[LBP2020] Alif Lam Mim


Lessons from Bayyinah’s Production (LBP) Hari ke-9

Topik: Pearls of Al-Baqarah

Selasa, 30 Juni 2020

Materi LBP Hari ke-9 Pagi | A Deeper Look (Part 1)

Ditulis oleh: Heru Wibowo

Who taught him letters?

Mereka benar-benar bingung mendengar Rasulullah bisa bilang alif lam mim. “Siapa ya, yang ngajarin dia? Kok dia bisa bilang alif lam mim. Berarti dia pasti punya guru dong. Atau mungkin dia belajar sendiri? Autodidak? Ah, enggak mungkin. Enggak masuk akal.”

Seribu satu macam pikiran berkecamuk. Masih heran dengan ucapan alif lam mim. Seorang yang buta huruf itu harusnya, paling banter, bilang “alam” Bukan alif lam mim. Kalau bilangnya alam, itu masih masuk akal. Seperti “alam” dalam surah Al-Fiil, 105:1. 

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ

Yang begini ini yang masuk akal, menurut mereka. Fakta bahwa Rasulullah mengucapkan alif, lam, dan mim, mengindikasikan bahwa dia punya seorang guru, pikir mereka. Maka pertanyaan-pertanyaan berikutnya pun tak terelakkan. 

“Siapa gurunya?”

“Apa saja yang diajarkan gurunya?”

“Ngapain juga gurunya ngajarin huruf-huruf itu?”

Jadi fakta yang sesederhana itu, sebuah ucapan alif lam mim, mampu membuat mereka bertanya-tanya. Dan pertanyaan-pertanyaan itu sangat-sangat penting. Maka pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab satu per satu. Insyaallah kita akan mengupas jawabannya satu per satu.

Gurunya adalah Allah. Dia adalah Dia, yang mengajari Rasulullah SAW. Dia adalah Dia, yang memberikan pendidikan kepada Rasulullah SAW. Jika bukan karena Allah, tidak mungkin alif lam mim meluncur melalui ucapan Rasulullah SAW.

Unprecedented Uses

Ini adalah hal yang kedua yang kita harus tahu tentang alif lam mim. Ucapan alif lam mim itu belum pernah digunakan sebelumnya. Belum pernah diucapkan sebelumnya. Belum pernah kejadian, ada orang yang mengucapkan alif lam mim, sebelumnya.

Fakta ini adalah fakta yang sangat penting. Mengapa? Kita simpan dulu untuk saat ini. Nantinya akan menjadi jelas dan makin jelas, insyaallahu ta’ala, kenapa fakta tersebut sangat penting.

Al-Qur’an menyatakan kata-kata secara unik dan berbeda, yang belum pernah digunakan sebelumnya. Tidak ada seorang pun yang bertutur seperti Al-Qur’an. Tidak seorang pun. Tidak pernah sama sekali, sebelumnya.

Saat itu, orang-orang Arab sangat bangga dengan bahasa mereka. Bahasa Arab adalah bahasa yang paling hebat, pikir mereka. Selain orang Arab, yang tidak berbahasa Arab, adalah ‘ajam. Alias, pada dasarnya, tidak mampu berbicara secara layak. Menurut mereka, Bahasa Arab adalah cermin kepatutan berbahasa. 

Bahkan mereka menganggap orang-orang di luar Arab adalah orang-orang yang terbelakang. Hanya gara-gara bahasa. Ini bukan tentang “negara adidaya”. Tapi tentang “bahasa adidaya”. Yang tentunya, secara politis, istilah itu sudah tidak tepat lagi untuk jaman now

Tapi begitulah mereka. Ada kebanggaan yang berlebihan sampai-sampai mereka memandang rendah yang lainnya. Hanya gara-gara yang lainnya tidak mengenal al-’arabiyyah. Memang mereka lah satu-satunya yang menguasai bahasa itu. 

Sampai tiba saatnya Al-Qur’an datang. Dan mereka pun meradang. Al-Qur’an itu beda. Bahasa Arab-nya beda. Jenis kata-kata kerjanya, beda. Jenis-jenis huruf yang dirangkainya, beda. Jenis-jenis kalimat yang digunakannya, beda. Tidak pernah terdengar sebelumnya. Tidak pernah ada orang yang bicara seperti itu. Persis seperti itu, tidak pernah ada. Mirip seperti itu, juga tidak ada.

