasa terima kasih kita atas kesempatan yang masih Allah berikan kepada kita untuk menikmati kebersamaan dengan anak-anak kita. Tapi juga ayat tentang kesabaran untuk para orang tua yang anaknya telah pergi meninggalkan mereka. 

Ustadz Nouman, dengan penuh keyakinan, bilang, “Tidak ada tambahan satu tarikan napas pun yang dapat saya gunakan untuk bernapas selain dari jumlah napas yang sudah tertulis dan ditetapkan Allah untuk saya. Hal ini juga berlaku untuk anak-anak saya. Saya bisa menarik napas dan menghembuskannya saat ini karena itu sudah ditulis oleh Allah. Sesederhana itu. Tidak ada alasan lainnya untuk menjelaskan kenapa saya masih hidup hari ini.” 

Dan anak-anak kita masih hidup karena Allah masih menjaga mereka supaya tetap hidup. Dan jika mereka wafat, itu bukan karena kecelakaan mobil. Bukan karena sakit. Bukan karena gangguan mendadak yang tidak diketahui (sudden unknown disorder). Atau apapun. Kenapa mereka wafat, alasannya adalah karena saatnya telah tiba. Itulah alasannya. Karena Allah telah menuliskannya. Pengakuan dan kesadaran akan hal ini, membuat kita mampu menghargai setiap momen kebersamaan dengan anak-anak kita. Selagi mereka hidup. 

Saya tidak tahu apa yang Anda rasakan saat ini. Tapi bagi saya, kesadaran akan hal ini cukup menguras air mata.

وَمَا يَسْتَوِى الْبَحْرٰنِۖ هٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَاۤىِٕغٌ شَرَابُهٗ وَهٰذَا مِلْحٌ اُجَاجٌۗ وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُوْنَ لَحْمًا طَرِيًّا وَّتَسْتَخْرِجُوْنَ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَا ۚوَتَرَى الْفُلْكَ فِيْهِ مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Dan tidak sama (antara) dua lautan; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari (masing-masing lautan) itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai, dan di sana kamu melihat kapal-kapal berlayar membelah laut agar kamu dapat mencari karunia-Nya dan agar kamu bersyukur. (QS Fathir, 35:12)

Oh indahnya ayat ini.

Di mana letak keindahannya?

Bersambung insyaallah minggu depan


Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team – Lessons from Bayyinah’s Production

One thought on “[LBP2020] Children Are A Blessing

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s