بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Ustadz Nouman menceritakan kisah larinya Nabi Musa dari Mesir. Kala itu, Nabi Musa as. saat itu dikejar tentara Firaun setelah perkelahian yang berujung pada kematian lawannya. Tentu saja saat itu Nabi Musa tidak berniat membunuh. Beliau hanya meninju lawannya, ternyata jatuhlah tubuh lawannya dan tewas saat itu juga. Dikarenakan perbuatannya tersebut, para tentara Firaun yang iri atas kedudukan Nabi Musa di istana berencana membunuhnya.
Atas saran kawannya yang mengetahui rencana tersebut, Nabi Musa as. melarikan diri menjauhi dari kota Mesir menuju ke kota Madyan. Nabi Musa as. berlari, berlari, dan berlari sekuat tenaga. Setelah sampai di kota Madyan, beliau beristirahat menyandarkan tubuhnya pada sebuah pohon. Ustadz Nouman menyampaikan kondisinya yang sungguh serba susah, cemas, ketakutan, melelahkan, tidak ada makanan yang dapat dimakan, tidak ada rumah sebagai tempat persembunyian, tidak memiliki apapun untuk diandalkan. Di sanalah beliau berdoa dengan doa yang sungguh sangat dalam maknanya:
رب إني لما أنزلت إلي من خير فقير
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan
suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”
Allahu sami’un aliim, pasca doa itu dipanjatkan, banyak sekali kejutan dan jawaban dari Allah swt. untuk doa Nabi Musa as. tersebut. Diceritakan dalam kisahnya, bahwa datang salah satu dari dua gadis yang sempat dibantu Nabi Musa as. Ia menawari Nabi Musa as. agar mau bertamu ke rumahnya atas perintah ayahnya. Nabi Musa dipertemukan dengan orang sholeh, menikah dengan salah satu anaknya, mendapat pekerjaan yang baik, dan berbagai nikmat lain yang bahkan tidak pernah diduga oleh Nabi Musa as.
Terinspirasi dari kisah Nabi Musa as., aku coba terapkan doa ini saat menjadi pembimbing mawapres (mahasiswa berprestasi) tingkat provinsi di Jawa Timur. Kala itu, dari daftar peserta yang berhak mengikuti seleksi tatap muka (wawancara dan debat), persentase Universitas Islam tergolong minoritas. Sebagian besar peserta terpilih berasal dari Universitas Kristen/Katolik. Jika membandingkan segi kemampuan berbahasa inggris, prestasi peserta, dan segala persiapannya, maka kami merasa tertinggal jauh sekali. Hal yang kurasakan ini ternyata ditangkap juga oleh anak didikku yang menjadi mawapres. Dia sempat berbisik, “Peserta yang lain keren-keren semua. Bisa enggak ya?” Kutangkap keragu-raguan dan keputusasaan dari wajahnya.
Aku terdiam, menghela nafas dalam. Sebagai pembimbing, kucoba meyakinkan anak didikku, bahwa jangan pernah kita pesimis atas rahmat Allah swt. Kuhadirkan siluet bayangan kerja kerasnya ketika penyeleksian internal kampus hingga saat ini. Serta betapa doa dan senyum harap bapak ibu dosen yang senantiasa mengamini kemenangan kami. Kuceritakan sedikit kisah mengenai bagaimana Nabi Musa as. yang berharap di tengah keadaan yang menghimpitnya. Kusampaikan doa ini kepadanya. “Coba dilafadzkan doa ini ya! Kondisi kita mirip seperti Nabi Musa saat itu. Ingat Allah swt. tidak tidur.”
Satu demi satu proses dijalani dengan keyakinan tinggi. Bahwa Allah swt. senantiasa membersamai hamba-Nya. Kuyakini itu dengan seluruh raga dan jiwaku. Kulafadzkan doa itu beribu-ribu kali setiap harinya. Kubayangkan seandainya aku di posisi Nabi Musa saat itu. Ya Allah, Engkau Maha Mendengar semua pinta kami. Berikanlah kami yang terbaik, dan siapkanlah hati kami menerima kehendak-Mu nanti.
Sesungguhnya Allah swt. selalu mendengar doa hamba-hamba-Nya. Benar saja, saat pengumuman tiba, kampus kami terpilih masuk ke dalam 8 besar terbaik yang artinya kami mendapat kesempatan untuk melaju menuju Nasional mengungguli banyak Universitas Kristen/Katolik. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillahi rabbil‘alamin. Bahkan saat kau tak percaya dirimu mampu, ada Allah yang selalu mendengar dan akan selalu ada membersamai setiap langkahmu. Rabbi inni lima anzalta ilayya min khairin faqir..
__
Video referensi: https://www.youtube.com/watch?v=n_ICprn0Iiw
Ditulis oleh: Lidia Nur Eka Safitri