بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Saat membuka tujuan turunnya ayat Al-Qur’an, terkadang Allah ﷻ berfirman dengan lugas…
wa laqad anzalnā ilaika āyāt.. “Kami telah menurunkan ayat-ayat..“,
Di lain tempat Allah ﷻ berfirman:
wa każālika nufaṣṣilul-āyāt.. “Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat..” dengan tujuan untuk menunjuk pada realitas yang dekat dengan kita atau yang punya makna di kehidupan kita.
Surat Al’Araf-174 menyebutkan tujuan turunnya ayat yaitu:
وَكَذٰلِكَ نُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ وَلَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”
Allah ﷻ pada ayat di atas ingin berbicara kepada orang-orang yang sudah jauh dari-Nya dengan tujuan agar mereka kembali.
Seringkali cerita di dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ tidak menyebutkan detail seperti nama karakter, lokasi kejadian, atau detail waktunya. Pelajaran yang akan kita ambil pada ayat selanjutnya surat Al-A’raf 175 bisa berlaku secara luas namun spesifik di saat yang sama.
Perhatikan fenomena yang akan digambarkan Allah di surat Al-A’raf ayat 175
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ الَّذِيْٓ اٰتَيْنٰهُ اٰيٰتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَاَتْبَعَهُ الشَّيْطٰنُ فَكَانَ مِنَ الْغٰوِيْنَ
“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat.”
Hal pertama yang menjadi perhatian adalah kata “وَاتْلُ” yang berarti “bacakanlah”. Rasul kita, Muhammad ﷺ adalah seorang yang ummiy (buta huruf). Ketika disebutkan kata “وَاتْلُ” artinya Allah ﷻ akan mengajarkan pada penduduk mekkah saat itu dan kepada kita umumnya tentang sesuatu yang kerap terlewat sebelumnya dan sesuatu yang perlu diulang-ulang karena akan terus berhubungan dengan zaman kita hidup saat ini.
Ayat ini bercerita tentang tentang tragedi seseorang yang memiliki akses ke dalam petunjuk Allah ﷻ. Namun fenomena yang akan diceritakan di ayat ini tidak terbatas pada para ulama.
Kita pun yang sedikit banyak mendapat akses ilmu keislaman bisa termasuk didalamnya.
Fenomena dalam ayat tersebut dimulai dari kata “انْسِلَخَ”. kata “انْسِلَخَ” biasanya digunakan untuk menggambarkan hewan yang berganti kulit seperti ular. Ilustrasi ular tersebut adalah gambaran Allah ﷻ terhadap fenomena orang yang tampak dari luar menjaga islam, namun kenyataannya tidak seperti itu. Mereka sholat, zakat, atau berperilaku seperti muslim, terlihat tulus, mengikuti kajian, mungkin menikmati lantunan Al-Qur’an dan bahkan mengutip kata-kata ulama namun sebenarnya Islam sudah tidak benar-benar berpengaruh dalam dirinya. Islam menjadi artifisial baginya. Mereka kehilangan sentuhan kepekaan pada ayat-ayat Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman dalam petikan ayat Al Baqarah 63
خُذُوْا مَآ اٰتَيْنٰكُمْ بِقُوَّةٍ وَّاذْكُرُوْا مَا فِيْهِ
“..Pegang teguhlah apa yang telah Kami berikan kepadamu dan ingatlah apa yang ada di dalamnya..“
Di tempat lain dalam petikan ayat Al Baqarah 93
خُذُوْا مَآ اٰتَيْنٰكُمْ بِقُوَّةٍ وَّاسْمَعُوْا
“..Pegang teguhlah apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!..”
Salah satu watak khas Islam adalah seseorang tidak bisa berpegang teguh pada agama islam jika usaha yang dilakukannya berhenti pada tahap “mengetahui”. Usaha yang benar semestinya tanpa henti untuk terus mengulang yang sudah diketahui dan terus berusaha terhubung kembali untuk mengasah kepekaan hati kita pada ayat-ayat Allah ﷻ.
Ilustrasi ayat diatas begitu meresahkan dan sungguh akibatnya tidak akan sepele.