Karya sastra, apapun bentuknya, tidak ada yang pernah benar-benar baru. Seorang penyair, misalnya, memproduksi sebuah puisi yang baru. Puisinya sangat indah. Sangat luar biasa. Tapi puisi itu, tidak seratus persen baru. Kira-kira 80 persen kontennya sebenarnya sudah pernah ada, atau mirip, dengan konten puisi-puisi yang pernah beredar sebelumnya. 

Anak-anak muda zaman now mungkin kurang relate dengan puisi. Lebih kenal dengan hip hop atau RnB. Atau musik jenis apapun. Musik yang punya beat, yang punya rhyme. Suatu waktu ada sebuah musik baru tercipta. Apakah sama sekali baru? Tidak. Apakah 100 persen kreatif? Tidak juga. Pasti ada elemen-elemennya, entah sekian persen, yang berasal dari musik yang pernah tercipta. Ada ingredient-ingredient yang sudah ada di musik sebelumnya, yang dipoles sedemikian rupa, ditambahkan sekian persen komponen yang baru, lalu diluncurkan ke para penikmat musik. 

Intinya, tidak ada karya yang benar-benar baru. Mungkin yang baru cuma sepuluh persen. Atau dua puluh persen. Mayoritasnya, sudah pernah ada di produk sebelumnya. 

More than Question – Curiosity

Ketika Al-Qur’an bilang alif lam mim, telinga mereka merasakan sesuatu yang tak biasa. Tidak pernah terdengar sebelumnya, ucapan seperti ini. Mengapa ada orang yang bicara seperti ini? Alif lam mim tidak hanya mengundang pertanyaan, tapi juga rasa ingin tahu. 

Sang guru, siapapun dia, tidak ada seorangpun yang pernah berguru dengan sang guru di seputaran wilayah itu. Di ring satu. Tidak ada seorangpun yang pernah mendapatkan edukasi dari sang guru ini sebelumnya. 

Jadi, seakan-akan ada conditioning. Alam pikiran manusia saat itu seakan dipersiapkan untuk menerima hadirnya wahyu Al-Qur’an. Dan itulah luar biasanya Al-Qur’an. Pengkondisian seperti itu cukup dilakukan hanya dengan alif lam mim. Ya, hanya dengan alif lam mim.


Diskusi dan Tanggapan LBP Hari ke-9 Pagi | A Deeper Look (Part 1)

Nana:

Setiap materi yang disampaikan membuat nalar dan hati berpikir se”dalam ini ya” setiap ayat bahkan setiap huruf di dalam Al-Qur’an. Ternyata memang yang diperintahkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW melalui malaikat jibril adalah “Iqro” = “Bacalah” yang mengartikan membaca melalui mata dan hati serta akal. Tidak ada setiap ayat di dalam Al Qur’an yang tidak memiliki makna.

Menurut pendapat brother+sister di sini… Bagaimana cara hati ini agar terus tertrigger “peka” dan “haus” dengan pendalaman makna ayat-ayat Al-Qur’an? Saya sejujurnya masih naik dan turun ☹️

Kamaruddin:

Bismillāh

Mohon izin sharing ala kadarnya.

Saya pribadi cocok dengan metode “banyak buka kamus”.

Jadi singkatnya, misal ada satu ayat yang ingin saya pelajari. 

  • Pertama, saya cek satu per satu kata-kata dalam ayat tersebut, memastikan kata-kata mana yang saya sudah tahu arti/terjemahan. 
  • Kedua, kata-kata yang belum saya pahami, saya cek akar katanya (biasanya situs Corpus Qur`an atau aplikasi Al Qur`an tafsir & by word membantu). 
  • Ketiga, saya cek ke kamus dengan bantuan akar kata tersebut (saya cocok dengan situs Lexicon Quranic Research karena definisi kata-katanya dari bahasa Arab klasik & kamus yang direkomendasi oleh Ustad Nouman). 
  • Keempat, semua kata yang sudah lengkap terjemahannya disatukan (dengan bantuan terjemahan yang sudah ada, misal terjemahan Kemenag). 
  • Kelima, kalau memungkinkan, buka kitab tafsir terjemahan bahasa Indonesia, seperti Tafsir ibn Katsir.

