Lessons from Bayyinah’s Production (LBP) Hari ke-6
Topik: Parenting
Sabtu, 27 Juni 2020
Materi LBP Hari ke-6 Pagi | Parenting (Part 1)
Oleh : Icha Farihah
Ustadz Nouman membuka seri ini dengan membacakan QS. An-Nisa ayat 1.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Kenapa Ustadz memilih ayat ini?
Mohon bersabar. Hal ini akan dijelaskan nanti Insyaa Allaah.
Kali ini Ustadz akan berbagi topik yang didapatkan dan dipersiapkan dengan pendekatan yang berbeda. Yaitu topik tentang parenting and quranic wisdom. Tentang proses pembelajaran dan pengasuhan serta interaksi antara orang tua dan anak. Serta bagaimana mutiara-mutiara Al-Qur’an mewarnai proses itu.
Ustadz menjelaskan tentang hal-hal yang telah dilakukan dalam mempelajari dan memperdalam topik parenting di dalam Al-Qur’an. Langkah yang pertama dan yang paling mudah yang Ustadz lakukan adalah melihat kisah-kisah terkenal tentang parenting di dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah kisah Nabi Ibrahim ‘alayhis salam ketika berbicara dengan anak-anaknya, Nabi Ya’kub ‘alayhis salam, kisah Lukman radhiyallahu ‘anhu, atau kisah Nabi Yusuf ‘alayhis salam bersama ayahnya.
Akan tetapi, menurut Ustadz Nouman, kisah-kisah ini tidaklah cukup untuk mendapatkan pemahaman parenting di dalam Al-Qur’an, setidaknya pemahaman untuk diri Ustadz Nouman sendiri.
Motivasi beliau dalam program ini adalah untuk membantu kita memahami alasan dari pilihan-pilihan pendekatan yang kita lakukan dalam parenting. Ustadz sendiri mengakui bahwa cara Ustadz mengasuh anak-anaknya, berbeda dengan cara yang telah dilakukan oleh para orang tua di zaman old. Banyak hal telah berubah secara cepat. Keadaan yang kita hadapi sekarang tidak sama dengan yang dihadapi orang tua kita dulu.
Dewasa ini, terdapat fitnah, kesulitan, dan cobaan ketika membesarkan anak-anak kita. Menurut Ustadz, kita hidup di era yang tidak biasa. We live in an unusual time. Apa maksudnya?
Orang tua kita dulu diasuh dan dibesarkan oleh kakek nenek kita. Mereka dibesarkan dalam kondisi yang autopilot. Karena pada waktu itu lingkungan tempat mereka tinggal adalah lingkungan yang islami. Sikap sopan santun, cara berpakaian, cara berbicara, dan cara berperilaku, menghormati orang yang lebih tua, semuanya sudah mendarah daging dan sangat normal. Begitu juga ketika keluar dari rumah, adzan terdengar, orang-orang bergegas menuju masjid, khutbah dan ceramah juga menjadi kegiatan yang ada di lingkungan sekitar. Islam ada di mana-mana sehingga anak-anak punya kesempatan besar untuk terpapar kehidupan islam.
Ustadz tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa generasi-generasi sebelum kita lebih baik, lebih salih, dan lebih-lebih yang lainnya. Yang berhak melakukan penilaian tersebut hanya Allah semata.
Ilustrasi tadi tidak selalu sama. Keadaan yang sesungguhnya terjadi bisa kebalikannya. Seperti cerita beliau ketika bertemu seorang pemuda Irak yang tinggal di Amerika dan sekarang menetap di Minneapolis. Menurut pemuda itu, generasi yang sekarang justru lebih baik karena pada zaman kakeknya dahulu terdapat banyak wanita yang memakai rok pendek dan alkohol merajalela, sedangkan sekarang jauh lebih sopan. Kakek pemuda itu malah mengatakan bahwa islam sekarang sedang bangkit kembali.
Dalam beberapa dekade terakhir ini kita dihadapkan dengan situasi yang berbeda, terutama dalam hal parenting. Kita sangat tidak asing dengan acara prom, Halloween, kencan/pacaran, facebook, film, games, dan lain-lain. Kita mendengar semua ini terus menerus dan menjadi bagian dari norma kehidupan kita. Secara sadar atau tidak, melakukan normalisasi terhadap hal-hal tersebut. It’s insane.
Ketika hidup di tengah-tengah masyarakat. Mayoritas orang akan mengikuti keyakinan, kultur, gaya hidup tertentu, dan ini akan diturunkan ke generasi selanjutnya. Tapi keadaannya akan berbeda kalau kita menjadi kelompok minoritas. Nilai-nilai yang kita yakini dan kita jalani tidak muncul dan terwakili di tengah-tengah masyarakat. Sehingga kita bisa mengasumsikan bahwa keyakinan kita, agama kita ini, belum tentu mampu untuk diturunkan kepada generasi mendatang.