Kata “تَبِعَ” dalam bahasa arab artinya mengikuti seseorang. Namun kata “اَتْبَعَ” adalah bentuk mubalaghah yang berarti mengikuti seseorang tanpa henti. Jadi akibatnya adalah syaitan akan menjadikan mereka target terpenting dan akan mengikuti mereka tanpa henti, setelah itu ayat Allah ﷻ akan semakin menjauh darinya, kemudian syaitan menjadikan mereka tidak taat kepada Allah ﷻ sesuatu yang tidak apa-apa selama mengikuti kesenangan mereka. Ini menegaskan salah satu target utama syaitan adalah orang-orang yang sudah memiliki pengetahuan ayat-ayat Allah ﷻ namun mulai mendapat godaan menjauh dari-Nya.
Akibatnya tidak berhenti disitu saja.
Kata “غٰوَ” artinya seseorang yang berjalan pada jalur yang benar, namun kemudian berbelok pada jalur yang salah. Layaknya kita salah keluar pintu tol dan kemudian tidak ada jalan yang mudah untuk kembali. Ketika sampai tahap ini, perilaku mereka bahkan bisa lebih buruk dan seperti mustahil dilakukan oleh orang yang mendapat pengetahuan ayat-ayat Allah ﷻ.
Kemudian pada surat Al-A’araf 176 Allah ﷻ berfirman
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنٰهُ بِهَا وَلٰكِنَّهٗٓ اَخْلَدَ اِلَى الْاَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوٰىهُۚ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ الْكَلْبِۚ اِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ اَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْۗ ذٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَاۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”
Pada permulaan ayat di atas Allah ﷻ ingin menyampaikan bahwa sebenarnya ayat yang diturunkan oleh-Nya bisa mengangkat derajat kita. Seseorang dengan pengetahuan yang banyak maupun sedikit, bisa naik derajatnya jika Allah ﷻ berkehendak, namun kenyataannya tidak begitu. kata “اَخْلَدَ” berasal dari kata “خُلُدْ” yang berarti membuat sesuatu menjadi permanen. Artinya segala yang mereka inginkan menjadi selalu melekat pada dunia. Ini adalah seseorang yang tahu tentang surga. Ia tahu tentang pertemuan dengan Rabb-nya namun ternyata apa yang menjadi prioritasnya selalu tertuju pada dunia.
Di ayat 176 kemudian Allah ﷻ memberikan perumpamaan tentang orang-orang yang digambarkan di atas layaknya anjing liar. Dalam Al-Qur’an kita sering mendapat contoh manusia yang dibandingkan dengan hewan seperti bani israil yang dibandingkan dengan anak keledai (Al-Jumuah ayat 5) karena tidak mengamalkan kitab yang diberikan pada mereka. Di tempat lain Allah ﷻ menggambarkan tentang tiga jenis makhluk di bumi dalam petikan surat An-Nur ayat 45
فَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى بَطْنِهٖۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى رِجْلَيْنِۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰٓى اَرْبَعٍۗ
“maka sebagian ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki”
Pada ayat diatas kita juga bisa sepintas melihat gamabaran makhluk seperti ular yang berjalan diatas perutnya. Sedangkan manusia adalah makhluk yang berdiri tegap dengan dua kaki, dengan badan yang jauh dari tanah, seperti gambaran seseorang yang diangkat derajatnya karena ayat-ayat Allah ﷻ seperti disebutkan sebelumnya. Lebih lanjut lagi di surat Al-Mulk ayat 22
اَفَمَنْ يَّمْشِيْ مُكِبًّا عَلٰى وَجْهِهٖٓ اَهْدٰىٓ اَمَّنْ يَّمْشِيْ سَوِيًّا عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
“Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup yang lebih terpimpin (dalam kebenaran) ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?”
