Seperti halnya sebuah sistem ciptaan, manusia butuh petunjuk berupa buku manual dari yang menciptakannya agar berfungsi dengan baik. Yang paling berhak memberi petunjuk dan yang paling benar petunjuknya tentu saja adalah Allah taala. Yang Maha Pencipta, Yang Maha Hidup.
Bagian paling inti dari sistem kita adalah hati. Jika hati kita baik, semua anggota badan seharusnya baik. Saat sebuah sistem tidak berjalan sebagaimana biasa – seperti saat ini — ada baiknya kita lebih sering menengok buku manual kita: Al-Qur’an Al-Karim. Cuplikan ayat di bawah ini adalah ayat favorit saya. Untuk membenahi hati saya yang paling sering terserang cemas dan lupa bersandar kepada-Nya.
Allah swt. berfirman:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّا بُ
“(Mereka berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS Ali Imran, 3:8)
Sejak memulai lembaran hijrah untuk kedua kalinya tahun lalu, ayat di atas selalu terngiang di telinga saya. Pernah membaca doa ini di sebuah buku tidak membuat saya lantas mengerti dan mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari. Alhamdulillah, Allah menuntun saya untuk memahami ayat tersebut melalui Ustaz Nouman. Di sebuah video dari kanal Quran Weekly yang berjudul Keeping Your Heart Steadfast, beliau menjelaskan arti dari ayat sekaligus doa yang aplikatif ini.
Ramadan adalah momen yang tepat untuk memperbaiki diri. Namun setelah bulan yang mulia ini berlalu, hati kita pun menjadi tidak terpaut lagi untuk mengutamakan takwa. Kita sebagai manusia bisa kembali berbuat dosa setelah diberikan hidayah. Dalam ayat ini, Ustaz Nouman menjelaskan arti kata “zaigh” dalam bahasa Arab yang artinya condong sedikit. Contohnya saat kita melewati sebuah jalan yang agak menikung (bukan belokan 90°), lama-lama kita tidak akan menyadari bahwa kita sudah jauh dari jalan yang lurus. Begitu pun dengan iman kepada Allah. Kita bisa condong dalam keburukan sedikit demi sedikit, hingga kita sampai pada titik di mana kita tidak merasakan sensasi dan kenikmatan iman lagi.
Kita sebagai manusia pasti pernah berbuat dosa, bertaubat, lalu bermaksiat, lagi dan lagi. Hal ini terus terjadi seperti sebuah siklus. Saat kita mulai berpikir bahwa hal itu adalah hal biasa, maka itulah saat yang tepat untuk mengucapkan doa ini. Insya Allah, siklus itu akan terputus apabila kita bermunajat dengan tulus. Rabbul ‘aalamin akan meridai hamba-Nya yang Dia cintai dan memberi kasih rahasia di sisi-Nya, secara spesial. Kata “ladun” dalam bahasa Arab berarti rahasia, koleksi istimewa yang tidak diberikan Allah kepada semua orang. Dan Allah adalah Al-Wahhab, hanya Allah-lah yang bisa memberi secara berulang tanpa henti. Tentunya kita tidak ingin mendapatkan hidayah hanya sekali, bukan?
Ayat ini akhirnya menjadi pandu saya dalam memohon karunia Allah agar terus melindungi saya dalam naungan petunjuk-Nya. Sudah cukup satu kali saja saya salah memetakan tujuan hidup. Tanpa keikhlasan niat dan doa secara kontinu, kita akan salah arah dan terperangkap godaan dunia. Penting untuk diingat bahwa kita tak boleh merasa percaya diri. Bahwa sudah berhijrah tidak berarti kita tak lagi diuji. Ujian keimanan akan datang setiap menit. Jika doa ini tak menancap erat dalam ingatan, setan akan menuntun kita pelan-pelan pada jalan buntu nan gelap tanpa kita sadari.
Sebelum kita sampai pada Syawal, coba kita tanya pada diri sendiri. Apakah kita ingin kedamaian saat berpuasa, sholat malam, tadabur Al-Qur’an, selesai begitu saja setelah Ramadan ini usai? Atau kita justru merindukan dunia dan seisinya?
Semoga Allah melindungi kita dalam naungan-Nya, mengokohkan hati kita di atas jalan agama-Nya, mulai Ramadan tahun ini dan seterusnya.
Referensi:
https://www.youtube.com/watch?v=vFdRxh9ABps&feature=youtu.be