Ketika kita berada dalam lingkungan yang tidak mencerminkan nilai-nilai Islam, anak-anak malah akan mencetuskan berbagai pertanyaan seperti, kenapa ya kok kita terlihat aneh? Kenapa kita perlu berpakaian seperti ini?
Saat pergi ke masjid, kita menggunakan sorban, peci, sarung, dan lain-lain, tetapi kita tidak memakainya di tempat lain. Maka anak-anak akan melihat dan berpikir bahwa kebiasaan itu adalah hal yang aneh. Begitu juga, ketika perempuan-perempuan yang datang ke masjid memakai kerudung, kemudian saat selesai dan berada di mobil mereka melepasnya dan berpikir bahwa, “Oke, aku bisa normal lagi”.
Ustadz Nouman tidak bermaksud menyalahkan mereka dengan perilaku tersebut karena ini adalah tentang kultur yang dominan. Ada dorongan dari luar untuk berperilaku seperti itu. Dan hal itu akhirnya berdampak kepada kita. Sesuatu yang kita anggap normal saat ini juga akan dianggap normal oleh anak-anak kita. Sama seperti dahulu ketika orang tua kita melihat sesuatu yang normal maka hal itu akan diturunkan kepada kita sebagai sebuah hal yang normal pula.
Percayalah wahai para orang tua. Saat ini, kita perlu melakukan ikhtiar yang ekstra. Dahulu, parenting adalah kegiatan yang bersifat autopilot. Tidak usah dipikirkan, tapi tetap aman. Namun untuk kehidupan kita sekarang, hal itu tidak mungkin lagi.
Keadaan masyarakat sekarang ini merupakan ujian bagi kita semua sebagai orang tua. Supaya kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari Allah tentang cara mengasuh dan mendidik anak-anak kita. Supaya kita mempunyai perilaku, mentalitas, dan ekspektasi yang benar terhadap anak-anak kita. Supaya kita memaknai arti tanggung jawab sebagai orang tua.
Beberapa orang menilai bahwa memiliki anak merupakan sebuah kumpulan beragam tanggung jawab. Kita harus memberi mereka makan, merawat, mengantar ke sekolah, dan kegiatan-kegiatan fisik lainnya. Itu semua valid. Tidak ada yang salah. Namun ada tanggung jawab yang lain yang sering luput dan tidak menjadi prioritas kita.
Kali ini Ustadz akan berbagi topik yang didapatkan dan dipersiapkan dengan pendekatan yang berbeda. Yaitu topik tentang parenting and quranic wisdom. Tentang proses pembelajaran dan pengasuhan serta interaksi antara orang tua dan anak. Serta bagaimana mutiara-mutiara Al-Qur’an mewarnai proses itu.
Materi LBP Hari ke-6 Siang | Parenting (Part 2)
Oleh: Icha Farihah
Maka proses yang unik itu pun terjadi. Yang di Part 1 tadi pagi sudah diinformasikan bahwa kali ini Ustadz menggunakan “pendekatan yang berbeda”.
Seperti apakah “pendekatan yang berbeda” itu?
Ustadz Nouman membaca keseluruhan Al-Qur’an dalam satu hari sebagai orang tua. Dalam satu hari. Dan sebagai orang tua. Beliau mengkhususkan waktu tersebut dan berdoa kepada Allah, “Ya Allah berikanlah kepadaku petunjuk sebagai orang tua”.
Kemudian beliau membaca dan menulis beberapa catatan. Ustadz membaca Al-Qur’an tidak untuk mencari satu hal saja. Beliau mengambil semua hal, yang dapat memberi beliau petunjuk, sebagai orang tua, dari Al-Qur’an.
Pendekatan yang beliau lakukan ini merupakan hal yang pernah diajarkan oleh guru beliau. Kata guru beliau, ketika kita membutuhkan petunjuk, buka saja Al-Qur’an dan mulai membacanya. Setiap kali butuh bantuan, buka Al-Qur’an (Kitab Allah) dan mulai membaca. “Kamu akan menemukan pertolongan!” kata guru beliau.
Dalam proses yang menggunakan “pendekatan yang berbeda” ini, Ustadz Nouman tidak sendirian. Beliau dibantu oleh murid-murid beliau (semoga Allah membalas kebaikan
mereka semua). Mereka lah yang mendokumentasikan catatan-catatan itu. Sehingga terkumpul catatan sebanyak 80 halaman ayat. Tetapi setelah diperiksa lagi dan “dibersihkan”, masih ada sekitar 45 halaman ayat.