Namun apa yang diumpamakan di surat Al-A’raf ayat 176 tentang anjing liar jauh lebih buruk. kata “يَلْهَثْ” adalah gambaran nafas yang berat, kemudian lidah yang menjulur keluar, atau yang sering kita sebut terengah-engah. ketika anjing terengah-engah, maka artinya ada kelelahan yang tidak wajar. Kata “لَهَثْ” juga berarti ada perasaan tidak nyaman, terganggu atau adanya perasaan tidak pernah puas.
lebih lanjut kata “حَمْل” yang berarti menempatkan beban menurut ulama digunakan di dalam Al-Qur’an untuk wahyu Allah ﷻ yang berat. Makna dari anjing yang tetap terengah-engah meskipun ditempatkan beban maupun tidak adalah mereka yang mendengarkan ayat Al-Qur’an namun merasa terganggu dan tidak lagi menyukainya. Mereka memilih untuk pergi mencari hiburan duniawi namun pada akhirnya tetap merasa tidak nyaman. Selain itu, ketika mereka fokus pada dunia, Allah ﷻ membuat mereka merasa tidak pernah puas dengan dunia, sedangkan syaitan tetap menggoda mereka untuk terus mengkonsumsi dunia layaknya anjing liar yang tidak bisa berhenti terengah-engah.
Di akhir ayat Allah memakai kata “كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَاۚ” yang biasanya digunakan untuk orang tidak beriman. Orang yang tidak memiliki kepekaan lagi pada ayat-ayat Allah ﷻ disamakan dengan orang tidak beriman karena tidak ada gunanya jika hanya memiliki pengetahuan tentang ayat Allah ﷻ tetapi ayat itu tidak kita amalkan sepenuh hati kita.
Kemudian Allah ﷻ menyebut kata “الْقَصَصَ” untuk menunjukkan bahwa cerita ini akan terjadi berulang-ulang, di dekat kita, di zaman kita hidup. Hal ini agar kita bisa merenungkannya, apakah kita termasuk yang jatuh ke dalamnya.
Sebagai contoh terakhir dalam sirah Rasulullah ﷺ. Pada waktu itu, ada orang-orang ahli kitab yang bisa dengan mudah mempelajari agama. Itu hal yang mudah bagi mereka memahaminya. Namun ketika bertemu Rasulullah ﷺ mereka berkata: “konsep satu Tuhan itu menarik dan kami mengakuinya, tapi engkau sebagai nabi… kami tidak terlalu yakin”.
Pertemuan ini terjadi berulang kali dan semakin lama bertemu semakin nampak jelas oleh Rasulullah ﷺ bahwa ketertarikan mereka pada agama dari luar jauh berbeda dengan pandangan dalam hati mereka. Apa yang keluar dari mulut mereka berbeda dengan hati mereka. Inilah orang-orang yang diam-diam keluar dari agama dan sebagian dari mereka menjadi salah satu musuh besar islam.
Saat ini kita juga bisa melihat profesor, non muslim, yang belajar mendalami kitab, memahaminya, bahkan sampai berkata “ini hanya bisa berasal dari Tuhan”, namun ketika mereka ditanya apa yang menahan mereka untuk masuk ke dalam islam “ini sesuatu yang luar biasa… tapi ini juga sesuatu yang harus dipertimbangkan bukan?”. Mereka tidak bisa melakukan “leap of faith“. Mereka khawatir akan kerepotan perubahan yang harus mereka lakukan dan hidup dengan komitmen baru yang harus mereka jalani. Keinginan mereka sesungguhnya disinggung Allah ﷻ di tempat lain dalam Al-Qur’an
بَلْ يُرِيْدُ الْاِنْسَانُ لِيَفْجُرَ اَمَامَهٗۚ
Tetapi manusia hendak membuat maksiat terus-menerus (Al-Qiyamah 5)
Mereka bisa belajar, mereka bisa mengutip setiap ayat yang mereka mau, mereka bisa kagum dengan ajaran Allah ﷻ, tetapi sebenarnya mereka hanya ingin melakukan apapun yang mereka mau. Inilah alasan mereka sesungguhnya. Mereka tidak ingin memikirkan konsekuensi dari perbuatan mereka. Sedangkan jika kita hidup bersama ayat-ayat Allah ﷻ, maka ayat itu akan membuat kita berhenti dan menimbang setiap konsekuensi yang bisa kita rasakan saat kita bertemu dengan-Nya. Semoga kita diberikan ketulusan dalam islam dan cinta hingga kita mati bertemu Sang Rabb, Allah ﷻ.
Ditulis oleh: Demsy
Referensi
[…] [BMW 2020] Menyelami Surat Al-A’raf 174-176 […]
LikeLike