Alhamdulillāh dengan cara demikian, rasa “peka” dan “haus” dengan pendalaman makna ayat-ayat Al-Qur`an senantiasa “terpupuk”. IMHO 🙏🏻

Wallāhu’alam

Siti:

Assalamualaikum, apabila boleh menambahkan dan mohon dikoreksi bila saya salah, menurut pendapat saya (singkat aja ya…)

1. Sifat hati manusia fitrahnya mudah terbolak balik. Berdoa kepada Allah minta agar diberikan ketetapan hati dalam islam dalam ketaatan.

Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinik 

“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

2. Memohon pertolongan Allah agar diberikan petunjuk dan taufik.

3. Membersihkan qolbu sesering mungkin dengan cara bertaubat dan beristighfar serta berdzikir plus sholawat.

4. Memperbanyak ibadah sunnah.

5. Terus menerus membaca Al-Qur’an walau awalnya tidak paham, nanti Allah yang akan memahamkan kita. Tanpa kita sadari kita jadi punya rasa penasaran/curiosity, terus pengen buka mushaf lagi/kangen membaca, terus nanti kok jadi pengen belajar tajwidnya…dan akan banyak lagi yang akan ditunjukan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’Ala.

6. Dan juga menjadi fitrah manusia bahwa keimanan kita juga bisa naik turun, mustahil naik terus. Mohon kepada Allah diberikan keistiqomahan.

Afwan apabila ada pemahaman dari saya yang salah mohon dikoreksi, wallahu”alam bishawab. Semoga bermanfaat.


Materi LBP Hari ke-9 Siang | A Deeper Look (Part 2)

Ditulis oleh: Heru Wibowo

For those who believe

Di Part 1, kita belajar bahwa alif lam mim ternyata membawa efek kepada orang-orang yang tak beriman. Bagaimana dengan orang-orang yang beriman? Apakah alif lam mim ada efeknya juga? Ya. Sudah pasti. Alif lam mim bahkan menjadi petunjuk (guidance) untuk mereka yang beriman. 

Sudah ada ijma’ dari para ulama, bahwa tidak ada satu orangpun yang tahu alif lam mim itu artinya apa. Meski ada juga ulama yang berpendapat lain. 

Tapi, salah dong, kalau ada yang bilang bahwa alif lam mim itu tidak punya arti sama sekali. Kenapa salah? Karena segala sesuatu yang Allah firmankan, pasti punya arti. Segala sesuatu yang Allah firmankan, pasti ada tujuannya.

Everything He gives, it’s for our benefits

Selain itu, segala sesuatu yang Allah berikan, kita tahu persis, mendatangkan manfaat untuk kita. Allah tidak mungkin bicara di Al-Qur’an, benar-benar tidak mungkin bicara, kecuali hal itu akan mengajari Anda dan saya, sesuatu. Allah adalah ‘allamal qur’aan. Dia sendiri adalah ‘allamal qur’aan. Allah tidak bilang, cuma qaalal qur’aan. Hanya berkata di Al-Qur’an. Takalamal qur’aan. Hanya berbicara di Al-Qur’an. Tidak cuma itu. Tapi ta’allamal qur’aan. Dia mengajarkan Al-Qur’an. 

Mengajarkan tentu beda dengan berbicara. Ketika seseorang berbicara, yang kita amati adalah, dia membuka mulutnya. Tapi ketika seseorang mengajar, apa yang ada di benaknya? Murid-muridnya. Segala sesuatu yang dia ajarkan, seharusnya bermanfaat untuk siapa? Murid-muridnya. 

Apa poinnya? Rumusan yang kita pakai adalah: Allah tidak sekadar berbicara, tapi Allah mengajarkan. Dengan rumusan ini, ketika Anda membaca alif lam mim, karena alif lam mim berasal dari Allah Yang Maha Mengajarkan, maka alif lam mim pasti punya manfaat untuk Anda.

Lalu muncul pertanyaan, “Aku bahkan tidak tahu alif lam mim itu apa artinya, jadi bagaimana alif lam mim bisa bermanfaat untukku?” Karena, untuk bisa mendatangkan manfaat, aku harus paham dulu, apa artinya. 

Khususnya jika Anda sedang duduk di sebuah ruang kelas. Guru Anda mengatakan sesuatu, dan Anda nggak paham. Itu berarti Anda tidak dapat mengambil manfaatnya. Maka Anda harus mengangkat tangan dan bilang apa? “Saya tidak paham.” Atau bisa juga, “Bolehkah diulangi sekali lagi?” Atau bisa juga seperti ini, “Bolehkah dijelaskan apa maksudnya, kepada kami?” Anda membutuhkan sebuah penjelasan yang lebih baik.