Catatan 45 halaman ayat itu, setelah direnungkan kembali, dapat dibagi menjadi tujuh bagian. Jadi akan ada tujuh bagian yang akan dibahas dalam parenting and quranic wisdom.
Bagian pertama:
Anak-anak kita adalah berkat buat kita. Bahwa mereka adalah hadiah dari Allah kepada kita, semua orang tahu itu. Akan tetapi, di sini Ustadz Nouman akan menjelaskan bagaimana Allah mengajari kita untuk memperlakukan hadiah tersebut.
Ustadz berharap kita dapat berpikir ulang dan memulihkan kembali ingatan kita. Bayangkan beberapa tahun ke belakang, saat kita belum dikaruniai anak. Dan sekarang, ternyata kita sudah punya anak. Kita jadi sadar, betapa anak-anak kita adalah hadiahnya.
Bagian kedua:
apa yang seharusnya kita perhatikan sebagai orang tua.
Al-Qur’an memuat kisah tentang orang tua. Dari Al-Qur’an, kita akan belajar tentang hal-hal apa yang perlu diperhatikan orang tua.
Apakah Allah membicarakan tentang concerned parents di dalam Al-Qur’an? Apa yang kira-kira menjadi concern orang tua hingga Allah menaruhnya di Al-Qur’an? Kitab yang permanen dan abadi ini, yang menjadi tuntunan untuk umat sepanjang masa ini? Tentunya, concern ini begitu valid sehingga Allah sampai meletakkannya di dalam Al-Qur’an.
Bagian ketiga:
Anak-anak dapat menjadi sebuah cobaan. Ini adalah bagian yang terpanjang.
Anak-anak dapat menjadi sebuah tantangan dan cobaan. Ada sejuta kisah tentang hal ini. Tentang anak-anak yang “sulit”. Tentang susahnya berkomunikasi dengan anak. Tentang kehilangan anak. Tentang anak yang sakit. Tentang anak yang tidak beriman. Tentang anak yang bermasalah. Semua jenis tantangan dan cobaan ini akan dibahas pada bagian ketiga.
Bagian keempat:
Kita dan anak-anak kita di hari penghakiman.
Bagian ini menurut Ustadz Nouman adalah bagian yang penting sekali. Karena kita akan mempelajari dan mengetahui tentang apa yang akan terjadi di hadapan kita dan anak-anak kita ketika hari kiamat terjadi. Hari itu pasti datang, entah kita pikirkan ataupun tidak.
Pada hari itu, kita tidak pernah tahu apakah kita berada di sisi anak-anak kita atau tidak.
Bagian kelima:
Psikologi Parenting dari Surat Yusuf dan Surat Al-Qashash.
Di bagian ini, kita akan belajar untuk lebih memahami emosi anak, berkomunikasi, dan membesarkan anak-anak dengan sangat menyadari tentang emosi mereka. Bahasan ini terinspirasi oleh mutiara-mutiara dari Surat Yusuf dan Surat Al-Qashash.
Bagian keenam:
Beberapa pelajaran penting dari Al-Qur’an untuk diajarkan kepada anak-anak kita. Sebagaimana Ustadz telah membaca Al-Qur’an secara keseluruhan, Ustadz mengatakan tentu anak-anak akan belajar semua bagian dari Al-Quran itu. Tapi ada beberapa bagian yang sangat krusial untuk mereka dengar dan ketahui tentang Al-Qur’an, seperti bagaimana sikap kita terhadap non-muslim, rasisme, fanatisme, sabar, marah, iri hati, sombong, dan egois. Segala sesuatu yang terkadang kita temui dalam perilaku anak-anak kita, termasuk kebohongan (lying) dan ketidakjujuran (dishonesty).
Sebagai contoh, beberapa anak menjadi individu yang suka berbohong terus-menerus, mereka mengatakan, “Aku mendapatkan nilai B kok”. Padahal jelas tertulis bahwa nilainya adalah C. Mereka melakukan tindakan defensif dengan mengatakan, “Bukan, itu kesalahan gurunya!” Atau, mereka merasa mendapatkan guru yang salah.
Terkadang hal-hal ini membuat orang tua depresi dan kewalahan. Pada bagian keenam ini, kita akan membahas bagaimana mengajari anak-anak tentang nilai-nilai tertentu dengan mengambil sumber inspirasi dari Al-Qur’an.
Bagian ketujuh:
Allah mendorong kita agar membaktikan anak-anak kita untuk melayani Islam.
Di dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang Allah jelaskan agar kita aware tentang hal ini. Perintah ini seharusnya mempengaruhi cara kita dalam membesarkan anak-anak kita. Termasuk bagaimana kita mempersiapkan anak-anak untuk melayani agama Allah.