Tapi, tidak peduli siapa yang Anda tanya di dunia ini, bisakah seseorang menjelaskan apa itu alif lam mim? Bisakah seseorang menceritakan, alif lam mim itu apa artinya? Adakah tafsir untuk tiga huruf ini? Apa sih misteri di balik tiga huruf itu? Tidak ada seorang pun yang punya jawaban yang jelas. Dan tidak ada seorang pun yang pernah punya jawaban yang jelas. Dan tampaknya, yang “jelas” adalah: tidak ada seorang pun yang punya jawaban yang jelas. 🙂

Sampai Anda bertemu Allah di Hari Penghakiman dan Allah memberi Anda izin, dengan kasih sayang-Nya, untuk memasuki Jannah, lalu Anda punya kesempatan untuk bertanya kepada Sang Maha Guru, Allah ‘azza wa jall, tentang apa itu alif lam mim.

Student orientation

Hmmm. Alif lam mim. Adakah manfaatnya? Ada, kali ya? Apa dong, kalau begitu? Apa manfaatnya? Manfaatnya adalah, untuk para mahasiswa yang ada di kampus, atau mungkin yang pernah masuk SMA, mereka mungkin tahu itu. Namanya adalah: orientasi siswa. 

Anda sudah berada di dalam kelas di hari pertama. Guru Anda masuk kelas dan bilang, “Tolong diperhatikan, di sekolah ini, kalian harus punya sikap seperti ini. Kalian harus bekerja cukup keras untuk mengerjakan PR. Anda tidak boleh melakukan ini dan itu. Akan ada tugas-tugas dari pengajar yang harus Anda selesaikan tepat waktu. Akan ada ujian akhir, dan Anda sebaiknya mempersiapkan diri jauh-jauh hari, setidaknya tiga minggu sebelumnya. 

Apa yang dilakukan guru Anda tadi? Dia mempersiapkan Anda secara mental untuk menghadapi segala sesuatu yang akan datang. Betul? Seperti itulah orientasi siswa.

Dan jika Anda tidak siap mental, maka Anda tidak memiliki attitude yang sangat diperlukan untuk sukses belajar. 

Kita semua adalah siswa, yang belajar Al-Qur’an. Adakah “orientasi siswa” untuk orang-orang seperti kita? 

Jawabannya: ada. Orientasi pertama dari siswa yang belajar Al-Qur’an adalah bahwa mereka tidak tahu apa-apa. 


Diskusi dan Tanggapan LBP Hari ke-9 Siang | A Deeper Look (Part 2)

Dessy:

Apakah yang rekan-rekan pikirkan, atau rasakan, dulu, saat pertama kali mendengar atau membaca alif lam mim?

Cuek aja? (yang penting baca, sudah berpahala) Atau pernah inisiatif nanya, ke guru ngaji, misalnya? Atau pernah berusaha melakukan riset sendiri?

Heru:

Kalo pertama kali dulu, saya fokusnya enggak ke situ. Konsentrasi saya curahkan ke makhraj, maad, dan ghunnah. Selama guru tahsin saya sudah manggut-manggut dengerin bacaan tiga huruf itu, saya happy. Dulu begitu. 🙂🙂

Nana:

Pernah nanya ke guru..tapi belum berani riset sendiri.

Musyafa:

Biasanya di Al-Qur’an terjemah kan ada notenya bahwa Alif-Laam-Miim ini artinya hanya diketahui oleh Allah SWT. Jadi ya.. di-“Oke/oh gitu”-in saja.. terus lanjut baca terjemahan ayat lainnya.. 😀

Dessy:

Kalau dulu sama saya juga tidak fokus ke alif lam mim nya makanya tidak pernah menanyakannya juga ke guru. Hanya fokus ke materi yang diajarkan beliau saja seperti tajwid dan makhorijul huruf saja.

Nurul:

Kalau saya juga tahunya memang tidak akan bisa di-decipher sama manusia arti atau maksudnya. Tapi baru-baru ini mengetahui kalau misalnya huruf-huruf di awal surat biasanya terdapat pengulangan dalam jumlah tertentu yang sama (lupa sumbernya). 

Eny:

Iya hampir semua di awal surat-surat menengah sesudah huruf itu biasanya langsung jelasin tentang kitab Al-Qur’an. Kecuali di Ar-Rum.

Anggar:

Kalau saya sempat curious untuk ayat-ayat model seperti Alif Lam Mim, tapi enggak sampe mencari lebih lanjut 😅 karena ya hanya sebatas membaca saja. Pas denger penjelasan ustadz NAK barulah amazed dengan makna yang terkandung dalam ayat tersebut.

Tara:

Terus terang waktu membaca pertama kali Aliflaamiim… bukan cuek, tapi bisa menerima penjelasan hanya Allah yang tahu apa maksudnya.

Yang menjadi perhatian saya  adalah apa hubungan antara Surat Al Fatihah dengan surat Al Baqarah khususnya ayat 2. 

Menurut saya pribadi, surat 2:2 adalah jawaban dari permohonan : “Tunjukilah kami jalan yang lurus (QS.1:6)… langsung terjawab : “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (QS.2:2)

Masalahnya “message“nya tidak sampai / tidak terasa kalau itu jawaban dari permohonan dalam surat Al Fatihah, dikarenakan terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia yang biasa-biasa saja…. Bukankah ada kata tunjuk “Dhalika”? Mengapa tidak diterjemahkan dengan “Inilah Kitab, tiada keraguan, petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. Kalau kata petunjuk diletakkan di depan, hal itu akan memberikan penekananan bahwa ini lah petunjuk yang kalian minta.

Mohon maaf dengan segala hormat bukan mau mengkritik penerjemah yang sudah disahkan oleh DEPAG, ketika dicek ke terjemahan bahasa Ing (This is the Book …) dan bahasa Prancis (C’est le livre …) terjemahannya selalu menempatkan kata petunjuk di depan.

Mohon maaf, latar belakang saya yang mualaf dan berlatar belakang pendidikan telaah teks sastra, yang membuat saya bertanya-tanya seperti di atas.

Pendapat pribadi saya itu menjawab pertanyaan sy sndiri, mengapa Al Fatihah diletakkan sebagai surat pertama dan jaga mengapa Al Fatihah itu wajib dibaca dalam shalat kita…. sbb itu lah surat yang menjadi sarana penghubung antara kita dengan Sang Khaliq.

Saya melihat sebuah bagan : 

Kita memohon petunjuk yang lurus dan dijawab langsung dengan diberi sebuah Kitab sebagai petunjuk yang tidak ada keraguan. Sekarang tinggal terserah kita mau diapakan buku itu.


Materi LBP Hari ke-9 Sore | A Deeper Look (Part 3)

Ditulis oleh: Heru Wibowo

The first orientation

Orientasi pertama dari student of the Qur’an adalah alif lam mim. Apa itu artinya?

Artinya: Anda tidak tahu dan Anda sebaiknya terbiasa dengan hal itu.

وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Memang ayat ini, kalimat itu, beneran ada di Al-Qur’an ya?

Tidak sekadar ada. Bisa dicek sendiri di sini:

QS. Al-Baqarah, 2:216

QS. Al-Baqarah, 2:232

QS. Ali ‘Imran, 3:66

QS. An-Nur, 24:19.

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Anda tidak tahu dan Anda sebaiknya terbiasa dengan hal itu.

Jangan dekati Buku ini, Al-Qur’an, untuk mengkritiknya.

Jangan memaksakan diri bahwa “jika aku tidak paham, aku tidak akan mengikutinya”.

Jangan memaksakan diri bahwa “jika rasa ingin tahuku tidak terpuaskan, aku tidak akan mengikutinya”.

Jangan memaksakan diri bahwa “jika aku tidak berhasil diyakinkan, aku tidak akan mengikutinya.”

Jangan. Sekali-kali jangan. Jangan pernah seperti itu. Alif lam mim. Wallaahu ya’lamu wa antum laa ta’lamuun. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Anda tidak tahu dan Anda sebaiknya terbiasa dengan hal itu.

Anda harus mendekati Buku ini, Al-Qur’an, dengan kerendahan hati (humility).

Tidak dengan menomorsatukan rasa ingin tahu (curiosity). Apalagi dengan kesombongan (arrogance).