Itulah yang Allah inginkan dari kita.
Ketika kita memahami bahwa semua yang ada pada diri kita adalah untuk melayani Allah maka apapun yang kita “miliki”, termasuk anak-anak kita, seharusnya digunakan untuk melayani-Nya.
Anak-anak kita secara teknis bukanlah anak-anak kita.
Mereka adalah hadiah dari Allah untuk kita
supaya “digunakan” untuk melayani agama-Nya. Hal ini seharusnya mengubah mentalitas kita tentang bagaimana kita membesarkan anak-anak kita.
Materi LBP Hari ke-6 Sore | Parenting (Part 3)
Oleh: Icha Farihah
Sekarang, tentang An-Nisa’ ayat 1.
Ayat yang dibaca di awal kajian parenting.
Yang ayatnya sudah dimuat di Part 1.
l يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ. Mankind. Humanity. Wahai Manusia.
l ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ. Be cautious of Your Master. Bertakwalah kepada Rabbmu
l ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ. Who created you out of a single nafs. Yang menciptakan kamu dari satu nafs, Adam ‘alayhis salam.
Ketika Allah bicara kepada manusia, Allah menjelaskan tentang parenting. Karena hubungan kita kepada Adam ‘alayhis salam dan semua manusia di bumi adalah hasil dari hal tersebut.
Umat manusia tidak akan ada tanpa adanya parenthood.
Jadi, di sini disebutkan tentang orang tua yang paling pertama.
l وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا. From the nafs He made his spouse. Dari nafs yang satu tadi, Allah
ciptakan pasangannya.
l وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءًۚ. He spread many men and women out from them. Allah lalu mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Cerita tentang umat manusia pada akhirnya adalah cerita tentang parenting. Dari satu orang tua ke orang tua berikutnya. Begitu seterusnya.
Di awal ayat ini Allah memberikan kemuliaan kepada Nabi Adam ‘alayhis salam. Min nafsin waahidah. Dari satu nafs. Ini adalah asal muasal dari kita semua, umat manusia. Nabi Adam ‘alayhis salam merupakan ayah kita yang mulia.
Lalu, bagaimana dengan kemuliaan ibu?
Ada di akhir ayat ini.
l وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ. Bertakwalah kepada Allah. Nama yang kamu gunakan ketika saling meminta satu sama lain.
Allah mengatakan wal arhaam.
Artinya, be catious and careful and protective of the wombs.
Di awal ayat, ada nafs. Pointing to the father, isyarah ilal ab. Yang artinya mengarah kepada Adam ‘alayhis salam.
Ketika Allah mengatakan, be catious and careful and protective of the wombs.
Merujuk kepada siapa womb atau rahim itu? Ibu.
Be catious to your mother.
Be catious to Allah. Apa arti takwa sesungguhnya?
Berhati-hati terhadap menyalahi hak-hak Allah.
Melindungi diri dari hal-hal yang membuat Allah marah.
Melindungi diri dari melewati batas antara kita dan Allah.
Allah mengatakan, bukan hanya takwa kepada Allah.
Bertakwalah juga kepada hubungan ayah dan ibu.
Hubungan-hubungan itu harus dilindungi.
Hubungan yang paling mendasar dari rahim adalah parenting.
Kita terikat kepada kedua orang tua kita melalui rahim.
Kita harus melindungi hubungan itu.
Orang tua harus melindungi hubungan itu untuk anak-anak mereka.
Ceramah-ceramah Islam yang biasanya kita dengarkan, pada umumnya, menjelaskan tentang hak-hak orang tua. Tentu hal tersebut tidak salah. Dan merupakan kemuliaan yang agung dalam Islam.
Sayangnya yang terjadi belakangan ini, kita hampir melupakan sisi lainnya.
Yaitu, tanggung jawab orang tua.
Setiap kali seseorang mendapatkan sebuah gelar kehormatan dalam Islam, hal itu beriringan pula dengan tanggung jawab yang besar. Seperti halnya dengan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam. Beliau memiliki kemuliaan di satu sisi, tapi di sisi yang lain juga memiliki tanggung jawab yang besar di antara manusia.
Orang tua memiliki kehormatan, begitu juga tanggung jawab. Semua itu harus seimbang.
(bersambung)
Semoga Allah terangi, lembutkan, dan kuatkan hati kita dengan cahayaNya.
Mohon doakan kami agar bisa istiqomah berbagi mutiara-mutiaraNya.
Jazakumullahu khairan😊
Salam,
The Miracle Team – Lessons from Bayyinah’s Production
[…] 27 June 2020 https://nakindonesia.com/2020/07/03/lbp2020-parenting-quranic-wisdom/ […]
LikeLike