Penulis teringat saat masih kuliah dulu. Ikut belajar tahsin di seorang kiai, pengasuh pondok pesantren. Beliau adalah gurunya para penghafal Al-Qur’an. Santrinya, jenisnya, ada dua. Yang pertama, yang setor hafalan, bil-ghayb. Yang kedua, yang maju sambil bawa mush-haf, bin-nazhar, saya termasuk di dalamnya. Santrinya, jumlahnya, banyak sekali. Maka ada bangku yang lurus dan panjang, yang disediakan khusus untuk antri. Maju dua-dua. Jadi Pak Dzi, begitu beliau biasa dipanggil, selalu menyimak dua bacaan sekaligus. Bacaan santri di sebelah kiri, dan di sebelah kanan beliau.

Suatu hari, ada tamu, seorang anak muda, yang terkenal sangat cerdas. Prestasinya sudah diakui banyak orang. Dia tampaknya sedang tertarik untuk menghafal Al-Qur’an. Dia bertanya, sekali baca harus hafal atau gimana, dijawab boleh diulang-ulang. Oh, berarti gampang, katanya. Dia bertanya, hafal 30 juz itu berapa lama, dijawab bisa sekian bulan, bisa sekian tahun. Karena dia merasa lebih cerdas dari yang menjawab, maka dia sesumbar akan bisa hafal Al-Qur’an dalam waktu yang jauh lebih cepat. 

Yang akhirnya terjadi, bisa ditebak: satu juz pun dia tidak berhasil menghafalkannya.

Anda harus mendekati Buku ini, Al-Qur’an, dengan kerendahan hati (humility).

Tidak dengan menomorsatukan rasa ingin tahu (curiosity). Apalagi dengan kesombongan (arrogance).

Saat ini, akses terhadap buku begitu terbuka. Dan Anda pun bisa mengunduh sebuah PDF. Anda bisa menyimpan bacaan di kindle, ipad, atau yang lainnya. Anda bisa menyukai beberapa bab yang Anda baca, dan bisa tidak menyukai beberapa bab yang lainnya. 

Karena buku sudah menjadi bagian dari industri, bahkan sebelum Anda membeli buku, Anda bisa melihat berapa “bintang” yang didapat oleh buku itu. Apakah bintang satu, dua, tiga, empat, atau lima. Anda bisa melihat apakah buku itu ada di New York Times best seller. Anda bisa membaca semua reviews dari buku itu. 

Jadi, apa yang kita lakukan saat kita membaca buku? Tidak cuma mempelajarinya, kita juga mengkritiknya. Kita juga memberi komen dan bilang, “Aku suka buku ini. Menurutku sih, oke. Tapi yang bab ini, aku nggak begitu suka.”

Kita juga seperti itu dengan film, dengan kartun, rumah sakit, sekolah, pusat perbelanjaan, dan lainnya. 

Karena kita melakukan hal seperti itu dengan buku, kita pun juga melakukannya dengan profesor di universitas. Anda melakukan rating terhadap para profesor. Tidak cuma me-rating, tapi juga memberi komentar. “Profesor anu ngeri kali kalo kasih PR.” Atau, “Ikut kuliah bersama profesor Fulan adalah sebuah penyiksaan.” Atau hal-hal serupa itu. 

Dengan kata lain, Anda yang pegang kendali. You’re in a position of control. Posisi Anda adalah yang pegang kendali. Kenapa bisa begitu? Karena dalam sebuah komunitas konsumen (a consumer society), pelanggan selalu apa? 

Ustadz Nouman beneran lagi nanya ini. Makanya beliau mengulangi lagi pertanyaannya, “Apa? Coba katakan, pelanggan selalu apa?” Lalu ruang kelas agak bergemuruh, “Benar.” Sebagian murid Ustadz Nouman juga ada yang menjawab, “Selalu benar.” The customer is always right.

Pelajar atau mahasiswa adalah pelanggan karena membayar SPP. Pembaca buku adalah pelanggan karena dia mengeluarkan uang untuk membayar bukunya.

Maka setiap orang sekarang adalah seorang pelanggan. Yang itu berarti, mereka selalu dalam posisi untuk mengkritik, untuk mencela, dan sebagainya, dan sebagainya. Lalu kita membawa “sikap seorang pelanggan” itu saat mendekati Al-Qur’an. Bahkan virus “sikap seorang pelanggan” menular ke muslim yang membaca Al-Qur’an. 

Dengan menenteng “sikap seorang pelanggan” itu, mereka tidak lagi rendah hati. Mereka punya rasa ingin tahu yang kebablasan. Mereka pun sombong tidak karuan. Maka lihatlah betapa tidak sopannya cara mereka memperlakukan Al-Qur’an dengan bicara sekenanya.

“I don’t get it! I don’t understand!”

“Mbuh, ra weruh! Aku ra reti!”

“Gagal ngarti! Abdi henteu ngartos!”

“Aku udah baca sih. Tapi aneh menurutku. Membingungkan. Baca yang ini bingung. Baca bagian yang itu juga bingung!”

Mungkin kalau nadanya rendah dan diucapkan dengan halus, masih lumayan. Meski tetap sikap seperti ini harus diperbaiki juga sih. Bisa memilih bahasa yang lebih positif dan konstruktif. Tapi kalau sudah mengucapkan kata-kata tadi dengan nada tinggi dan kasar, berarti yang bicara sudah terjangkit virus “sikap seorang pelanggan”, yang tidak patut diterapkan saat mereka mendekati Al-Qur’an.

Jangan. Jangan begitu.

Jangan Anda bicarakan Al-Qur’an seperti Anda membicarakan buku-buku yang biasa. This is not just any other book. Jangan Anda mendekati Al-Qur’an dengan “sikap seorang pelanggan” yang selalu benar. 

Dekatilah Al-Qur’an seperti seorang pengemis. Karena Anda sedang mengais hidayah-Nya. Dekatilah Al-Qur’an seperti Anda sedang kelaparan. Karena Al-Qur’an akan memberi nutrisi hidayah kepada Anda. Dekatilah Al-Qur’an seperti Anda sedang bangkrut. Karena Al-Qur’an berasal dari Dia Yang Maha Kaya.

Dekatilah Al-Qur’an seperti seseorang yang tersesat di padang pasir. Yang sekarat karena dehidrasi. Ketika dia diberi seteguk air, dia tidak mempermasalahkan temperaturnya. Dia juga tidak bertanya, “Ini air putih doang ya? Kopi kenangan ada, nggak?” Dia tidak sempat memikirkan yang aneh-aneh. Dia begitu terobsesi hanya oleh seteguk air.

Ketika Anda merasakan keputusasaan untuk merengkuh hidayah. Anda yakin bahwa Allah tahu apa yang terbaik untuk Anda. Anda yakin bahwa Allah tahu apa yang Anda perlu tahu dan apa yang Anda tidak perlu tahu. 

Dan satu hal lagi yang sangat indah dari cara Allah memberikan orientasi kepada student of the Qur’an adalah: He set our attitude right when we study His Book. Allah telah memasang knob atau tombol “sikap” secara tepat, ketika kita mempelajari Kitab-Nya, Al-Qur’an. 

Karena, wallahil ‘azhim, Anda dapat mempelajari Kitab Allah. Anda sungguh-sungguh dapat mempelajari Al-Qur’an. Tapi jika Anda tidak memiliki sikap yang tepat, dan jika Anda tidak memiliki cara berpikir yang tepat, dan jika hati Anda tidak berada di tempat yang semestinya, maka inilah yang akan terjadi:

يُضِلُّ بِهٖ كَثِيْرًا وَّيَهْدِيْ بِهٖ كَثِيْرًا

Dengan itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak (pula) orang yang diberi-Nya petunjuk. (QS Al-Baqarah, 2:26)

Kitab yang sama. 

Akan membimbing banyak orang. 

Kitab yang sama. 

Akan menyesatkan banyak orang. 

Kenapa bisa begitu? Karena mereka mendekati Al-Qur’an dengan sikap yang salah _(the wrong attitude)._ Dan itulah yang Allah bilang sendiri pada akhirnya:

وَمَا يُضِلُّ بِهٖٓ اِلَّا الْفٰسِقِيْنَۙ

Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan itu selain orang-orang fasik. (QS Al-Baqarah, 2:26)

Alif lam mim memberi pelajaran yang sangat banyak kepada kita. Terutama, menampar sikap kita yang masih kurang tepat saat mendekati Kitab-Nya yang mulia.


Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.🤲

Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.🙏

Jazakumullahu khairan😊

Salam,

The Miracle Team – Lessons from Bayyinah’s Production

One thought on “[LBP2020] Alif Lam Mim

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s